Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mampukah Survei Litbang Kompas Memotret, Ketika Publik Buta Isi UU KPK?

17 September 2019   18:10 Diperbarui: 19 September 2019   16:00 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berikut adalah sebagian jawaban atas pertanyaan "mengapa melakukan petisi" 

KPK terancam

Indonesia butuh KPK yang efektif dan independen

Kami bersama KPK

Pemimpin bermasalah malah dipercayakan. Bodoh sekali. Sementara, karyawan dan pimpinan KPK menolak

Banyak undang undang bertentangan dengan keadaan yang ada

KPK harus tetap independen dan tak terasuki kepentingan politik siapapun

Teman teman semua, kita semua sepakat saya kira bahwa KPK harus dikuatkan. Jika merevisi UU KPK adalah bagian dari upaya itu

Revisi UU KPK nyata nyatanya dipercepat tanpa adanya urgensi utk revisi uu kpk. Ini adalah indikasi adanya kepentingan koruptor di balik revisi uu kpk

Peduli terhadap penindakan pelaku korupsi secara komprehensip

Saya kecewa

Berikan KPK kewenangan yang tepat untuk memberantas korupsi

Seharusnya kita bersyukur dg adanya KPK agar semua permasalahan yang ada di Indonesia yang menyangkut korupsi/koruptor akan tuntas dan Indonesia terbebas dar namanya koruptor

Indonesia butuh manusia jujur, karena sudh terlalu banyak manusia yang (merasa) pitar dan hobi membodohkan

Panjang umur perlawanan!Tolong perkuat KPK

Tolak pemimpin bersifat koruptor

Saya perduli akan wewenang KPK yg rasa rasanya dilemahkan


Dari sekitar 3.000 tanda tangan, terdapat 67 penanda tangan yang menjawab mengapa mereka melakukan petisi. 

Saya sampaikan sedikit screenshoot ya. 

Sumber : Petidi Change.org
Sumber : Petidi Change.org
Sumber : Petidi Change.Org
Sumber : Petidi Change.Org
Sejujurnya, saya ingin sekali Litbang Kompas bertemu dengan para peneliti politik dan sosial dan juga akademia, untuk memberikan komentar dan sekaligus mengecek validitas temuannya.

 Jangan sampai, revisi UU KPK dilakukan cepat tergesa, survei terkait isu juga cepat tergesa, kemudian seakan validasi juga harus cepat diberikan untuk menjustifikasi pada keputusan cepat, dan berharap masyarakat puas. 

Saya sangat kuatir dengan hal ini. 

Angka temuan survei itu benar adanya. Ini Litbang Kompas lho. Analisisnya tidak bisa hitam putih. Ya atau tidak. Ini perlu analisis mendalam.

Saya harus haturkan mohon maaf kepada Kompasiana yang merupakan anak dari Kompas, bahwa Survei ini mungkin informatif, tapi tidak memberikan pendidikan yang memadai bagi masyarakat yang masih buta hukum, buta undang undang dan tak kenal apa itu korupsi. Jangan jangan , polisi yang meminta duit karena kita kena tilang bukan dianggap korupsi dan suap. Cilaka!

Di manapun di dunia, lembaga survei bisa jadi alat politik. Apakah lembaga survei milik universitas, perusahaan, ataupun negara. Hasil studi itu tentu tergantung pada konteks, metodologi, analisis dan presentasinya serta persepsi. Bila konteks kita tinggalkan, metodologi tidak ditata baik, analisa sepotong, dan presentasi tidak kita dapatkan, lalu kami publik harus bilang apa? 

Media, Litbang, Universitas, dan Peneliti seyogyanya memberikan temuan yang disertai penjelasan konteks di mana studi dilakukan. Ketika studi dilakukan di lingkungan yang tidak paham isunya, cara kita menilai hasil studi juga berbeda. 

Cara Baca Logika Sebab Akibat dari Hasil Survei 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun