Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2

Biro Jurnalistik merupakan biro dari Lembaga Kajian Keilmuan (LK2) Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang bergerak dalam kegiatan meliput dan menyampaikan berita hukum terkini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Terancam atau Tergantikan: Masih Pantaskah Taiwan Disebut sebagai Sebuah Negara

4 September 2021   16:00 Diperbarui: 4 September 2021   16:03 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meski legal personality Taiwan masih dapat diperdebatkan, RRT secara diam-diam tetap menghormati eksistensinya. Hal ini berkaitan dengan status quo Taiwan yang mengharuskan RRT untuk tidak berbuat dengan sendirinya terhadap Taiwan, meski RRT mampu melakukannya. 

Kehati-hatian RRT dalam bertindak dapat didasarkan melalui pandangan teori Monisme oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa hukum sejatinya terdiri atas hirarki piramida dan penerapannya ke bawah harus mengikuti dari ujung puncak hirarki (Shaw, Malcom N., 2008). Menurut Kelsen, hukum internasional merupakan hukum yang lebih superior daripada hukum nasional karena kaidah-kaidah hukum nasional merujuk juga kepada kaidah-kaidah hukum internasional. 

Apabila terdapat kaidah hukum internasional yang diterima oleh masyarakat internasional, maka kaidah tersebut bisa diterjemahkan dalam hukum nasional masing-masing dan menciptakan kesatuan berpikir tentang bagaimana seharusnya sebuah negara menempatkan dirinya dalam masyarakat internasional. Dampaknya, sebuah produk hukum nasional bisa saja terhalang pelaksanaannya sebab berbenturan dengan tata tertib masyarakat internasional.

Berangkat dari teori  Kelsen sebelumnya, Taiwan telah dipandang sebagai sebuah negara berdaulat walaupun secara de facto masih berada dalam administrasi daerah RRT. Meski RRT telah mengundangkan Anti-Secession Law yang secara umum membahas reunifikasi Taiwan secara damai atau bahkan dengan jalan perang, hukum nasional tersebut tetap terhalang pelaksanaannya. 

Hal tersebut dikarenakan terbentur oleh kenyataan bahwa negara-negara di dunia hidup berdampingan dengan hak dan kewajiban yang sama\ dan adanya doktrin self-determination atau kemampuan untuk menentukan nasib sendiri yang juga berlaku untuk masyarakat Taiwan.

Doktrin self-determination dalam hukum internasional adalah hak yang ditujukan kepada sekelompok orang untuk menentukan sendiri nasibnya dalam tatanan pergaulan internasional. (Cornell Law School,n.d). Di Taiwan, secara positif dapat dilihat terdapat self-determinacy yang tinggi dari masyarakatnya. 

Hal ini dibuktikan dengan adanya usaha keras rakyat Taiwan untuk mengurus sendiri urusan politik, ekonomi, sosial budayanya sebagai bentuk dari usaha untuk menentukan nasibnya sendiri. 

Menurut Pasal 1 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan Pasal 1 International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR), apa yang dilakukan oleh rakyat Taiwan merupakan bentuk kebebasan untuk menentukan sendiri status politik, ekonomi, sosial dan budaya (to freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development) yang merupakan hak asasi bagi setiap kelompok orang  (Chen, Lung-chu. 1998). 

Selain itu, sejak pendirian Republik Tiongkok (Taiwan) di Pulau Formosa lebih dari lima puluh tahun lalu, Pemerintah Republik Tiongkok (Taiwan) telah mampu mempertahankan kekuasaannya di atas Pulau Formosa dan belum pernah sekalipun Pemerintah RRT menguasai Pulau Formosa (Charney, J., & Prescott, J. 2000). 

Hal ini menyebabkan Pemerintah RRT tidak punya effective control atas Taiwan dan klaim retorik militer RRT terhadap Taiwan tidak bisa disamakan dengan effective control atas Taiwan (Chen, Lung-chu. 2000). Sebab, selama Pemerintah Republik Tiongkok masih bisa mengendalikan wilayahnya dan bebas dari pengaruh pihak lain, maka tidak bisa dikatakan bahwa RRT memiliki effective control.

Namun, karena baik Pemerintah Republik Tiongkok (Taiwan) maupun Pemerintah RRT mengakui bahwa di antara mereka hanya ada satu pemerintah yang sah di atas daratan Tiongkok dan Taiwan, persoalan mengenai self-determination ini menimbulkan masalah. Pasalnya, konsep self-determination dalam konteks Taiwan tidak bisa langsung diterapkan begitu saja. Sebab, terdapat konteks politik global yang terlibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun