Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencoreng wajah kemanusiaan di Nusa Tenggara Timur. Dalam beberapa bulan terakhir, daerah-daerah di provinsi ini, termasuk Kabupaten Lembata, mengalami peningkatan kasus penganiayaan terhadap anak di bawah umur. Kurangnya edukasi tentang perlindungan anak, minimnya pendampingan sosial, serta lemahnya sistem pengawasan komunitas menjadi kombinasi yang memperburuk situasi ini.
Terbaru, peristiwa memilukan terjadi di Desa Normal I, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata. Seorang anak laki-laki berinisial HA (14) menjadi korban penganiayaan massal oleh sejumlah warga pada Rabu, 2 April 2025. HA dituduh memasuki rumah Kepala Desa saat rumah dalam keadaan kosong. Namun, alih-alih diserahkan kepada aparat hukum, ia justru menerima perlakuan tidak manusiawi.
Dianiaya, Diikat, Diarak Tanpa Busana
Video yang beredar luas di media sosial dan grup-grup WhatsApp memperlihatkan dengan jelas perlakuan sadis yang dialami korban. HA diikat tangannya, ditelanjangi, dan diarak sepanjang jalan desa oleh sekelompok warga. Ia juga dipukul dan diteriaki, seolah-olah tak memiliki hak atas perlindungan sebagai seorang anak. Kejadian ini berlangsung di siang hari, disaksikan oleh banyak orang, termasuk anak-anak lain di sekitar.
Warga yang merekam dan menyebarkan video tersebut pun turut mendapat sorotan, karena tindakannya justru memperparah trauma yang dialami korban. Tidak hanya secara fisik, HA juga mengalami tekanan psikologis yang mendalam akibat penghinaan dan tindakan main hakim sendiri yang dialaminya.
HA adalah anak yatim. Ayahnya telah meninggal dunia, sementara ibunya bekerja di Kalimantan. Sehari-hari, ia tinggal bersama kerabat di desa yang sama. Status sosial korban yang rentan memperparah ketidakberdayaannya menghadapi perlakuan kejam tersebut.
DPRD Lembata dan Komisi Perlindungan Anak Turun Tangan
Menanggapi informasi dan video yang viral, Anggota DPRD Kabupaten Lembata, Kaidir Robi, langsung merespons cepat. Pada Sabtu, 5 April 2025, ia bersama Tim dari Komisi Perlindungan Anak Kabupaten Lembata mendatangi langsung keluarga korban.
> "Terlepas dari motif masuknya anak ini ke rumah kepala desa, perlakuan masyarakat tidak bisa dibenarkan. Itu anak manusia, bukan binatang. Semua harus diproses hukum," tegas Kaidir Robi.
Ia juga memastikan korban dibawa ke Lewoleba untuk mendapatkan pendampingan psikologis, sekaligus perlindungan hukum yang adil.Â
Laporan Resmi Masuk ke Polres Lembata
Dikutio dari harianwarga.id, pihak keluarga, yang diwakili oleh Siti Sara Jalil (53), telah melaporkan kejadian ini ke Polres Lembata pada Jumat, 4 April 2025 pukul 17.15 WITA. Laporan diterima oleh AIPDA Antonius Aquarius Roni Moa, dan terdaftar dalam STTL/59/IV/2025/SPKT/Res Lembata/Polda NTT.
Siti menyatakan bahwa dirinya melaporkan kejadian ini karena tidak bisa membiarkan kekerasan terhadap anak menjadi hal biasa di masyarakat.
> "Anak ini sudah cukup menderita dalam hidupnya. Kami tidak ingin anak-anak lain mengalami hal yang sama. Keadilan harus ditegakkan," ujarnya.
Pihak kepolisian melalui juru bicara Polres Lembata mengonfirmasi bahwa laporan telah diterima dan proses penyelidikan sedang berjalan.
> "Kami akan mengusut tuntas kasus ini, termasuk mengidentifikasi para pelaku, saksi, dan bukti visual yang telah beredar," tegasnya.
Desakan dari Masyarakat dan Peran Penting Edukasi
Kasus ini menuai kecaman luas. Warga dan tokoh masyarakat mengecam aksi tak berprikemanusiaan tersebut dan mendorong penegakan hukum yang tegas. Beberapa warga juga menyatakan kesiapan menjadi saksi dalam proses hukum.
Namun, peristiwa ini juga membuka mata akan pentingnya pendidikan masyarakat terkait hak anak dan cara menangani dugaan pelanggaran hukum secara benar. Aksi main hakim sendiri tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggengkan budaya kekerasan dalam masyarakat.
Pihak kepolisian mengimbau agar masyarakat lebih bijak dalam bertindak dan tidak ragu untuk melapor bila ada dugaan pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan anak-anak.
> "Perlindungan anak adalah tanggung jawab kita semua. Segera laporkan ke pihak berwenang jika terjadi dugaan pelanggaran. Jangan bertindak sendiri," ujar juru bicara Polres.
Para pemerhati anak di Lembata mendesak agar pemerintah daerah segera mengambil langkah preventif, seperti:Penguatan peran sekolah dan gereja/masjid sebagai tempat edukasi nilai kemanusiaan
Kasus HA adalah peringatan bahwa tanpa pemahaman dan kepedulian bersama, anak-anak bisa menjadi korban dari sistem sosial yang belum siap memberi perlindungan.
Hingga artikel ini diterbitkan, penyelidikan terhadap para pelaku masih terus berlangsung.*_@bcreative042025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI