Mohon tunggu...
Leumara Creative
Leumara Creative Mohon Tunggu... Chef de Cuisine

Seorang Kuli Wajan yang baru Belajar untuk Menuangkan secuil kisah dan pengalaman lewat tulisan, karena di semesta ini "TRADA YANG TRA BISA". Semoga karya tulisan ini menjadi harta yang tak pernah hilang ditelan zaman.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Napas Terakhirku: Sebuah Renungan tentang Kehidupan

5 April 2025   09:42 Diperbarui: 5 April 2025   09:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kau membayangkan---bagaimana rasanya napas terakhirmu? Di tengah sunyi, dalam detik yang hening, di mana waktu seakan berhenti... Apakah ia datang seperti hembusan lembut angin senja, atau tiba-tiba, seperti petir yang tak sempat memberi isyarat? Pertanyaan ini mungkin menakutkan, tapi justru di sanalah letak maknanya. Memikirkan akhir bukan tentang menanti kematian, melainkan tentang menghidupkan setiap momen yang masih kita punya. Napas terakhir bukan hanya penutup, ia adalah pengingat bahwa hidup ini rapuh, dan karena itu---sangatlah berharga.

> "Kematian bukanlah lawan dari kehidupan, melainkan bagian darinya."

--- Haruki Murakami

Baca juga; Paradoks Mencari Kebahagiaan

Malam itu, dalam keheningan yang tidak biasa, aku duduk sendiri dan membiarkan pikiranku melayang jauh. Entah mengapa, aku membayangkan napas terakhirku. Momen paling sunyi, paling jujur, dan paling tak bisa ditunda dalam hidup siapa pun. Dan aku bertanya: "Akan seperti apa detik itu datang padaku?"

Akankah ia hadir seperti bisikan lembut---tergelincir pelan seperti catatan terakhir dari lagu yang lama kuhayati? Atau datang seperti badai yang tak memberi peringatan, meninggalkan kata-kata yang belum selesai, pelukan yang belum sempat diberikan, dan cerita yang belum rampung dituliskan?

Baca juga; Miliki Hati Yang Bersyukur

Bayangan itu bukan untuk menakutiku, tapi justru menjadi cermin---sebuah undangan untuk merenungi hidup yang sering kali kujalani setengah sadar. Betapa mudahnya aku terjebak dalam kejar-kejaran dunia, dan lupa bahwa hidup bukan tentang seberapa cepat aku berlari, tapi seberapa dalam aku mencintai.

Beratnya Momen Akhir

Napas terakhir bukan hanya soal akhir dari kehidupan fisik. Ia adalah garis penutup dari bab yang telah kita tulis dengan darah, air mata, tawa, dan harapan. Saat itu datang, waktu seakan berhenti. Tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan, hanya yang telah dilakukan. Tidak ada lagi kata yang bisa diucapkan, hanya yang sudah terucap.

Di hadapan keabadian, satu pertanyaan menggema:

"Apakah aku sudah benar-benar hidup?"

Bukan hidup yang sekadar lewat dan usai. Tapi hidup yang terasa---di dada, di hati, dalam relung-relung batin. Hidup yang meninggalkan jejak kasih, bukan hanya catatan prestasi.

> "It is not length of life, but depth of life."

Bukan panjangnya hidup yang penting, tapi kedalaman hidup itu sendiri.

--- Ralph Waldo Emerson

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun