"Food waste" atau sampah makanan merupakan masalah krusial yang tak hanya berdampak pada lingkungan, namun juga ekonomi dan sosial. Di balik tumpukan makanan yang terbuang, terdapat ironi Food waste, ketidaksetaraan pangan, dan perjuangan para petani.
Di tengah melimpahnya makanan di meja makan, banyak dari kita yang tanpa sadar menyisakan dan membuangnya. Padahal, setiap butir nasi adalah hasil jerih payah petani dan anugerah Tuhan yang sepatutnya kita hargai.Â
Food waste atau pemborosan makanan menjadi masalah serius di Indonesia. Menurut laporan Food Waste Index Report 2024 dari United Nations Environment Programme (UNEP), Indonesia menghasilkan sekitar 14,73 juta ton sampah makanan rumah tangga setiap tahun, menjadikannya salah satu negara dengan sampah makanan terbesar di dunia.
Salah satu tokoh yang menyoroti pentingnya menghargai makanan adalah Prof. Surono Danu, seorang peneliti padi unggul. Beliau menyatakan keprihatinannya terhadap generasi muda yang sering menyisakan makanan.Â
Beliau mengingatkan bahwa:
 "Satu gram beras itu 50 butir. Satu kilo 50.000 butir. Apabila penduduk Indonesia menyisakan satu butir, makan nasi 200 juta, sama saja 4 ton sekali makan beras dibuang. Dua kali makan 8 ton. Satu bulan 240 ton."Â
Melalui kalimat tersebut, Prof. Surono Danu mengajak kita merenungkan betapa besar dampak dari Food waste, bahkan dari satu butir nasi yang terbuang.Â
Pesan ini, terutama bagi generasi muda, yang seringkali dianggap kurang peduli terhadap isu-isu seperti ini. Surono Danu menyentil kita dengan kalimat yang lugas dan sedikit menyindir, namun tujuannya adalah untuk membuka mata kita akan realita.
Dengan memahami dan merenungkan pesan dari Ir. Surono Danu, kita diharapkan dapat lebih menghargai makanan dan berperan aktif dalam mengurangi food waste.Â
Setiap langkah kecil yang kita ambil, seperti menghabiskan makanan di piring, dapat memberikan dampak besar bagi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.