Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memiliki Anak Istimewa Bagaimana Menyikapinya?

4 Oktober 2020   21:46 Diperbarui: 4 Oktober 2020   21:56 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



Anak adalah anugerah
Anak Punya Bawaan Lahir
Anak adalah harta yang paling berharga

Hai semua sobat kompasianer selamat datang kembali di tulisan saya mengenai buah hati yang sangat istimewa.

Mendapatkan anugerah dari Sang Pencipta Bumi hal yang patut kita syukuri. Bahkan hal yang melengkapi kebahagiaan rumah tangga kita.

Tapi bagaimana bila Tuhan memberikan kita anak yang terlahir istimewa. Kenapa saya pilih kata istimewa? Kata ini memang sangat cocok untuk buah hati yang dianugerahkan Sang Maha Widi kepada kami. Banyak orang bertanya-tanya. Kenapa? Termasuk saya. Tapi setelah saya sadari ini adalah anugerah dari Dia. Karena saya kuat maka Dia memberikan kepada saya.
Hal-hal yang patut saya syukuri.

dokpri
dokpri
Foto sehabis operasi umur 3 bulan

Bagaimana sikap kami dalam hal mendidik buah hati yang istimewa ini :

1.  Berbesar hati
 
 Terlahir istimewa dari lahir si bungsu di bagian mulut sampai langit-langit mulutnya terbuka. Atau biasa disebut sumbing. Bahkan sempat dokter kandungan meragukan dia bisa minum asi atau susu atau tidak. Sehingga dibuat alat agar susu langsung ke lambungnya sehingga tetangga bertanya- tanya. Kenapa di pasang alat. Saya hanya menjawab, dia tidak bisa menghisap ASI atau dotnya. Saya selalu berdoa pasti ada jalan terbaik untuk buah hati. Ternyata hari ketiga ketemu dokter anak.

"Kenapa harus pakai alat? Ibu tidak yakin anak ini bisa minum pakai dot, bagaimana orang tua yang dulu banyak punya anak seperti ini? Percuma ibu orang Batak!"
"Iya Dok, kemarin malam sempat juga saya kasih susu formula tapi pakai dot. Kemudian datang suster melarang nanti susu itu masuk ke paru- parunya sehingga dibuat alat.
"Nah, sekarang yakin kan, anak ibu bisa minum pakai dot tanpa pakai alat?"
"Yakin Dokter, terima kasih. Sungguh keluar dari ruangan dokter itu, raut wajah kami berdua berseri- seri. Anakku hebat kok. Anak ini normal kok seperti anak-anak lainnya.
Kata- kata dokter anak melekat terus di dasar hati

dokpri
dokpri
2.  Menganggap terlahir normal
Setiap hari  berdoa anak saya pasti disempurnakan Tuhan. Berbagai pertanyaan-pertanyaan tetangga bila saya sedang di luar rumah pada saat jemur buah hati pada pagi hari.

Banyak yang merasa kasihan. Sebentar lagi juga bagus kok. Setelah operasi pada umur 3 bulan. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak muncul lagi. Hanya pada saat umur 5 bulan kekhawatiran sering melanda saya. Karena langit-langit mulutnya masih bolong. Takut makanan itu masuk. Tapi ada saja caranya agar makanan tidak masuk ke langit-langit mulutnya yang bolong. 

Dia makan badannya agak ditinggikan lebih tinggi kepala atau seperti orang dewasa duduk. Tetap saja pikiran ini bilang umur dua tahun sempurna sudah buah hati ini. Dia normal seperti anak-anak seusianya

3.  Memperlakukan buah hati seperti anak terlahir normal.
Karena kondisi mulutnya seperti itu lama baru bisa ngomong hanya nih naoh. Tapi sang suami selalu mengingatkan tetap saja diajarkan atau diajak berbicara nanti bisa kok. Benar setelah dia berumur dua tahun berbicara lancar walaupun masih sedikit sengau. Positif saja tetap diajarkan berbicara yang jelas. " Dek, kalau ngomong jangan cepat-cepat biar jelas.

4.  Memberitahu latar belakang kisah mulutnya
Kami menjelaskan bagaimana dulunya mulutnya lewat foto sewaktu bayi. Dan selalu mengingatkan agar hati-hati. Dia sudah terbiasa tidak merasa berbeda dengan yang lain. Sangat pede malah. Bahkan pernah ikut lomba fashion show di gereja. Pada saat berumur empat tahun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun