Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Gadis Tanpa Gambar

24 September 2020   17:11 Diperbarui: 24 September 2020   17:16 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadis Tanpa Gambar
_____________
Sebenarnya kita ini siapa?.
Sebinarnya kita ini apa?.

Gadis tanpa gambar itu menangis hambar. Air matanya menampar pipihnya hingga terlihat memar. Samar-samar isak, sesak dengan mahir.

Gadis itu kemudian bercerita :
" Tanah kami di rampok. Anak-anak kecil menangis seperti di paksa. Mereka keheranan melihat asap dan bunyi tembakan begitu meriah.

Tapi sayangnya!. Banyak yang tak tahu kejadian ini. Banyak yang kehilangan rasa memiliki antara sesama. Nama-nama solidaritas hanya berkumandang ditengah ajaran agama.

Manusia sibuk menjadi candu yang melestarikan akhlak kotor. Para cukong hanya menghabiskan kampanye untuk menumpuk janji.

Di dasar hati, ibuku menangis tanpa suara. Mati suri, hilang tak berduri."

Gadis tanpa gambar itu tiba-tiba berhenti. Ia berhenti bukan karena tak sanggup lagi bercerita. Ia hanya mencoba membiarkan sebentar air matanya mengalir dengan tenang.

Membiarkan segala luka mencari sebentar kesejukan.
" Di sini kami seperti maling. Tanah leluhur kami dijadikan kesepakatan tanpa pertimbangan. Kami hanya coba membelah isi rumah.

Tapi mengapa!?. Mengapa kami ditodong suara-suara bedil. Inikah adil di mulut kandil?. Ah, mimpi kami sudah buram menjahit bantal."

Untuk kedua kalinya ia berhenti bercerita lagi. Kali ini bukan tentang air mata. Ia hanya memperbaiki tubuhnya lalu berdiri menghadap langit.

" Aku ingin pulang. Pulang memeluk aroma dapur ibu dan dongeng kecil milik Ayah. Aku ingin segala yang ku lihat adalah terang dari bumi. Ini terlalu gelap dan terlihat begitu sunyi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun