Mohon tunggu...
Leo Kennedy
Leo Kennedy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Ridwan Kamil Dampingi Jokowi di Pilpres 2019

10 Desember 2017   13:58 Diperbarui: 10 Desember 2017   14:05 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEBAGAI Walikota Bandung, Ridwan Kamil bisa dibilang merupakan tokoh politik yang sangat aktif menggunakan media sosial. Setidaknya, ada tiga akun media sosial yang dikelola langsung tanpa menggunakan asisten khusus yaitu twitter, instagram dan twitter. Lewat saluran media tersebut, Ridwan Kamil secara aktif menyampaikan ide dan gagasannya serta berbagai program-program pembangunan kota secara langsung ke warga Bandung.

Tentunya dengan mengelola langsung, Ridwan Kamil sudah sudah memperhitungkan jika ada pertanyaan yang mengundang emosi, polemik pro kontra maka dia akan memilih untuk tidak menjawab. Beragam karakter bisa ditemui di sosial media. Dari yang buas, jinak, nyinyir, menyanjung, mencela hingga yang cuek sekalipun ada. Namun Ridwan Kami menerima konsekuensi tersebut..

Baginya, cara berkomunikasi lewat media sosial efekti untuk menata kota Bandung dengan ringkas dan mudah. Tak perlu sering-sering tatap muka langsung atau blusukan ke warga. Dengan jumlah follower twitter 2,8 juta, like fesbuk 3,2 juta, 7,4 juta love di akun media sosial Ridwan Kamil, sudah cukup untuk melakukan komunikasi dengan warganya. Dan rata-rata pera pengikutnya di media sosial itu sangat responsif dan cepat dalam merespon setiap kebijakan ataupun gebrakan baru yang muncul dari Ridwan Kamil. Jadi saat mulai memosting sesuatu di media sosial Ridwan Kamil sudah pasti akan memikirkan secara matang. Dan dia juga sudah paham betul jika para pengikutnya itu akan menyebarluaskan kembali di media sosial masing-masing sehingga menjadi viral dan menyedot perhatian publik lebih luas lagi.

Lewat media sosial pula, Ridwan Kamil bisa melakukan apapun. Mulai dari penyebarluasan informasi dan membangun kesadaran warga, mengklarifikasi berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh para lawan politik, meluruskan pemberitaan yang tidak berimbang di media massa, hingga menetralisir berbagai informasi yang menyesatkan ataupun berita kebohongan seperti hoax termasuk sebagai upaya gerak cepat Ridwan Kamil dalam memberikan bantuan kepada warganya yang membutuhkan.

Keaktifan Ridwan Kamil di media sosial, rupanya sudah terjadi sejak dia belum menjadi Walikota Bandung. Kala itu dia lebih banyak menggunakannya untuk melakukan gerakan-gerakan di media sosial. Dia merasakan efektivitas media sosial dalam melakukan sosialisasi gerakan atau kampanye ke kalangan anak muda. Karena itu strategi membangun komunikasi lewat media sosial terus dilakukan hingga kini. Ridwan Kamil menganggap bahwa sekarang sudah generasi milenial sehingga cara berkomunikasi lewat gadget dirasa lebih efektif meskipun dia sendiri tidak meninggalkan cara berkomunikasi konvensional.

Maka tatkala Ridwan Kamil sedang memutar otak untuk menertibkan pedagang kaki lima (PKL) untuk tidak lagi berjualan di Jalan Kepatihan Bandung karena melanggar Perda Kota Bandung nomor 11 tahun 2005 tentang ketertiban, kebersihan, dan keindahan dan memberlakukan denda kepada masyarakat yang bertransaksi di lokasi tersebut, Ridwan Kamil secara masif menyampaikan pesan melalui sosial media, media massa hingga media luar ruang seperti baligo, spanduk untuk membentuk kesadaran baru warga Bandung akan pentingnya menjaga ketertiban kota. Para PKL itu kemudian direlokasi ke kawasan Gedebage.


Propaganda komunikasi politik Ridwan Kamil melalui saluran media terutama media sosial sangat dirasakan oleh warga Bandung. Dia berhasil melakukan pendekatan persuasi politik selain lewat periklanan dan retorika. Berbagai pesan politik itu kemudian dielaborasikan dengan cantik sehingga warga bisa terpengaruh secara persuasi dan pada akhirnya mengikuti peraturan tersebut dengan sukarela. Keberhasilan memainkan strategi ini pada akhinya ikut mendongkrak citra Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung yang humanis dan taktis melalui manipulasi psikologis yang sudah dihasilkan.

Ridwan Kamil sadar betul bahwa cara efektif untuk pembentukan persepsi adalah melalui media massa dengan salah satunya media sosial tadi. Dia bisa dengan leluasa mempengaruhi persepsi khalayak tentang isi pesan yang dianggap penting. Tentunya, Ridwan Kamil dengan cerdik memilih kemasan pesan prioritas yang akan disampaikan secara smooth dengan mempertimbangkan faktor agenda setting yang akan dimainkan. Dengan begitu persepsi khalayak akan dengan sendirinya terbentuk. Lewat upaya tersebut, Ridwan Kamil dengan piawai memainkan 5 hukum komunikasi REACH : respect (menghargai), empathy (kemampuan mendengar), audible (mau mendengar),clarity(jelas), dan humble (rendah hati).

Namun upaya membangun citra itu hanya berhasil untuk beberapa program tertentu saja. Akibat terlalu asyik bermain sosial media, Ridwan Kamil sampai lupa pada program yang jauh lebih penting yaitu upaya menciptakan pemerintahan yang bersih bebas dari praktek korupsi terutama di pemerintahan kota Bandung. Banyaknya pengusaha yang mengeluh akibat lambannya proses perijinan usaha.  Proses yang berbelit dan berbulan-bulan membuat terjadinya praktek suap antara  birokrat dan pengusaha. Dan demi mendapatkan ijin yang cepat tak jarang pengusaha menggunakan jalan pintas.

Tentunya dengan praktek sepert itu, menunjukan kegagalan Pemkot Bandung dalam membangun tata  kelola perijinan yang cepat dan bebas suap. Akibatnya berdasarkan hasil survei Transparancy Internasional Indonesia (TII) tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Bandung mendapatkan presentase suap yang tinggi hingga menccapai 10,8 persen dari total biaya produksi. Tentunya kabar ini sangat mengejuktkan banyak pihak. Kota Bandung yang dinilai bersih pada  kenyataanya menjadi kota dengan indeks korupsi tertinggi di Indonesia.

Jerry Massie, Ph.D pengamat kebijakan public dari Indonesian Public Institute (IPI), mengatakan apa yang disajikan oleh survey tersebut tentunya sangat berbeda jauh dengan upaya membangun persepsi yang dilakukan dengan smooth oleh Ridwan Kamil. Di satu sisi, publik menjadi terlena dengan cerita kesuksesan Ridwan Kamil di media sosial. "Padahal, selama ini Pemkot Bandung dinilai sudah melakukan pembenahan sistem dan pembersihan di sejumlah instansi guna mencegah suap dan korupsi, tapi yang terjadi justru suap semakin meningkat dan cenderung lebih parah di tahun 2017 ini," kata Jerry seperti dikutip Tempo.

Terkait dengan IPK Kota Bandung, publik bisa melihat rekam jejak (track record) berdasarkan data runtun waktu (time series) dalam beberapa tahun sebelumnya yaitu 2015 hingga 2017. Jerry menyebut, pada 2015, Indeks Persepsi Korupsi Kota Bandung berada di level paling rendah. Artinya, Kota Bandung menjadi kota paling korup dari 11 kota yang disurvei TII. Survei dilakukan serentak pada 20 Mei -- 17 Juni 2015 kepada 1,100 pengusaha dengan menggunakan metode penarikan sampel stratified random sampling.

Dari data survei TII tersebut diperoleh data kota yang memiliki skor IPK tertinggi adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya 65 dan Kota Semarang dengan skor 60. Sedang Kota yang memiliki skor terendah adalah Kota Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru 42 dan Makassar dengan skor 48.

Pengamat pemerintahan dari Local Goverment Institute Studies Bambang Wisono menyatakan, praktek suap di Pemkot Bandung di bidang perijinan berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh TII untuk tahun 2017, terparah dibanding tahun 2015 & 2016. "Artinya pimpinan instansi perijinan di tahun sebelumnya sudah berusaha memperbaiki sistem prosedur perijinan yang bertujuan untuk memberantas suap, namun tahun ini setelah berganti pimpinan, hal tersebut tidak bisa ditingkatkan atau minimum dipertahankan. Perijinan menjadi lebih lambat, pelaku usaha dirugikan dan malah memicu lebih maraknya suap," ungkap Bambang.

Selain itu, PR terbesar Jawa Barat adalah membangun kualitas masyarakat Jawa Barat yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami pergeseran. Jadi tidak melulu membangun infrastruktur fisik seperti sarana umum, taman, trotoar, dan fasilitas lainnya. Saat ini bisa dibilang nilai-nilai orang Sunda sudah sangat jauh berbeda dari keramahan yang kental. Sifat "someah hade ka semah" atau ramah kepada setiap tamu nyaris tidak lagi bisa ditemukan. Apalagi sikap silih asah, silih asuh dan silih asih juga semakin tak terdengar lagi di kalangan warga Sunda.

Ini bisa dilihat dari hasil survey yang dilakukan oleh lembaga Setara  Institute, yang menyebut bahwa Jawa Barat  menjadi daerah paling intoleran sejak 2004. Bayangkan saja dari 10 kota  dengan nilai toleransi rendah, enam kota diantnaranya berada di daerah Jawa Barat. Bahkan penilaian serupa juga dikeluarkan lembaga The Wahid Institute atau kini bernama Wahid Foundation dalam survei tahun 2016, yang menyebutkan Jawa Barat merupakan provinsi dengan kasus radikalisme dan intoleransi tertinggi di Indonesia yang dibungkus agama.

Belum Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menempatkan Provinsi Jawa Barat di urutan teratas daftar daerah dengan jumlah pengaduan kasus intoleransi hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan tertinggi di Indonesia. Koordinator bidang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM Djayadi Damanik menyebutkan pengaduan itu mulai dari pelarangan pendirian gereja, pelarangan KKR di Bandung dan beberapa pelarangan kegiatan di masjid Ahmadiyah.

Agaknya masih terlampau jauh bila kemudian berusaha menyandingkan Ridwan Kamil sebagai calon wakil presiden bagi Presiden Jokowi di Pilpres 2019. Memang tak bisa ditampik kalau tingkat popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil yang sangat tinggi memberikan potensi kuat untuk mendampingi Jokowi di tahun 2019.

Survei terakhir Indo Barometer yang dilakukan pada 15-23 November memperlihatkan, tingkat kesukaan publik terhadap Ridwan Kamil mencapai 76,3 persen, dan tingkat pengenalan publik pada RK sebesar 73,4 persen.

Bahkan dalam pertanyaan terbuka pilihan calon Wakil Presiden (cawapres) untuk Jokowi, survei memperlihatkan Ridwan Kamil ada di posisi ke-5 dengan raihan 5,4 persen. Ia berada di bawah Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, Basuki T Purnama, dan Gatot Nurmantyo. 

Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari menyebut, jika Ridwan Kamil menjadi cawapres nanti besar kemungkinan untuk memenangkan suara di Jawa Barat yang pada tahun 2014 lalu kalah telak dari Prabowo Subianto. Saat itu, Jokowi hanya meraih 40,22 persen suara, sedangkan Prabowo Subianto berhasil meraih 59,98 persen. Selain di Jabar, Jokowi kalah telak di Sumatera Barat (23,08 persen : 76,92 persen), dan di NTB (27,55 persen : 72,45 persen). "Jokowi pasti memperhatikan hitung-hitungan ini," pungkas Qodari.

Namun dengan kondisi yang ada saat ini, sikap Ridwan Kamil yang kurang simpatik terhadap PDI Perjuangan menjadi hambatan bagi kemulusan langkahnya tersebut. Bahkan di kalangan internal PDI Perjuangan sendiri lebih senang mencari sosok cawapres yang mampu menjalankan fungsi-fungsi administratif seperti melakukan perencanaan, monitoring, hingga evaluasi terhadap berbagai program yang sudah dilakukan. 

Apalagi sosok Jokowi merupakan tipe pekerja yang tidak suka menghabiskan waktu untuk sibuk membalas pesan atau bermain media sosial seperti yang dilakukan oleh Ridwan Kamil. Jokowi lebih suka blusukan dan menemui warganya satu-satu untuk kemudian didengarkan masalahnya apa dan kemudian diberikan solusi yang bernas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun