Mohon tunggu...
Leo Kennedy
Leo Kennedy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Ridwan Kamil Dampingi Jokowi di Pilpres 2019

10 Desember 2017   13:58 Diperbarui: 10 Desember 2017   14:05 2444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkait dengan IPK Kota Bandung, publik bisa melihat rekam jejak (track record) berdasarkan data runtun waktu (time series) dalam beberapa tahun sebelumnya yaitu 2015 hingga 2017. Jerry menyebut, pada 2015, Indeks Persepsi Korupsi Kota Bandung berada di level paling rendah. Artinya, Kota Bandung menjadi kota paling korup dari 11 kota yang disurvei TII. Survei dilakukan serentak pada 20 Mei -- 17 Juni 2015 kepada 1,100 pengusaha dengan menggunakan metode penarikan sampel stratified random sampling.

Dari data survei TII tersebut diperoleh data kota yang memiliki skor IPK tertinggi adalah Kota Banjarmasin dengan skor 68, Kota Surabaya 65 dan Kota Semarang dengan skor 60. Sedang Kota yang memiliki skor terendah adalah Kota Bandung dengan skor 39, Kota Pekanbaru 42 dan Makassar dengan skor 48.

Pengamat pemerintahan dari Local Goverment Institute Studies Bambang Wisono menyatakan, praktek suap di Pemkot Bandung di bidang perijinan berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh TII untuk tahun 2017, terparah dibanding tahun 2015 & 2016. "Artinya pimpinan instansi perijinan di tahun sebelumnya sudah berusaha memperbaiki sistem prosedur perijinan yang bertujuan untuk memberantas suap, namun tahun ini setelah berganti pimpinan, hal tersebut tidak bisa ditingkatkan atau minimum dipertahankan. Perijinan menjadi lebih lambat, pelaku usaha dirugikan dan malah memicu lebih maraknya suap," ungkap Bambang.

Selain itu, PR terbesar Jawa Barat adalah membangun kualitas masyarakat Jawa Barat yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami pergeseran. Jadi tidak melulu membangun infrastruktur fisik seperti sarana umum, taman, trotoar, dan fasilitas lainnya. Saat ini bisa dibilang nilai-nilai orang Sunda sudah sangat jauh berbeda dari keramahan yang kental. Sifat "someah hade ka semah" atau ramah kepada setiap tamu nyaris tidak lagi bisa ditemukan. Apalagi sikap silih asah, silih asuh dan silih asih juga semakin tak terdengar lagi di kalangan warga Sunda.

Ini bisa dilihat dari hasil survey yang dilakukan oleh lembaga Setara  Institute, yang menyebut bahwa Jawa Barat  menjadi daerah paling intoleran sejak 2004. Bayangkan saja dari 10 kota  dengan nilai toleransi rendah, enam kota diantnaranya berada di daerah Jawa Barat. Bahkan penilaian serupa juga dikeluarkan lembaga The Wahid Institute atau kini bernama Wahid Foundation dalam survei tahun 2016, yang menyebutkan Jawa Barat merupakan provinsi dengan kasus radikalisme dan intoleransi tertinggi di Indonesia yang dibungkus agama.

Belum Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menempatkan Provinsi Jawa Barat di urutan teratas daftar daerah dengan jumlah pengaduan kasus intoleransi hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan tertinggi di Indonesia. Koordinator bidang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM Djayadi Damanik menyebutkan pengaduan itu mulai dari pelarangan pendirian gereja, pelarangan KKR di Bandung dan beberapa pelarangan kegiatan di masjid Ahmadiyah.

Agaknya masih terlampau jauh bila kemudian berusaha menyandingkan Ridwan Kamil sebagai calon wakil presiden bagi Presiden Jokowi di Pilpres 2019. Memang tak bisa ditampik kalau tingkat popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil yang sangat tinggi memberikan potensi kuat untuk mendampingi Jokowi di tahun 2019.

Survei terakhir Indo Barometer yang dilakukan pada 15-23 November memperlihatkan, tingkat kesukaan publik terhadap Ridwan Kamil mencapai 76,3 persen, dan tingkat pengenalan publik pada RK sebesar 73,4 persen.

Bahkan dalam pertanyaan terbuka pilihan calon Wakil Presiden (cawapres) untuk Jokowi, survei memperlihatkan Ridwan Kamil ada di posisi ke-5 dengan raihan 5,4 persen. Ia berada di bawah Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, Basuki T Purnama, dan Gatot Nurmantyo. 

Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari menyebut, jika Ridwan Kamil menjadi cawapres nanti besar kemungkinan untuk memenangkan suara di Jawa Barat yang pada tahun 2014 lalu kalah telak dari Prabowo Subianto. Saat itu, Jokowi hanya meraih 40,22 persen suara, sedangkan Prabowo Subianto berhasil meraih 59,98 persen. Selain di Jabar, Jokowi kalah telak di Sumatera Barat (23,08 persen : 76,92 persen), dan di NTB (27,55 persen : 72,45 persen). "Jokowi pasti memperhatikan hitung-hitungan ini," pungkas Qodari.

Namun dengan kondisi yang ada saat ini, sikap Ridwan Kamil yang kurang simpatik terhadap PDI Perjuangan menjadi hambatan bagi kemulusan langkahnya tersebut. Bahkan di kalangan internal PDI Perjuangan sendiri lebih senang mencari sosok cawapres yang mampu menjalankan fungsi-fungsi administratif seperti melakukan perencanaan, monitoring, hingga evaluasi terhadap berbagai program yang sudah dilakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun