Mohon tunggu...
Lenterasenja berpijar
Lenterasenja berpijar Mohon Tunggu... Novelis - Wiraswasta

Penulis novel, Editor, Penerbit Indie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kado Ultah untuk Mas Parto

22 Februari 2024   07:07 Diperbarui: 22 Februari 2024   07:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kado Ultah untuk Mas Parto

"Mas, ini kado ultah untukmu." Dengan rada takut, Marni menyerahkan bungkusan pipih berukuran A3 itu di hadapan suaminya.

Seperti yang ia duga, lelaki yang sudah lima belas tahun menemaninya itu menatap Marni dengan tajam. Wajah berbintik jerawat itu seketika menggelap. Kerutan di dahinya menunjukkan bahwa ayah dari dua anaknya itu diliputi tanda tanya bercampur rasa tidak suka.

"Hidup sudah susah, kamu malah buang-buang uang percuma. Tidak usah sok-sokan kamu. Kamu ini memang tidak bisa hidup sederhana, sukanya menghambur-hamburkan uang saja. Punya uang 'seuprit' saja sudah bergaya. Mbok ya beli yang seperlunya saja," semprot Parto sambil menuding-nuding muka Marni.

Marni mengelus dada. Baru saja ia ngomong satu kalimat, Parto sudah membombardirnya dengan rentetan kata. Dalam hati ia menggerutu kesal. Bagaimanapun, yang dibuat beli adalah uangnya sendiri, bukan untuk Parto. Ingin sekali ia balik menyerang, tetapi urung karena tahu kalau balasan dari sang suami pasti lebih kejam.

"Mas, jangan marah dulu," ujar Marni buru-buru. "Aku tahu, ini bukan tradisi keluarga kita. Namun, untuk kali ini saja aku ingin memberikan hadiah ini untukmu." Marni mencoba untuk mengalah.

Parto berpaling. Namun, wajah yang tadi merah padam menahan amarah itu kini terlihat agak melunak, membuat Marni sedikit lega. Ternyata rasa penasaran Parto mengalahkan amarahnya.

Parto memang pemarah, terlebih setelah beberapa tahun ia kehilangan pekerjaan. Bahkan, saking lamanya menganggur, sampai ia lupa bagaimana caranya bekerja. Padahal, ia dulu gila kerja. Mungkin saking pelitnya sama Marni, sampai-sampai Yang Kuasa mencabut satu kenikmatan yang membuat seorang lelaki berharga dan terhormat di mata keluarga, yaitu mendapatkan nafkah.

"Kamu ini memang tukang menghabiskan uang, Mar. Coba hasilkan satu rupiah saja kalau bisa, biar tahu bagaimana susahnya cari uang!" Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Marni membuat hati wanita itu terluka dan sakit hati. Bagaimana tidak, hanya untuk membelikan anaknya sedikit buah-buahan dan cemilan ringan saja ia dibilang tukang menghabiskan uang.

Saking 'mangkel' dan dongkolnya hati Marni saat itu, sampai-sampai dari bibir tipisnya keluar kalimat sakti orang yang terzalimi.

"Jangan sombong, Mas. Jangan sampai Gusti Allah membalikkan keadaan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun