Jalan-jalan naik kereta rasanya memang tidak pernah membosankan. Kita bisa melihat pemandangan melalu jendela, membaca
 koran, mecet-mencet HP, atau sekadar bengong membayangkan apa saja yang bisa dibayangkan. Kecintaan saya terhadap merekaÂ
terbit pertama kali saat diajak orang tua jalan-jalan ke Semarang naik kereta Fajar Utama dari Stasiun Senen. Itu ltu terjadi sekitarÂ
awal tahun '90-an. Â Kereta kelas bisnis dengan kursi empuk panjang dengan senderan bisa dibolak-balik depan belakang, kipas anginÂ
yang menempel di langit-langit tiap gerbong,dan tak lupa meja kecil di depan kursi sudah cukup membuat saya senang menikmatiÂ
bagian dalam kereta. Saat kuliah, naik kereta tidak harus menunggu liburan. Kereta rel listrik atau sekarang nama topnya keretaÂ
commuter line tiap hari menjadi transportasi andalan menuju kampus. Â
Ternyata, hobi naik turun kereta ini nurun ke anak, terutama pada putra kami yang sekarang lulus SD. Siap-siap mau ke SMP. SejakÂ
dia kira-kira kelas 4 SD, udah minta diajak naik kereta. Â Jadilah, saat waktu senggang pada akhir pekan, kami menjelajah ruteÂ
commuter line baik ke Bogor, Cikarang, Tangerang, dan Rangkasbitung. Â Rute ke Nambo sampai saat ini belum pernah kami jelajahi.Â
Penjelajahan rute KRL ini, seringnya cukup kami berdua saja. Â Saat liburan sekolah, rute-rute ke Jawa Barat, Jawa Tengah, atau JawaÂ
Timur kami sambangi. Kalau yang ini, full team lengkap sekeluarga.Â
Jalan-jalan berdua pada akhir pekan dengan menjelajah rute KRL saat waktu senggang dengan Si Abang, ini panggilan kami ke diaÂ
karena masih ada adik lagi, cukup membuat kami senang. Satu sisi, gairah naik kereta saya tersalurkan. Di sisi lain, ini yang lebhÂ
penting, hubungan ayah dan anak semakin kuat dan akrab dengan melalui wadah kereta. Â Dalam perjalanan, obrolan-obrolan ringanÂ
atau sekadar melihat-lihat pemandangan sekitar sambil sedikit penjelasan dari saya tentang suatu tempat atau bangunan yang kamiÂ
lihat dari jendela kereta membuat perjalanan menuju stasiun menjadi lebih bermakna.
Sampai di kota tujuan, hal yang kami lakukan sederhana saja. Cari tempat makan enak  buat makan bareng. Kemudian, cari masjidÂ
yang belum pernah kita datangi untuk melaksanakan sholat sudah cukup menjadi agenda utama. Untuk menuju ke tempat-tempatÂ
tersebut, bisa pesan ojek daring, naik angot, atau jalan kaki. Â Menjelang Maghrib, biasanya kami segera menuju ke stasiun untukÂ
menunaikan sholat Maghrib di stasiun agar tidak terlalu larut malam sampai ke rumah.Â
Kereta seakan sudah menjadi wadah kami untuk saling memberi nuansa hangat di tengah keluarga. Membangun kedekatan, mengisiÂ
hati anak-anak dengan kehadiran ayah dan ibunya semoga membuat masa kecil mereka menjadi berarti. Kami pun sebagai orang tuaÂ
harus siap menghadapi masa saat anak beranjak remaja, waktunya akan lebih banyak dengan teman-temannya. Ini sudah kami alamiÂ
dengan beranjak remanya anak pertama kami, kakaknya  Si Abang yang suka kereta tadi. Namun, ada rasa keharuan ketika anak-anak
tetap menjadikan kami sebagai tempat mereka bertanya dan bercerita. Dan, kereta menjadi salah satu media dalam membangunÂ
kedekatan itu saat mereka kecil. Â Â