Mohon tunggu...
Aji Latuconsina
Aji Latuconsina Mohon Tunggu... -

|Bukan Penganut Ajaran Agama Spilis (Sekulerisme - Pluralisme - Liberalisme) •Provokata @kutikata

Selanjutnya

Tutup

Politik

TGB dan Nasib Tragedi Politik "Loket dan Dorong"

6 Agustus 2018   06:45 Diperbarui: 6 Agustus 2018   07:15 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Baik, saya sudah tahu. Tapi suaranya jangan terlalu besar (kasar)!", tukas kawanku yang sudah tersinggung karena tingkah anak muda yang bangga akan kebodohannya tak tahu disiplin ilmu jual beli. 

Merasa tidak terima dikatakan bersuara besar (kasar), anak muda cacat konsep sosial itu enggan mengalah atau menurunkan nada verbalnya.

"Dari sini tidak kedengaran (maksudnya kotak kaca "LOKET"), maka harus suaranya keras. Mau beli apa?"

Temanku sayang kawanku malang yang sudah tepat berhadapan dengan loket kaca tersebut saat ditanya oleh pelayan toko untuk kesekian kalinya ("mau beli apa?"), kemudian memutar badan dan wajah kecewanya sambil berkata "Sudah, saya tidak lagi jadi beli!"

Ketika memutar motor di depan toko, sempat dilihatnya perempuan muda berbalik dengan sikap badan congkak serta bahunya rata dengan telinganya, berjalan menemui kedua kawannya yang tampak tertawa cengengesan riang tak terkira. 

Sang kawan pun memutar haluan kekecewaan menjadi hikmah berujung pembelajaran bahwa harga diri tak dapat dijual-beli. Bahwa pendirian sangatlah penting menjadi dasar sikap berkelakuan di antara kepentingan yang tidak sejalan. 


Tragedi Akrobat Politik Krusial TGB

Berdasarkan pengalaman kawan di atas, maka dapat ditarik suatu resume sederhana bahwa argumen dari fakta teori pembeli/pelanggan/konsumen adalah raja telah mengalami degradasi kiat manajemen yang sulit. 

Bargaining yang akan terjadi, adakah semata-mata merupakan bagian dari proses transaksi yang anjurkan? Ataukah bargaining semestinya dilakukan tanpa menunjuk hidung siapa yang berhak mendapat status raja dan pelayan.

Akhirnya TGB (Tuan Guru Bajang) adalah salah satu role model di tahun politik ini, entah dia berperan sebagai pelayan atau diraja. TGB secara sadar mengambil peran dalam bargaining politic yang krusial walaupun hanya bermodal dual acting acrobatics dan expertise to manipulated sentiment (keahlian memanuver sentimen). 

Seperti attitude buruk anak muda pelayan toko di atas, implementasi ilmu politik dewasa ini (2016-2019) mengalami fenomena anomali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun