Mohon tunggu...
Lelis S Fadhilah
Lelis S Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Movieholic

Seorang pelajar yang kepo terhadap dunia kepenulisan dan videografi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menilik Solusi Menghadapi Pandemi

14 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 14 Agustus 2021   07:13 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

COVID-19 (Coronavirus Disease of 2019), sejak awal munculnya di Wuhan, China pada Desember 2019, virus ini terus menyebar ke seluruh dunia. Termasuk Indonesia. 

Penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini, menginfeksi paru-paru pengidapnya. Tingkat kegawatan penyakit COVID-19 ini bervariasi. Kebanyakan pasien yang terjangkit virus ini mengalami gejala sedang dan ringan kemudian berat. Sepanjang perkembangannya, virus ini bahkan bermutasi menjadi lebih ganas, varian delta.

Melihat perkembangan yang begitu pesat dengan kasus positifnya yang kian memuncak hingga Agustus 2021 ini, Pemerintah telah banyak melakukan upaya dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19 dalam negeri. Upaya tersebut yang telah diterapkan diantaranya penetapan PSBB, Perpu COVID-19, Stimulus Pariwisata, Pembentukan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Penerapan PPKM, Kartu Prakerja, Sanksi pelanggar Protokol Kesehatan (Prokes), dll.

Sejak awal tahun 2021, pemerintah menerapkan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Mulai dari PPKM Mikro yang pemberlakuannya dalam cakupan kecil seperti lingkungan RT, kelurahan, PPKM Darurat hingga yang terbaru adalah aturan PPKM Level 3 dan Level 4.

Diawal tahun 2021 PPKM sempat diberlakukan di Jawa dan Bali, mulai 11-25 Januari 2021. Kebijakan ini diambil pemerintah untuk mengurangi mobilitas masyarakat pada wilayah tersebut. Pertengahan tahun, PPKM Darurat mulai diterapkan.

Dari sejak pemberlakuan PSBB, pemerintah selain mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat juga telah melakukan upaya dalam mengatasi permasalahan perekonomian masyarakat seperti Kartu Prakerja, penyaluran dana bantuan sosial juga bantuan berupa modal bagi UMKM. Namun, sayang beberapa kebijakan di atas masih tidak bisa berjalan optimal dikarenakan beberapa hal. Seperti penyaluran dana UMKM yang masih belum merata hingga korupsi terhadap dana bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah.

Kembali pada kebijakan PPKM yang diterapkan pemerintah dalam penanganan COVID-19, ternyata ini juga masih banyak menjadi kontroversi ditengah masyarakat. Penerapan kebijakan PPKM yang ada terkadang mempersulit keadaan para pengusaha kecil yang kehidupannya bergantung pada usahanya tersebut.

Beberapa kasus ditemukan para pengusaha rumah makan dan toko misalnya yang nekat berjualan hingga melanggar peraturan berjualan selama PPKM sampai akhirnya Satpol PP melakukan razia sampai penyemprotan terhadap toko tersebut. Pemberlakuan sanksi tersebut bahkan banyak menarik perhatian masyarakat yang dirasanya pihak pemerintah berlebihan dalam melakukan aksinya tersebut. Tidak hanya itu, pedagang kecil lainnya seperti pedagang keliling juga ikut mendapatkan imbas dari penerapan kebijakan ini.

Efektivitas Pemberlakuan PPKM dalam memutus penyebaran COVID-19 juga banyak diteliti oleh beberapa pakar. Peneliti UGM misalnya telah meneliti dalam penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali salah satu penelitinya, Cahyani Widi, mengungkapkan bahwa PPKM Darurat berjalan kurang efektif di beberapa provinsi wilayah pulau Jawa.

Dari hasil penelitian tersebut juga ditawarkan beberapa rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah diantaranya tetap perlu mempersiapkan fasilitas untuk penanganan pasien COVID-19 dan memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat di luar rumah juga membatasi arus masuk bagi orang luar negeri untuk berkunjung ke Indonesia. Namun, lagi-lagi penerapan kebijakan pemutusan mata rantai COVID-19 ini menjadi kegalauan bagi masyarakat negeri tak terkecuali pemerintah. Utamanya dalam aspek kesehatan dan perekonomian.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa pemerintah ketika memberlakukan kebijakan PPKM nyatanya penerapan kebijakannya ini masih menyulitkan masyarakat kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Dari hal ini tentunya dibutuhkan solusi yang lebih konkrit untuk dapat mengoptimalkan kedua unsur baik dari segi kesehatan maupun perekonomian masyarakat yang harus dipenuhi.

Pada bukti-bukti yang ada di atas tadi, maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal yang sekiranya bisa menjadi langkah konkrit pemerintah dalam penanganan COVID-19 dalam mengoptimalkan pemutusan mata rantainya dengan tetap mempertimbangkan aspek perekonomian masyarakat.

Pertama, pemerintah harus memberikan jaminan kepada tiap-tiap wilayah yang diberlakukan PPKM berupa pemenuhan sandang pangan dan kebutuhan terkait lainnya untuk masyarakat wilayah tersebut. Hal ini dapat dilakukan pemerintah dengan bekerjasama antar wilayah untuk ikut menyumbang dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Berkaca pada masa lalu, di masa kekhalifahan Umar bin Khattab R.A. Pada suatu waktu beliau hendak mengunjungi negeri Syam dan ternyata ketika itu terjadi wabah di negeri tersebut. Langkah yang beliau ambil adalah melakukan musyawarah kemudian membuat kebijakan dengan tidak mengunjungi wilayah tersebut dan melakukan pengumpulan dana dari beberapa wilayah sebagai bantuan untuk masyarakat di wilayah tersebut agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Dan kebijakan ini akhirnya menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat negeri Syam kala itu.

Kedua, sadar bahwa kehidupan di dunia ini sebenarnya adalah medan manusia untuk berbuat baik sebagai misi khalifah yang diembannya ketika tercipta. Ini adalah poin penting yang sering dilupakan oleh berbagai pihak. Baik dari masyarakat maupun pemerintah. Kehilangan kesadaran atas peran khalifah di muka bumi inilah yang menjadikan manusia berlaku sewenang-wenang di muka bumi.

Semisal dana bansos yang dikorupsi, tentu pelaku korupsi ketika itu mengalami kehilangan kesadaran akan misi khalifahnya tersebut. Koruptor lainpun saya kira begitu, melakukan pelanggaran tidak lain adalah hanya untuk memperkaya diri sendiri. Adakah motif lain dari itu? Saya kira, tidak. Inilah yang menjadikan perlunya kesadaran terhadap misi ini bagi manusia agar bisa melakukan misi kebaikan di muka bumi yang sejatinya bumi ini adalah medan investasi untuk dijadikan bekal di kehidupan yang abadi setelah mati.

Ketika langkah pertama pemerintah memberlakukan PPKM kemudian memberi jaminan kepada masyarakat wilayah yang diberlakukan PPKM ini bahwa kebutuhannya bisa terpenuhi dan dari seluruh lapisan masyarakat juga pemerintah sadar bahwa misinya adalah menjadi khalifah di muka bumi, maka pemerintah tidak akan berminat untuk mengantongi dana bantuan tersebut karena sadar bahwa balasan kebaikan dia amanah sebagai pemimpin jauh lebih bernilai ketimbang uang yang bakal dikantonginya.

Pun masyarakat, ketika diberlakukan PPKM tidak akan abai dalam mematuhi protokol kesehatan karena sadar bahwa menjaga diri dan orang lain dari mara bahaya wabah lebih bernilai secara jasmani juga rohani yang dapat memperoleh pahala dari Tuhannya. Sehingga masyarakat sendiri tahu dari perilaku abai tersebut justru akan mencelakakan dirinya bahkan keluarganya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun