Mohon tunggu...
Leksi  Salukh
Leksi Salukh Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis untuk mencatat Fakta yang terjadi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Permainan Tradisional Mbae Petu Kian Tergeser

29 Juli 2017   13:06 Diperbarui: 29 Juli 2017   13:27 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : http://galerianusa.blogspot.co.id/2015/01/meriam-bambu.html

Perkembangan diberbagai bidang, Pada abad ke 21 kini berdampak pada berbagai kehidupan manusia, termasuk Permainan-permainan tradisional yang memiliki nilai kebersamaan, budaya dan nilai sosial. Salah satu permainan tradisional kian tergerus zaman di Pulau Timor. " Mbae Petu" (Permainan Meriam Bambu).

Secara keseluruhan Mbae Petu ( Permainan Meriam Bambu) tentunya di seluruh Tanah Air mengenal, namun bedanya hanya ditiap daerah pasti dengan sebutan masing-masing, sesuai bahasa daerah, tapi cara membuat dan cara bermainnya sama. Musim bermain juga hanya di musim menjelang natal bagi daerah yang berpenduduk nasrani dan di bulan puasa bagi daerah yang berpenduduk muslim. Permainan ini di mainkan juga pada perayaan malam tutup tahun untuk menyambut tahun tahun baru.

Tokoh Masyarakat TTS, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Charles Zeth Babys, dalam percakapannya beberapa waktu lalu mengemukakan bahwa banyak " Mbae Kuan " (Permainan Tradisional) seperti Piol, (Gasing) Ken Oh, ( Senapan Bambu), Aka Male, (Congkak) Loit Hau ( Cungkil Kayu) Hel Tani ( Tarik Tambang) dan lain sebagiannya sudah perlahan tergerus zaman, dengan masuknya permainan moderen yang muda ditemui dan praktis dimainkan dengan harga mura dan terjangkau. Meskipun disisi lain permainan modern menghilangkan nilai kebersamaan.

Salah satu (Mbae) Permainan tradisional "Petu "(Meriam Bambu) dari dulu sebagai permainan yang menyemarakan suasana natal dibulan desember menjelang natal tiba di Kabupaten Timor Tengah Selatan." Dulu jelang natal di mana-mana anak laki-laki Mbe Petu Uf, untuk menyemarakkan suasana natal dan akhir tutup tahun, sekarang sudah tidak semarak dulu, karena ada petasan kemasan pabrik yang beredar luas dan muda ditemui. " Ungkapnya.

Mbae Petu yang terbuat dengan bahan dasar dengan potong bambu ukuran panjang 1,5 -2,5 meter atau 3-5 ruas dan diameter bambu berukuran 4-5 inci. Pengunaan bambu untuk membuat juga tidak serta merta, tapi biasannya diperhatikan juga usia bambu tersebut, karena usia bambu berpengaruh pada bunyi saat bermain." Orang di kampung biasanya memilih bambu/ betung yang ruas didekat pohon dan usia bambu itu harus tua( Peut Uf), karena itu bunyi saat bermain lebih nyaring,"katanya.

Proses untuk menjadi Meriam Bambu, terlebih duluan mempersiapkan bambu, Selanjutnya batang bambu di lubangi mengunakan linggis atau kayu yang unjungnya diruncing dengan cara menikam agar batasan ruas tersebut bisa berlubang. Selain itu, di perlukan lubang dengan jarak sekitar 10 cm dari pangkal batang bambu dan lubang berbentuk bulat atau kotak tergangtung dari selera pembuat. Lubang tersebut ukuran maksimal sebesar jari kaki, tujuan lubang kecil tersebut adalah sebagai lubang untuk ketika bermain bisa menyulutkan api. 

Perlengkapan lain yang dibutuhkan adalah kain bekas dan sebatang kayu kecil yang di gunakan sebagai penyulut. Kemudian bahan lainnya adalah minyak tanah yang di tuangkan kedalam bambu melalui lubang yang telah dilubangi. " Dulu belum ada karbit atau spritus, minyak tanahlah satu-satunya sebagai bahan untuk Mbae Petu,"katanya.

Permainan Anak Laki-Laki

Filosofi Mbae Petu juga tak terlepas dari perang-perang melawan musuh mengunakan meriam-meriam kuno. Mbae Petu biasanya di mainkan secara berkelompok oleh anak laki---laki dan bisa juga perorangan, tergantung dari suasana, Menurutnya, Terkadang "Mbae Petu", saling adu bunyi antar kampung, seperti Kampung A bermain mengarahkan pantulan bunyi ke Kampung B dan ketika mendengar sasaran bunyi, maka kampung B akan mempersiapkan juga untuk adu bunyi dengan bermain dan ketika bermain akan terjadi saling ejekan dengan teriakan ditiap kampung. Adu bunyi bukan saja antar kampung, tapi bisa antar rumah, bagi tiap rumah yang mempunyai anak laki-laki.

"Sekalipun saling ejek dengan teriakan, karena bunyi dari satu kurang nayring, tapi itu memiliki nilai kebersamaan dalam rangka merayakan hari natal di TTS," Kata Tokoh asal Kecamatan Kunfatu ini.

Mbae Petu Bergeser

Permainan yang dulunya di mainkan dengan mengunakan bahan bambu/ betung dan minyak tanah, kini sudah jarang ditemukan yang terbuat dari bambu, kalaupun ditemukan hanya dipedalaman Kabupaten TTS. Yang ditemukan di kota adalah rakitan kaleng bekas dengan bahan bakar spritus. Bahkan sudah modern petasan produksi pabrik dengan memiliki ragam bunyi dan bentuknya serba modern." Mbae Petu, sudah tidak dipakai lagi, kecuali di kampung-kampung yang masi gunakan, karena sekarang sudah gampang ditemui petasan produksi pabrik dengan jenisnya macam-macam dan bunyi nyaring diudara saat dibakar,"Ungkap Mantan Anggota DPRD Propinsi NTT tahun 90-an ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun