Mohon tunggu...
Kang Chons
Kang Chons Mohon Tunggu... Penulis - Seorang perencana dan penulis

Seorang Perencana, Penulis lepas, Pemerhati masalah lingkungan hidup, sosial - budaya, dan Sumber Daya Alam

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sumberdaya Maritim dalam Konteks Penguatan Geopolitik

28 September 2018   13:52 Diperbarui: 28 September 2018   14:59 2010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : mediaindonesia.com

Pola pendekatan pembangunan nasional selama lebih dari 3 (tiga) dekade yang lalu pada kenyataannya menyisakan berbagai masalah baik aspek ekonomi, sosial dan bahkan politik.

Pendekatan pembangunan yang berbasis daratan (land based-development) sangat kentara menjadi fokus utama Pemerintah dikala itu dalam upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi. 

Namun faktanya pertumbuhan ekonomi yang digadang-gadang akan mampu menjamin kesejahteraan masyarakat itu, justru menciptakan pertumbuhan ekonomi yang bersifat sentralistik.

Sentralistik karena pada kenyataannya dampak pertumbuhan makro ekonomi tersebut hanya dirasakan oleh kalangan tertentu khususnya korporasi dan secara kewilayahan hanya terpusat di Pulau Jawa, dengan kata lain masih berbasis pada "Jawa Sentris".

Kondisi di atas kemudian memicu timbulnya kesejangan ekonomi sebagai akibat dari ketidakseimbangan pemerataan pembangunan antara Jawa dengan Daerah-dearah lain di Indonesia terutama di kawasan Indonesia Bagian Timur. Padahal, kita tahu Kawasan Indonesia Bagian Timur merupakan daerah yang merupakan basis sumberdaya alam, namun ironisnya justru tidak mendapatkan nilai tambah apapun dari besarnya nilai ekonomi sumberdaya alam tersebut. 

Ketimpangan ekonomi inilah, kemudian justru secara politik mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya fenomena kecemburuan sosial yang memuncak dan terjadi pada wilayah-wilayah yang berbasis sumberdaya alam yang nota bene secara geografis berada pada garis depan NKRI sangat berpotensi mengancam stabilitas ekonomi, dimana secara langsung berpengaruh terhadap stabilitas politik.

Akibatnya ketimpangan yang sedemikian besar juga secara tidak kita sadari ternyata berpotensi menggerus nilai-nilai nasionalisme masyarakat yang berpotensi memicu munculnya fenomena "dis-integrasi" bangsa.

Dilain pihak, fenomena keterbelakangan akibat ketidakadilan pemerataan ekonomi ini menjadi sasaran empuk masuknya pengaruh negara asing yang pelang-pelan seolah menawarkan harapan baru kemajuan, inilah yang kemudian patut diwaspadai.

Menariknya, konsepsi pembangunan nasional yang berorientasi pada wilayah daratan sebenarnya secara tidak langsung telah menggiring kita untuk melupakan jati diri bangsa Indonesia yang sebenarnya. Kita seakan lupa bahwa karakteristik negara Indonesia adalah negara kepualauan (archipelago state) yang sudah barang tentu membutuhkan sentuhan khusus bagaimana mampu menjamin pemerataan pembangunan yang berkeadilan bagi seluruh wilayah NKRI. 

Padahal dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) disebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa prinsip Negara Kepulauan bukanlah sebagai alat pemisah, melainkan sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara.

Pasca orde baru, yaitu dalam era kepemimpinan presiden Gusdur, kesadaran akan pentingnya memahami kontek geostrategi Indonesia mulai muncul dengan ditandai terbentuknya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun