Â
Beberapa waktu lalu konsumen dikejutkan dengan laporan adanya bahan berbahaya dalam produk daging ikan patin (dori) yang diperdagangkan pada salah satu retail di Indonesia. Hasil pemeriksaan laboratorium menyimpulkan bahwa dori tersebut mengandung Tripolyphosphate semacam  pemutih yang melebihi ambang batas dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengklaim bahwa produk dori tersebut adalah hasil impor illegal, karena faktanya KKP tidak pernah memberikan rekomendasi izin impor terhadap perusahaan manapun untuk melakukan importasi.
Hasil penelusuran terhadap data importasi patin di Badan Pusat Statistik (BPS) memang menyimpulkan tidak ada catatan Indonesia melakukan importasi patin dalam kurun waktu tahun 2013 hingga 2016. Berdasarkan data International Trade Center (ITC) mengenai data ekspor di negara lain terhadap Indonesia, menunjukkan bahwa justru ada catatan data ekspor patin dari Singapura ke Indonesia.
ITC mencatat setidaknya dalam kurun waktu tahun 2016 volume ekspor produk Patin termasuk dori dari Singapura ke Indonesia sebesar 1.771 ton dengan nilai ekspor mencapat lebih kuran 5,01 juta US$ (dikutip dari Suhana.web).
Apakah Singapura produsen ikan Patin? Faktanya Singapura bukan produsen patin. Hasil uji sampel tehadap produk tersebut menyimpulkan 98-100 persen ikan dori tersebut berasal dari Vietnam.
Artinya, dalam hal ini Singapura melakukan re-ekspor produk patin asal Vietnam ke Indonesia. Kasus ini, lagi- lagi menunjukkan sistem perdagangan yang tidak sehat, dimana dalam payung Masyarakat Ekonomi Asean  (MEA) mestinya arus barang jasa dapat lebih terkontrol khususnya bagaimana mengantisipasi perdagangan yang bersifat ilegal.
Ekspor dori Singapura kuat dugaan dilakukan secara illegal melalui pintu masuk pada pelabuhan-pelabuhan laut yang tidak resmi, menuju Batam dan Medan, lantas dibawa ke Jakarta. Kita kecolongan karena pengawasan di pelabuhan tikus tersebut memang tidak ada.
Penerapan import risk analysis terhadap produk pangan yang masuk ke wilayah NKRI harus semakin diperketat dengan melakukan pengawasan ketat termasuk di pintu-pintu masuk pelabuhan non resmi.
Upaya kita berjibaku dalam memenuhi standar/sertifikasi persyaratan ekspor produk dari negara-negara importir yang semakin ketat, harus juga diperlakukan sama atas produk impor yang akan masuk Indonesia di era globalisasi saat ini.
Pemerintah harus segera menggandeng pengusaha retail termasuk pelaku usaha online (e-commerce) yang memasarkan produk hasil perikanan untuk mulai menerapkan standar/sertifikasi keamanan pangan bagi produk yang diperjual-belikan. Termasuk mendorong mereka melakukan pengawasan intern dan ruang pengaduan konsumen (hotline khusus pengaduan). Konsumen harus didorong agar melek mutu, dan tanggap terhadap potensi bahaya keamanan pangan pada produk yang dibelinya.