Apalagi sudah "diiming-imingi" menjadi personalia yang berhak mengambil keputusan di waktu yang tidak lama lagi. Rasanya, tidak ada sesuatu yang patut diperjuangkan lagi. Betapa bodohnya diri!
Aku bukan tidak sadar atau merasa cuek dengan situasi ini.Â
Hanya saja aku merasa mungkin sudah cukup jadi pribadi yang sudah terbentuk demikian. Tidak ada bayangan akan punya sesuatu yang melebihi dari apa yang "dinikmati" selama ini.
Kemudian datanglah kesempatan menjadi seorang jurnalis di sebuah media yang ketika kamu cari di google hanya secuil informasinya.Â
Meski demikian, media ini memberiku kesempatan untuk mengeluarkan potensi yang ada di dalam diri, rahmat dari Dia Sang Ada. Dan meminta untuk bermimpi lebih jauh ke depan.Â
"Jadikanlah ini sebagai batu loncatanmu ke depan!"ungkap CEO-nya saat menerimaku untuk bergabung.
Aku bayangkan menulis itu mudah, haha.Â
Ternyata tidak sama sekali!Â
Aku biasa menulis tulisan fiksi, tetapi tidak konsisten, bahkan mau kosong dua sampai tiga tahun. Satu tulisan pun tidak muncul.Â
Soalnya, hatiku sering berseru, "ya sudahlah, jadi biasa-biasa saja!"
CEO tersebut seorang sederhana, tetapi tegas.Â