Indonesia merupakan negara yang besar dengan riwayat perubahan kurikulum yang cukup banyak. Perubahan kurikulum di Indonesia terjadi sebanyak sebelas (11) kali sejak tahun 1947. Kurikulum paling lama yang diselenggarakan di Indonesia adalah kurikulum tahun 1984 dan 1994, dengan kurikulum 1984 dikatakan sebagai "penyempurnaan" kurikulum 1975 dan kurikulum 1994 sebagai "penyempurnaan" dari kurikulum 1984. Naskah kebijaksanaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada kurikulum 1994 menyebutkan beberapa pertimbangan yang menjadi landasan perubahan kurikulum 1984. Pertimbangan perubahan kurikulum menjadi bahan pembahasan dalam Rakernas atau Rapat Kerja Nasional, juga kendala pelaksanaan kurikulum 1984 disebutkan sebagai bagian pertimbangan perubahan kurikulum. Begitu pula dengan kurikulum merdeka yang menyebutkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang mendasari perubahan kurikulum sebelumnya. Artinya, perubahan kurikulum Indonesia sudah melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu yang harapannya untuk merancang pendidikan yang lebih baik.Â
Perubahan kurikulum bisa jadi diperlukan sejauh dimaksudkan untuk beradaptasi dengan perubahan konteks masyarakat dan situasi global, harapannya tanpa meninggalkan filosofi yang mendasari penyusunan kurikulum. Namun, sejauh mana dan bagaimana prosedur perubahan kurikulum diperlukan? Hal ini yang perlu menjadi refleksi bersama mengingat kembali riwayat perubahan kurikulum di Indonesia dan dampak kurikulum yang pernah diterapkan terhadap pemahaman keilmuan pada peserta didik.Â
Salah satu tolok ukur pendidikan yang digunakan dalam perubahan kurikulum saat ini adalah PISA, yang dianggap dapat membandingkan posisi Indonesia dan negara-negara lain. Berdasarkan pengukuran PISA dari tahun 2001, kemampuan anak Indonesia di bidang Matematika, membaca dan sains nampak sempat ada kenaikan hasil pengukuran namun ada kecenderungan penurunan kemampuan dibandingkan pengukuran awal. Secara umum, kemampuan anak-anak Indonesia masih berada di bawah rata-rata skor OECD. Tren hasil ini menunjukkan bahwa keterampilan di ketiga bidang ini masih memerlukan perhatian intensif, bukan sekedar dimaksudkan untuk menaikkan peringkat PISA, tetapi terlebih untuk mengasah potensi anak-anak Indonesia dengan memberikan stimulasi yang sesuai terutama aplikasinya dalam konteks yang luas.
Tolok ukur lain yang dapat diamati adalah kasus-kasus pelajar yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan konsep dasar seperti yang diberitakan di media, juga ketahanan dalam menghadapi masalah. Seperti video yang sempat viral beberapa waktu lalu yang menampilkan pelajar usia sekolah menengah atas yang tidak dapat menjawab soal perkalian atau pembagian, hal ini dapat mengindikasikan dua hal: motivasi belajar para pelajar yang rendah sehingga keinginan untuk menguasai konsep dasar lemah atau kesetaraan fasilitas belajar (termasuk SDM yang mumpuni) yang tidak merata sehingga di daerah tertentu kemampuan pelajar lebih lemah dibanding daerah lainnya. Apabila kita melihat konteks sosial saat ini, ada banyak hal yang menjadi godaan pelajar untuk terus belajar misalnya, media sosial, hiburan-hiburan (seperti film, game online, content-content viral, dsb), nongkrong dalam waktu yang lama, mengikuti tren (seperti make-up, dance challenge, dsb). Keterbatasan fasilitas belajar yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, seperti di daerah pedalaman atau tertinggal, juga menambah lemahnya kualitas anak usia belajar di Indonesia. Bahkan fasilitas pendidikan yang ada di satu kota yang sama juga bisa jadi sangat berbeda, bergantung pada kemampuan sekolah untuk memenuhi kebutuhan para guru dan murid.
Dalam hal kualitas pendidikan, negara yang sering menjadi patokan pendidikan adalah Finlandia, tetapi pernahkah kita membedah secara mendalam cara negara tersebut menerapkan dan mengatur pendidikan untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang baik? Apakah kurikulum Indonesia perlu mencontoh kurikulum internasional? Apakah Indonesia perlu menyusun kurikulum yang sesuai dengan konteks masyarakat Indonesia yang penuh keragaman dan fasilitas pendidikan yang juga beragam? Mari kita lihat dan belajar dari penyusunan kurikulum internasional.
Salah satu kurikulum internasional yang disusun berdasarkan konteks global dan lokal untuk membantu anak memahami konteks yang berbeda dan keterkaitan konteks global dan lokal adalah International Primary Curriculum atau IPC. Kurikulum ini disusun untuk memenuhi kebutuhan sebuah institusi yang memiliki karyawan dengan berbagai latar belakang dan para anak karyawan yang ikut serta mengikuti tempat kerja orang tua. Pembelajaran yang berdasarkan konteks ini dijabarkan dalam tema-tema yang dapat menaungi latar belakang peserta didik yang beragam dan mengintegrasi beberapa mata pelajaran sekaligus. Kegiatan pembelajaran yang menggunakan IPC dirancang dengan aktivitas-aktivitas berbasis proyek yang dapat mencapai tujuan pembelajaran, tidak sekedar melakukan kegiatan yang berbau materi pelajaran. Selain itu, anak juga diajak untuk menilai perkembangan belajarnya dan memikirkan strategi apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan belajarnya. Evaluasi terhadap pencapaian belajar dapat membantu anak untuk menilai diri sendiri dan menentukan strategi belajar yang dapat membantunya mencapai tujuan pembelajaran.
Contoh kurikulum lainnya adalah Cambridge Curriculum. Kurikulum ini disusun untuk menyiapkan anak yang ingin menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi sehingga keterampilan yang dilatih adalah keterampilan berpikir ilmiah dengan menekankan keruntutan, kemendalaman, kemandirian, dan komunikatif. Penyusunan materi, sebagai contoh matematika, memperhatikan tahapan berpikir matematis berdasarkan kelompok topik yang terus meningkat tingkat kedalaman materi berdasarkan jenjang usia. Penerapannya dilengkapi dengan workbook yang dilengkapi dengan contoh pengerjaan. Pada jenjang kelas bawah, penjelasan materi disertai contoh konkret yang sederhana sehingga membantu peserta didik memahami konsep matematika dengan benar.Â
Kurikulum Indonesia saat ini mencoba mengikuti konsep kurikulum internasional dengan menerapkan tema-tema yang menghubungkan antar mata pelajaran dan kegiatan berbasis proyek. Adopsi kurikulum internasional menjadi kurikulum nasional Indonesia bisa menjadi langkah baik untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Namun, sama halnya dengan penyusunan kurikulum internasional seperti IPC maupun Cambridge Curriculum, tujuan utama dari kurikulum perlu ditentukan agar penerapan kurikulum dapat terukur dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apakah Indonesia ingin memiliki pendidikan yang mengakomodasi keragaman budaya Indonesia, melatih anak untuk siap bersaing secara global, menguasai konsep keilmuan secara mendalam, atau melatih karakter anak untuk menjadi pribadi yang tangguh dan dapat beradaptasi di berbagai situasi? Melihat situasi Indonesia saat ini yang penuh intrik, nampaknya pendidikan yang melatih karakter anak, tentu dengan didukung oleh pendidikan dalam keluarga, untuk tangguh, mudah beradaptasi, memiliki empati dan kecerdasan emosional, ketekunan dalam menghadapi berbagai situasi, dan integritas. Siapkah para pendidik dan pemerintah kembali merenungkan kurikulum Indonesia untuk menemukan pola pendidikan yang mencerminkan kekhasan Indonesia?
Sumber bacaan:
International Primary Curriculum: https://internationalcurriculum.com/international-curriculum/primary