Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Permata Hatiku Dipeluk yang Lain

29 Juli 2017   06:01 Diperbarui: 29 Juli 2017   18:32 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sesaat ia ragu. Beranikah ia datang ke sana? Sanggupkah ia melihat putri cantiknya dipeluk pria lain? Pria kurus bermata sayu itu menghela napas. Menguatkan hati, lalu mengambil sebentuk gitar di sudut rumah. Belasan tahun ia memiliki benda itu. Alat musik yang kerap kali membantunya dalam keadaan terjepit. Terutama saat ia tak mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan barang-barang bekas. Gitar ini bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan uang.

"Hei Muka Boros, kamu mau kemana?"

Baru dua langkah meninggalkan rumah kecil berdinding papan itu, seseorang menepuk pundaknya. Tanpa menatapnya pun ia tahu siapa yang baru saja menegurnya. Hanya Reza yang memanggilnya begitu. Entah itu panggilan akrab atau bermakna penghinaan. Yang jelas, Reza sudah berhenti memanggil nama aslinya yang indah: Syarif.

"Aku mau ke rumah Tuan Calvin." jawab Syarif.

Kedua alis Reza terangkat. "Ngapain lagi kamu ke sana? Jelas-jelas kamu nggak punya hak lagi buat ketemu anak itu!"

"Cuma mau lihat dari jauh kok. Aku nggak akan ganggu mereka."

Reza mendesah pasrah. Tahu persis karakter sahabatnya. Ia tak tega membiarkan Syarif pergi sendirian. Dilangkahkannya kaki mengikuti Syarif. Mengundang tanya dari pria kurus pembawa gitar kuno itu.

"Aku temani kamu ya? Masa aku biarin kamu sendirian. Nanti kalau kamu disangka maling kayak dulu lagi gimana?" Reza tersenyum penuh simpati.

Syarif balas tersenyum. Salut pada lelaki berkulit hitam yang telah bersahabat dengannya sejak kecil. Ia memang tak salah pilih.

**     

Kedua tangan Syarif gemetar hebat. Matanya berkaca-kaca. Ya Allah, putrinya ada di sana. Tengah bermain dengan riang bersama ibu dan pengasuhnya. Putrinya terlihat semakin cantik. Rambutnya memanjang dengan cepat. Lesung pipi membuat parasnya makin menawan. Baju yang dikenakannya pastilah mahal. Air mata Syarif meleleh. Bukankah seorang pria boleh menangis? Tak ada yang mengharamkan air mata bagi kaum pria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun