Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Incest"

5 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 5 Maret 2019   06:19 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jari-jari lentik Syifa menyambut uluran tangan kokoh nan hangat milik Adica. Mereka bertatapan, lama. Makin dalam tatapan mereka. Makin dalam hati mengukir rasa.

"Mengapa kauterima saja ciuman Diana?" desah Syifa.

"Aku refleks, Syifa. Tadi aku sangat takut. Aku mengkhawatirkan Abi. Diana datang menciumku. Ciuman bisa meringankan stress, begitu katanya."

Tanpa diberi tahu pun, Syifa paham manfaat ciuman secara psikologis. Tapi mengapa harus Diana? Hatinya menjerit tak rela.

Tidak, seharusnya Calvin pergi menyusul Revan. Ia tetap di sini. Bukan bermaksud mengganggu, bukan pula ikut campur. Dia hanya mencemaskan kakak-beradik Assegaf. Itu saja.

Tangan Adica dan Syifa bertaut. Lama-kelamaan, jarak di antara mereka menyempit. Adica mendekatkan wajahnya ke wajah Syifa. Angin berdesir halus, memainkan rambut mereka. Di kaki langit sebelah barat, bola merah keemasan memendarkan cahaya terakhirnya. Siap mengucap salam perpisahan. Ditingkahi lambaian sedih lembayung dan seberkas warna ungu kemerahan.

Wajah mereka kian dekat. Kian dekat, kian dekat, kian dekat. Syifa menikmati ketampanan kakaknya dari jarak terdekat. Adica dapat melihat ujung hidung Syifa memerah, dapat melihat bekas-bekas air mata di wajahnya yang cantik. Sungguh, jarak mereka kini tak terpisah sesenti pun. Tepat ketika ujung bibir mereka nyaris bersentuhan...

"Uhuk..."

Spontan Adica dan Syifa melompat berpisah.

Oh tidak, sekarang Calvinlah perusaknya. Tak sengaja ia menjatuhkan iPhonenya. Calvin terbatuk, noda darah mengotori jas putihnya. Punggungnya serasa ditusuk ratusan jarum jahat.

"Calvin, are you ok?" tanya Adica dan Syifa, tergesa mendekati sahabat mereka yang paling tampan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun