Mendengar itu, Syifa terperangah. Disambuti tawa meremehkan Revan.
"Ya ampun...Syifa, Syifa. Masa kamu jealous sama kakakmu sendiri? Brother complex!"
Ini bukan penghiburan, tapi judgement. Revan tak tahu sikon. Kian tebal mendung di wajah Syifa.
Dari kejauhan, Calvin memperhatikan Syifa. Ia tak bisa diam saja melihat Syifa dibully Revan. Dihampirinya putri bungsu Zaki Assegaf itu. Lembut ditepuknya punggung Syifa.
"Kalau kamu menangis, tanganku siap buat hapus air mata kamu." tawar Calvin.
Aura kharismatik Calvin sukses membungkam Revan. Yah, lagi-lagi malaikat tampan bermata sipit. Selalu bisa menenangkan. Revan mundur lima langkah.
Sedetik. Tiga detik. Lima detik, Syifa tergugu. Air matanya terjun bebas membasahi pipi. Calvin memeluknya, pelukan persahabatan yang hangat penuh kasih. Cairan yang menyembur dari mata dan hidung Syifa membasahi jas putihnya. Tangisan kecemburuankah? Bukan, bukan hanya itu. Tetapi juga tangisan kesedihan.
Momen pelukan Calvin-Syifa tertangkap radar Adica. Satu kakinya melayang di anak tangga teratas, namun ia enggan melangkah. Rasa bersalah menghantam hati. Detik berikutnya, ia berlari ke rooftop. Biola putih meluncur keluar dari dalam tas yang mengurungnya.
Dengan lembut tapi cepat, Calvin melepas pelukannya. Memberi kesempatan bagi Adica dan Syifa. Terkagum-kagum mendengar alunan biola yang menggetarkan rasa.
KasihSudah ku akui