Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemilu, Cepatlah Usai

1 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 1 Maret 2019   15:25 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadis cantik itu mencurahkan isi hatinya pada Young Lady. Gegara Pemilu, durasi kerjanya jauh lebih panjang. Weekend pun harus masuk kantor. Pemilu membuatnya bekerja lebih keras untuk memonitoring media. Dampaknya, ia menjadi sangat sibuk. Sampai-sampai tak lagi punya waktu untuk melakukan hobinya.

Ok fine, gadis cantik itu curhat pada orang yang tepat. Young Lady cantik juga terdampak akibat buruk Pemilu. Bahkan lebih parah lagi. Impian Young Lady yang telah susah payah berusaha diwujudkan selama 5 tahun terakhir dengan berbagai usaha, hancur berantakan. Semuanya karena Pemilu bodoh itu.

Young Lady boleh jujur nggak? Honestly, Pemilu itu sangat mengganggu! Bukan hanya mengganggu suasana damai nyaman tenang di Indonesia, tetapi juga kegiatan-kegiatan lain yang tidak ada hubungannya dengan Pemilu pun ikut terganggu. Yang pesta siapa, yang terganggu siapa.

Menurut Young Lady, Pilpres 2019 seperti sinetron yang tak ada habis-habisnya. Oh my God, bahkan Keluarga Cemara dan Si Doel Anak Sekolahan yang tayang bertahun-tahun pun masih jauh, jauh lebih baik dibandingkan sinetron Pilpres yang tidak bermutu. Bagaimana mau bermutu? Bukannya fokus dengan program, kinerja, dan langkah memajukan negara, kedua kubu pendukung malah saling serang.

Blunder sana-sini, sikut sana sikut sini, bersahutan puisi, menghina ulama, mengancam Tuhan, menuduh elite Jakarta hilang akal, mengancam kerusuhan, mengancam Armagedon, serang agama, hoax larangan suara azan, tabloid Indonesia Barokah, serang pribadi, libatkan ibu, libatkan cucu, libatkan pulpen. Astaga, begitukah politik yang beradab?

Sepertinya hanya di Indonesia politik jelang Pemilu sedramatis ini. Di negara-negara lain, politik tak didramatisir. Intrik-intrik menjelang Pemilu sudah sangat berlebihan.

Kompasiana pun ikut-ikutan. Young Lady cantik mulai membaca arah pergerakan media jurnalisme warga besutan Kang Pepih Nugraha ini. Nampaknya, Kompasiana ingin melibatkan diri dalam kancah perpolitikan nasional. 

Dengan apa coba? Dengan meraup income sebanyak-banyaknya dari hits. Perhatikan, artikel-artikel politik saja yang tembus pembaca ratusan hingga ribuan. Yang bisa duduk cantik tiap hari di kolom terpopuler. Itu apa lagi kalau bukan berebut statistik?

Tak ada tempat untuk rubrik lain kecuali politik. Ekonomi, teknologi, humaniora, gaya hidup, kesehatan, apa lagi fiksi, minggir dulu. Semuanya minggir dulu. Hmmmm melelahkan.

Ingin, ingin sekali Young Lady berhenti menulis fiksi sampai Pemilu usai. Sana, biar mereka para prajurit politics war yang sok gagah itu puas-puas berpesta dulu. Barulah nanti, setelah semuanya selesai, mereka bersembunyi lagi. Lupa dengan peperangan politik mereka.

Banyak orang berdalih. Pemilu hanya 5 tahun sekali. Tapi, sadarkah kalian bila drama memuakkan telah dimulai setahun sebelum Pemilu? Kita pun tidak tahu apakah negara akan tetap damai atau tidak setelah Pemilu usai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun