"Saudara pendengar, selamat pagi. Inilah Refrain Radio. Kembali mengunjungi ruang Saudara di frekuensi FM 97.6 megahertz. Kami akan menyelenggarakan siaran sepanjang pagi, siang, hingga malam. Selamat mengikuti rangkaian acara kami dan tetap...merdeka."
Alunan biola menutup pembuka khas Refrain Radio yang dibawakan Adica. Abi Assegaf puas dan bangga. Anak lelakinya itu memang tak perlu diragukan lagi. Sejak Deddy meninggal, Adica lebih banyak mengambil alih program Kuliah Subuh dan Harmoni Pagi. Dia belajar perlahan-lahan hingga menguasai dua program itu.
"Adica pintar ya, Abi. Berbakat tuh..." puji Syifa. Ia memasuki balkon dengan membawa dua cangkir Earl Grey.
"Iya, Sayang. Abi bangga punya dia."
"Abi bangga nggak sama Syifa?"
"Bangga sekali..."
"Sekali lagi Papa dengar nama Assegaf disebut-sebut, Papa akan kecewa padamu!"
Ancaman yang tidak elegan. Sangat tidak khas Tuan Effendi. Calvin menatap mata sang Papa. Dia hanya peduli dan menyayangi Abi Assegaf, apa salahnya?
"Tidak ada yang salah, Syifa. Kau dan Adica tumbuh dengan bakat masing-masing." Abi Assegaf berkata membesarkan hati. Lembut dielusnya rambut Syifa.
Putri kampus itu menyandarkan kepala di dada Abi Assegaf. Nyaman sekali, lama ia tak bermanja-manja dengan Abinya. Abi Assegaf menciumi puncak kepala putrinya. Quality time ayah dan anak, kesempatan langka di tengah kesibukan dan rasa sakit.
"Sakit hati Papa! Sakit tiap kali kamu perhatikan Assegaf itu! Kamu mau melupakan Papa?"