Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Angpau Lebaran Anak, Budaya Materialistis, dan Komersialisasi

11 Juni 2018   03:48 Diperbarui: 11 Juni 2018   04:00 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Nah, ini juga keliru. Memberi uang saat Lebaran agar anak-anak puasanya penuh di bulan Ramadan sangat tidak dianjurkan. Hampir sama seperti poin sebelumnya, anak secara tidak langsung akan diajarkan budaya komersial dan materialistis. Motivasi mereka berpuasa alhasil tergeser. Bukan lagi karena semata beribadah pada Allah, tetapi untuk mendapatkan uang di hari raya. Jangan jadikan uang sebagai motivasi untuk membuat anak rajin beribadah. Sebab nilai ibadah tak sebatas nominal uang. Jangan ajarkan anak untuk komersial dan materialistis sejak kecil. Masih kecil saja sudah begitu, apa kabar masa remaja dan dewasanya?

  1. Budaya pamer dan kecemburuan

Memberikan angpau Lebaran pada anak rentan menimbulkan budaya pamer dan persepsi pilih kasih. Misalnya, keluarga tidak bisa membagi angpau Lebaran pada tiap anak dengan jumlah merata. Atau anak satu merasa uang yang diterimanya tidak sebanyak uang yang diterima anak lainnya.

Kecenderungan untuk pamer dapat terjadi. Anak orang kaya yang besar angpau Lebarannya, akan memamerkan pada teman-temannya. Hal ini bisa memicu kecemburuan pada anak dari keluarga sederhana atau keluarga kurang mampu yang tidak mendapatkan angpau Lebaran dalam jumlah besar. Pada akhirnya, anak akan menyalahkan keluarga karena uang Lebaran yang ia terima tak sebanyak teman-temannya.

Saling pamer dan memicu kecemburuan tak baik untuk perkembangan mental anak. Sejak kecil mereka telah diajarkan rasa iri dan cemburu berlebihan.

  1. Pemberian uang tidak mendidik

Waktu kecil, Young Lady tidak pernah diberikan uang. Young Lady tidak pernah dibolehkan memegang uang sendiri. Kalaupun butuh sesuatu, harus bilang orang tua. Mereka akan mengajak Young Lady ke toko atau pusat perbelanjaan untuk membelinya. Tiap Eid Mubarak, ortu Young Lady tidak pernah memberikan uang. Hanya my Grandma yang memberikan uang pada cucu-cucunya. Itu pun tidak banyak dan jumlahnya rata.

Young Lady pertama kali mengenal uang justru ketika sudah agak besar. Uang pertama yang didapat dalam suatu ajang prestatif. Berlanjut terus dan terus selama bertahun-tahun. Young Lady kenal uang melalui hasil usaha dan prestasi sendiri, bukan pemberian orang tua. Dan...rasanya lebih puas. Pertama kali memegang uang, dan itu uang sendiri. Uang yang dihasilkan dari kemampuan sendiri.

Kata orang tua Young Lady, memberikan uang pada anak kecil bukanlah sesuatu yang mendidik. Uang cepat habis. Jika sudah habis, anak akan minta lagi dan lagi. Uang akan membuat anak malas dan boros. Semakin dini uang diperkenalkan pada anak, semakin besar peluang mereka untuk boros.

Sama juga seperti pemberian angpau Lebaran. Angpau Lebaran diberikan pada anak tanpa tendensi. Tanpa menuntut suatu bentuk usaha tertentu untuk mendapatkannya. Hal ini kurang baik untuk perkembangan mental dan daya juang si anak. Mereka merasa uang bisa didapat dengan mudah. Uang tinggal minta. Padahal kenyataannya tidak begitu. Bukankah uang sulit dicari?

  1. Pemberian uang tidak membekas di hati

Orang tua Young Lady tidak pernah memberikan angpau Lebaran. Bukan berarti mereka tak bisa memanjakan Young Lady. Sebagai gantinya, mereka memberikan banyak baju mahal untuk Young Lady cantik. Semua makanan kesukaan Young Lady tersaji lengkap saat Eid Mubarak. Parsel Lebaran juga selalu ada sewaktu masih kecil. Perhatian full mereka berikan selama hari-hari indah Eid Mubarak.

Dari pada memberi angpau Lebaran, mengapa tidak menggantinya dengan barang atau perhatian? Pemberian uang tidak berbekas di hati anak. Uang cepat habis. Begitu habis, ya sudah. Dilupakan begitu saja, tidak ada kenangan yang membekas sama sekali.

Lain halnya kalau kita memberikan barang atau bentuk perhatian lebih pada anak saat Lebaran. Ciptakan momen-momen yang berbekas di hati mereka dari pada hanya sekedar angpau Lebaran. Percayalah, hadiah selain uang akan jauh lebih manis. Anak lebih mudah mengenangnya. Uang akan bertahan sesaat. Kasih sayang dan momen indah akan bertahan dan dapat dikenang selamanya.

Kompasianers, baik atau burukkah memberikan uang pada anak di hari Lebaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun