Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Muslim Kulit Putih, Kasih di Balik Arabasyi Corba

26 Mei 2018   05:44 Diperbarui: 26 Mei 2018   05:45 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kurang apa masjid eksekutif ini? Masih ada saja jamaahnya yang tertidur saat mendengarkan tausyiah tarawih. Pemandangan lucu ketika dua-tiga pria setengah baya dengan tubuh gemuk mereka, bergerak ke kiri ke kanan pertanda kantuk yang sangat dalam. Apakah sejuknya AC melenakan mereka?

Bila jamaah tua mulai lesu, justru jamaah muda masih bersemangat. Tipe orang muda yang harus dicontoh. Mereka datang ke masjid semata untuk beribadah dan memperkuat ilmu agama. Masjid bukan tempat untuk tidur atau mencari kesejukan.

Samar terdengar suara tawa anak-anak. Mereka duduk di saf belakang menertawakan jamaah paruh baya yang tertidur menyimak khotbah malam ini. Percuma saja khatib menyampaikan materi yang memukau dan menggugah hati bila jamaahnya hanya tertidur.

Lain lagi dengan yang terjadi di saf jamaah wanita. Para wanita bermukena dan berabaya mewah malah menggunakan kesempatan ini untuk mengobrol. Seakan topik pembicaraan mereka sangat penting. Tak satu pun kata dari tausyiah itu tertangkap oleh mereka. Seolah tujuan ke masjid hanyalah untuk mengobrol dengan tetangga, teman terdekat, atau keluarga.

Kembali lagi ke jamaah yang masih terbilang muda. Hanya dua pria tampan ini yang tetap menyimak tausyiah dengan sepenuh hati. Tidak tertidur, tidak menertawakan jamaah lain, tidak pula mengobrol. Bermain gadget pun tidak. Good listeners, begitulah mereka.

Jangan samakan gaya berpakaian dua pria muda tampan ini dengan kebanyakan lelaki Muslim Indonesia lainnya. Mereka terbiasa datang ke masjid dan shalat gaya Turki. Jas atau jubah menjadi pakaian kebesaran mereka saat berkomunikasi dengan Illahi. Dua pria itu makin tampan saja dalam balutan jubah biru muda.

Pria di sebelah kiri memiliki wajah oriental yang begitu menawan. Kedua matanya sipit. Senyumnya memesona. Sedangkan pria di sebelah kanan berambut pirang. Mata biru pucat menambah ketampanannya. Perpaduan tiga ras menjadikan wajahnya begitu unik dan rupawan.

"Bulan Ramadan menjadi momen yang bagus sekali untuk bersedekah. Ayo, siapa di sini yang masih keberatan kalau disuruh sedekah?"

Hanya dua lelaki tampan berjubah biru muda yang tidak mengangkat tangan. Mereka sama sekali tak keberatan harus mengeluarkan uang untuk bersedekah. Toh mereka memang mampu. Selama punya banyak uang, mengapa tidak?

"Mulai sekarang, jangan ragu bersedekah. Jangan takut harta kalian habis. Allah Maha Kaya. Ia akan tambahkan dan lipatgandakan harta kalian. Ia bersihkan harta kalian karena telah disedekahkan."

Tetiba si laki-laki berambut pirang bergerak gelisah. Wajahnya mencerminkan penyesalan luar biasa. Ia berusaha keras menahan diri untuk tidak bicara. Tetapi pria oriental di sampingnya menangkap gelagat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun