Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ku Ungkapkan Perasaanku Melalui Tulisan

6 November 2017   05:56 Diperbarui: 6 November 2017   09:46 2435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Namun saya tak peduli. Sebab saya pribadi sulit diyakinkan dan sulit mempercayai orang lain. Saya terlanjur patah hati. Patah hati membawa saya pada rasa kesepian. Saya merasa tidak dicintai, tidak dipedulikan, dan tidak diinginkan kehadirannya. Saya pikir, buat apa cantik, dikenal orang, berprestasi, dan pintar tapi kesepian dan tidak dicintai? Kesepian bukanlah saat suasana sunyi, melainkan ketika tak ada satu pun yang mempedulikan dan mencintai kita.

Kedua, saya tak habis pikir dengan keluarga besar. Hari Sabtu kemarin, terjadi diskusi kecil di antara keluarga saya. Salah satu anggota keluarga akan menikah. Pernikahannya berlangsung sebulan lagi. Masalah prosesi, schedule, make up, sampai baju dibicarakan tuntas. Lalu, mulailah dipilih siapa-siapa yang akan bertugas di pesta pernikahan. 

Ada saudara-saudara saya yang menjadi penjaga suvenir, bridesmaid, groomsman, menjaga rumah keluarga selama acara pernikahan berlangsung, dll. Semua nama sudah diumumkan. Saya harap-harap cemas, amat berharap bila saya menjadi bridesmaid. Sudah lama saya ingin menjadi bridesmaid. Posisi yang saya idam-idamkan sejak lama. 

Sayangnya, sampai pembagian tugas itu selesai, nama saya tak disebut. Saya kaget dan sedih. Apakah keluarga besar tidak mempercayai saya? Apakah saya sebegitu tidak bergunanya sehingga tidak mendapatkan tugas apa-apa saat keluarga besar punya acara? Apakah seorang wanita bermata aneh yang tidak bisa melihat dengan utuh tidak boleh menjadi bridesmaid?

Satu-satunya orang di ruangan itu yang mengerti kekecewaan saya adalah Mama. Mama memeluk saya, lalu berkata. "Nanti kalo Sarah nikah, kamu jadi bridesmaid. Okey? Begitu juga kalo Clara yang nikah." Saya hanya diam dan tak menjawab. Sepertinya Mama mencintai saya. Cara mencintainya adalah dengan memberi tanggung jawab. Saya dilatih untuk mandiri dan bertanggung jawab. Sebenarnya, saya menginginkan tugas tertentu di pernikahan sepupu saya pun karena saya ingin punya tanggung jawab di sana. Akhirnya, entah apa yang Mama lakukan, dengan tiba-tiba ibu dari sepupu saya itu berkata.

"Ya sudah, Maurinta pertama-tama jaga suvenir. Nah, nanti gabung sama wedding singer. Jadi wedding singer juga."


Mama saya tersenyum senang. Kata Mama, saya disuruh berlatih lagu-lagu cinta yang sering menjadi top 10 lagu yang kerap kali dibawakan dalam acara wedding. Saya lebih kaget lagi. Awalnya saya ingin jadi bridesmaid, sekarang saya malah punya tugas dobel: menjaga suvenir dan menyanyi. Kebetulan ayah dari sepupu yang akan menikah itu dulunya mantan personel grup band. Teman-temannya sesama anggota grup band akan datang dan meramaikan acara wedding itu.

Di sisi lain, saya senang karena diberi tanggung jawab. Namun di sisi yang berbeda, saya tak habis pikir kenapa tidak boleh menjadi bridesmaid. Apakah keluarga besar akan malu jika saya jadi bridesmaid? Apakah saya tidak layak jadi bridesmaid? Menurut saya, penting untuk menjadi bridesmaid karena ini bisa menjadi ajang pembuktian diri. Bahwa wanita bermata biru dan tidak bisa melihat dengan utuh seperti saya pasti bisa. Tidak hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apa-apa. 

Wanita seperti saya ini sering ditindas, direndahkan, didiskriminasi, diremehkan, dan dibully. Hanya kebetulan saya tidak pernah merasakan, karena sejak kecil saya terlatih melewati segala kesulitan, mengasah kualitas diri, dan berani tampil beda. Belajar modeling saja bisa, kenapa jadi bridesmaid saja tidak bisa? Intinya, saya ingin memberi contoh kalau wanita seperti saya ini harus berani dan bisa seperti wanita lainnya yang berpenglihatan normal. 

Menjadi bridesmaid adalah salah satu ajang pembuktian diri. Namun saya harus menunggu pernikahan Sarah dan Clara jika ingin menjadi bridesmaid. Mungkin sepupu saya takut pernikahannya rusak karena saya jadi bridesmaidnya. Sepertinya malu punya sepupu seperti saya. Entahlah, yang jelas saya harus bertanggung jawab dengan tugas baru ini.

Hal ini pun terus berulang dari tahun ke tahun. Tiap kali kumpul keluarga besar, saya tak pernah dilibatkan untuk membantu ini-itu seperti yang lainnya. Membantu beres-beres atau apa. Saya pastilah disuruh duduk saja, kalau tidak disuruh mencicipi makanan. Berbeda jika Mama saya yang mengadakan acara di rumah. Saya diberi tanggung jawab, dilibatkan untuk membantu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun