Mohon tunggu...
Latifah Hardiyatni
Latifah Hardiyatni Mohon Tunggu... Buruh - Buruh harian lepas

Latifah, seorang wanita penyuka membaca dan menulis sederhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Menyambut Ramadan yang Mengalami Pergeseran Budaya

19 Maret 2023   13:26 Diperbarui: 19 Maret 2023   13:28 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tradisi Menyambut Ramadan yang Mengalami Pergeseran Budaya

Oleh: Latifah Hardiyatni

Bulan Sya'ban sudah memasuki minggu terakhir. Hanya menunggu beberapa hari lagi kita memasuki Bulan Ramadan nan mulia.

Bagi umat Islam, bulan Ramadan diwajibkan untuk berpuasa sebulan penuh sejak Subuh hingga Maghrib. Kecuali bagi wanita yang sedang berhalangan (baca: menstruasi) tidak diwajibkan untuk berpuasa. Namun, setelah selesai bulan Ramadan nanti diwajibkan untuk mengganti puasanya.

Untuk menyambut datangnya bulan mulia yang setiap ibadahnya dilipatgandakan nilai pahalanya banyak tradisi yang sering dilakukan oleh masyarakat. Tradisi dan tata cara yang dilakukan dari satu desa dan desa lainnya tentu saja berbeda. Tergantung budaya yang sudah diturunkan secara turun menurun di tengah-tengah masyarakat.

Begitu juga dengan yang diwariskan oleh para pendahulu desa Gupit, Kebonsari, Borobudur. Ada beberapa tradisi yang sering dilakukan untuk menyambut Ramadan.

  • Ziarah Kubur

Ziarah kubur lumrah dilakukan oleh masyarakat sebelum datangnya bulan Ramadan. Biasanya mereka akan melakukan kegiatan ini, menziarahi makam para pendahulu, bersama sanak saudara.

Berbeda dengan desa yang lain, warga desa Kebonsari juga ikut melakukan tradisi Ziarah keliling pada tanggal tua bulan Sya'ban, bisa tanggal 20, 25, atau 27 Sya'ban tergantung pemimpinnya. Pemimpin ziarah keliling sendiri ialah Bapak Kyai Haji Muh. Mansyur Hadziq, pengasuh pondok pesantren Ushulludin dari Bawang, Ngadirejo, Salaman.

Adapun makam yang diziarahi sebanyak 8 tempat. 3 makam di kecamatan Salaman, 3 makan di kecamatan Borobudur (termasuk makam Raden Soekoetjo di dusun Gupit, Kebonsari) dan dua makam di Kecamatan Muntilan. Yakni di Santren dan Gunung Pring.

Peserta yang ikut tradisi ziarah keliling bersama Kyai Mansyur ini juga terbilang banyak. Setiap tahunnya pasti mencapai ratusan peserta. Jalan-jalan desa akan penuh dengan kendaraan roda empat dan roda dua yang digunakan oleh para peserta ziarah.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun