Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemimpin yang Ber - Kurban

7 Agustus 2019   23:33 Diperbarui: 10 Agustus 2019   18:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi figur yang digemari banyak orang tentu sangat menyenangkan, kebanyakan pemimpin adalah orang yang suka dikenal, dominan dan menikmati ketika tampil di muka publik. 

Masalahnya selain hal-hal yang menyenangkan tersebut ada resiko yang sangat besar untuk jatuh dalam egoisme pribadi, kesombongan diri, merasa superior yang maha benar dengan segala idenya, atau justru menggampangkan segala sesuatu karena merasa sudah cakap. 

Demi mencegah hal-hal negatif tersebut pemimpin perlu terus-menerus mawas diri, selalu mendapatkan jawaban untuk sebuah pertanyaan yang sama dan berulang, "Untuk apa aku ada di dunia ini?" Pertanyaan itu akan menjadi alarm yang akan menyala secara otomatis manakala rasa dan karsa kita melenceng dari kebermanfaatan untuk tim, kelompok, atau masyarakat yang kita pimpin, minimal untuk memimpin diri kita sendiri. Alarm itu adalah suara dari nilai-nilai (value) yang kita yakini secara mendalam dilubuk hati kita sebagai pemimpin.

Keyakinan yang kuat akan tujuannya berada di dunia ini membuat seorang pemimpin memiliki arah yang pasti bagaimana dan kemana ia akan memulai perjalanannya, apa yang diinginkannya, bagaimana mencapainya, dan kapan ia harus mengakhiri perjalanan itu. 

Bukankah Nabi sudah mencontohkan hal yang demikian? Ketika Nabi Ibrahim diminta oleh TUHAN untuk mengorbankan anaknya, tentu ada pergumulan batin yang terjadi didalam dirinya yang begitu hebat: antara taat atau menolak. 

Ada pepatah bahwa seekor harimau yang ganas sekalipun tidak akan memangsa anaknya sendiri, dan dalam pergulatan batinnya, Sang Nabi harus memutuskan hal yang rumit ini. Tetapi Nabi Ibrahim menang dalam pergumulan ini, ia berhasil mengalahkan dirinya sendiri dengan melangkah pasti untuk menuruti kehendak Illahi mengorbankan anaknya sebagai bukti kesetiaan dan imannya, pengorbanan yang membawa kesejahteraan dan keselamatan bagi jutaan umat dan keturunannya pada ribuan tahun berikutnya. 

Keyakinan bahwa pengorbanannya akan membawa dampak yang luarbiasa baik bagi ribuan umat dan keturunannya dimasa depan membuat Sang Nabi sangat ikhlas manakala yang terbaik dari dirinya harus dikurbankan.

Inspirasi Sang Nabi memberikan pencerahan kepada para pemimpin untuk memiliki nilai-nilai (value) yang harus diyakininya dengan kuat, yang akan menjadi kompas yang selalu menunjukkan arah utara pada perjalanannya memimpin orang lain dan dirinya sendiri, sekalipun banyak tantangan bahkan godaan untuk berbelok ke arah yang lebih mudah daripada yang sedang dijalaninya.

Sebagaimana inspirasi Sang Nabi tersebut, sekarang mari kita lebih fokus pada judul tulisan ini: Pemimpin yang berkurban.

Poin yang pertama adalah memiliki sebuah nilai (value): berkurban. Bukan secara harafiah diterjemahkan dengan berkurban menyembelih hewan kurban tentunya, sebab berkurban yang dimaksud disini adalah memberikan dirinya untuk kebermanfaatan bagi orang lain, dengan ikhlas. 

Hal ini bisa berarti membahagiakan orang lain, menyelamatkan nyawa orang lain, mengangkat harkat dan martabat sesama, mendudukkan orang lain pada posisi selayaknya, meringankan beban, menggantikan tanggungan orang lain, atau hal apapun yang bermanfaat bagi orang lain tanpa menuntut balas atau pamrih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun