Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Selamatkan Pantat Kita Masing-masing

11 Agustus 2020   08:59 Diperbarui: 11 Agustus 2020   08:56 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

19 derajat celcius. Ya, itulah suhu dingin yang kerap tercatat saat pagi maupun dinihari di Jogja beberapa minggu ini. Sebenarnya bukan cuma di Jogja saja, tapi banyak daerah di pulau Jawa merasakannya.

Konon suhu dingin tersebut salah satu biang keroknya adalah "angin dingin" yang "piknik" dari daratan Australia. Ada sebab lainnya juga, tapi daripada kening kita, terutama kening saya, terlalu banyak berkerut, kita skip saja lah dulu penjelasannya. Bila ingin tahu lebih banyak silakan baca penjelasan dari BMKG.

Tadinya saya sempat berpikir, "Apakah saya saja yang merasa kedinginan?", siapa tahu kita lagi ndak enak badan. Ternyata kala bertanya pada yang lainnya, apalagi memperhatikan cuitan di social-media memang demikianlah kenyataannya. Kita tak sendirian.

Banyak yang merasa kedinginan. Yang bersin-bersin. Yang tadinya mandi dengan air dingin, perlu air hangat. Yang mengubah jadwal mandinya menjadi lebih siang, atau mengurangi frekuensinya, tadinya mandi dua kali sehari menjadi dua hari sekali.

Yang menjadi lebih sering mengkonsumsi minuman hangat. Yang bangun lebih siang. Yang tadinya naik motor hanya dengan kaos oblong sekarang berjaket tebal. Yang menambahkan sweater dan kaos kaki ke dalam asesoris tidurnya, padahal tadinya mungkin sering nggligu.

Ada salah satu "penyesuaian" juga yang dilakukan di suhu yang kerap mendingin ini. Ritual BAB yang kerap diselenggarakan pada pagi hari bisa berpindah lokasi. Dari yang kerap di kloset duduk pindah ke kloset jongkok. Untunglah di rumah ini masih ada dua macam kloset untuk BAB. "Lho, katanya ada tiga macam?" Iya, yang satu di kebon sana, silakan ambil sekop sendiri ..... Gubrak ....

Pernah suatu pagi buru-buru ke kamar mandi untuk BAB. Baru saja pantat menempel di kloset, astaga .... terasa dingin banget. Kalau kayak gini, yang tadinya sudah kebelet BAB, bisa saja jadi mampet. Jangan sampai ah kita jadi pilek cuma gara-gara BAB.

Siang hari menjelang jam 12. Suhu udara menunjukkan 29 derajat Celcius. Kupikir sudah aman untuk BAB di kloset duduk. Ternyata suhu kloset tidak mengikuti suhu termometer. Tetap saja pantat terasa kedinginan.

Jangan mengabaikan sinyal-sinyal yang diberikan oleh pantat kita. Suatu kali saya keukeuh duduk di kursi yang sebenarnya terasa dingin, di sebuah ruang tunggu cukup lama. Pulang dari urusan tersebut, saya langsung bersin-bersin dan pilek. Itu akibatnya kalau ngeyel.

Biarpun yang ngasih tahu adalah pantat, kalau itu adalah sebuah kebenaran ya perhatikan lah. Pantat kita bisa mengajarkan untuk lebih aware terhadap batas kemampuan kita.

Pada suatu kesempatan, saya melihat kejanggalan di sebuah ruang tunggu. Orang-orang yang duduk menunggu terlihat menumpuk di satu sisi saja, sementara di sisi yang lain masih banyak tempat duduk yang kosong, hanya beberapa orang saja yang duduk di sana.

Ketika saya mencoba duduk di sana, pantat saya memberikan jawabannya. Ternyata karena di bagian yang ini kursinya dari besi, sehingga terasa dingin. Orang-orang memilih duduk di bagian lain yang kursinya dari plastik. Karena sudah terlanjur duduk, ya saya mencoba menguatkan hati, eh menguatkan pantat untuk tetap bertahan.

Untunglah, tak perlu lama-lama berlagak sok kuat, karena begitu ada tempat kosong di bagian kursi plastik saya segera berpindah ke sana. Meskipun orang-orang tak ada yang berkomentar, mungkin dalam hati mereka ngomong, "Pantatnya kedinginan, ya, Mas ...." Bagaikan peribahasa, lain di pantat, lain di hati .....

Bagaimana kalau suatu kali mesti duduk di kursi tunggu yang dingin cukup lama? Nah, biar pantat tidak kedinginan, bawalah koran. Bukan buat dibaca tapi buat alas pantat. Mungkin pantat juga butuh literasi.

Suatu kali mesti duduk di lantai marmer yang dingin, koran yang tadinya saya beli buat dibaca, jadilah buat alas duduk. Ketika saya tinggal korannya saya biarkan di situ. Waktu saya lewat lagi, ternyata sudah ada orang yang lagi asyik membaca koran bekas alas pantat saya. Begitulah, ternyata minat baca tidak bisa dikalahkan oleh pantat.

Ada rekan yang membagikan trik, agar bisa tetap BAB dengan nyaman di kloset duduk saat udara dingin. Ambil sedikit air panas dari dispenser, lalu siramkan ke mulut kloset. Nah, dengan demikian kloset tidak terlalu dingin lagi. Ingat, siramkan air panas ke kloset, bukan ke pantat kita. "Kalau tidak ada air panas bagaimana?" Coba saja diamplas pakai tangan ..... Zinggg ....

Konon di negara maju yang beriklim dingin, ada toilet umum dengan teknologi yang mampu membuat pantat para "klien" tidak kedinginan. Entah itu di negara mana saja. Mungkin di antara pembaca Kompasiana yang telah banyak melanglang buana, ada yang pantatnya beruntung pernah menjadi "klien" dari toilet semacam itu, merasakan kecanggihan toilet tersebut, bisa menjelaskannya.

Tidak ada salahnya kan, berbagi pengalaman yang dirasakan pantat kita. Siapa tahu suatu saat pengalaman tersebut akan sangat berguna bagi pantat orang lain. Ngomong-ngomong, apa pengalaman terbaik yang pernah dirasakan oleh pantat panjenengan?

Seandainya pesawat Concorde dioperasikan kembali dan saya beruntung bisa ikut nebeng. Maka hal yang akan menjadi prioritas untuk saya lakukan adalah menjajal toilet pesawat tersebut. Supaya nantinya saya bisa bercerita bagaimana rasanya BAB dalam kecepatan supersonik .....

Jadilah pantat yang bisa merasakan kloset di toilet first class penerbangan jarak jauh maskapai Emirates
Jadilah pantat yang bisa merasakan kloset di kamar Royal Suite di hotel Burj Al Arab
Tapi jadilah juga pantat yang bisa merasakan WC di terminal, pasar, bahkan di empang lele

Mungkin salah satu pantat paling kuper adalah pantatnya Kim Jong Un. Konon kalau pergi kemana-mana selalu ada toilet portabel yang mesti harus selalu sedia mengikuti. Jadi pantatnya Kim Jong Un mungkin hanya berkenalan dengan beberapa kloset saja.

Dulu sewaktu Kim Jong Un lama tidak tampil, banyak isu mengaitkannya dengan terjangkit Covid, bahkan dikatakan sudah meninggal. Kalau menurut saya sih, mungkin Kim Jong Un pantatnya lagi wudunen. Jadi mesti nunggu lama, sampai udun-nya matang, biar bisa diplotot. Adakah dari para pembaca Kompasiana yang berani mlotot udun-nya Kim Jong Un?

Baiklah para sedulur, biarpun pantat kita tidak diasuransikan hingga jutaan dollar seperti pantatnya Jennifer Lopez, dan entah kalau pantat kita digigit tengu nanti bakal ditanggung BPJS atau tidak, jagalah kesehatan dan keselamatan pantat kita. Kita baru menyadari betapa besar jasa dan pengorbanan pantat kita selama ini, kalau lagi wudunen .....

Lempar batu
Sembunyi tangan
Buang angin
Sembunyi pantat

Berjalan peliharakan kaki
Berkata peliharakan lidah
Duduk peliharakan pantat

Pantat yang bijak akan tahu diri, bila tak layak untuk duduk di kursi
Pantat yang bijak akan tahu diri, kapan saatnya tak lagi keukeuh duduk di kursi
Pantat yang bijak akan tahu diri, sudah bukan waktunya berambisi duduk di kursi
Pantat yang bijak akan tahu diri, tak serakah menduduki yang bukan haknya
Pantat bisa jauh lebih jujur daripada mulut
Semoga Tuhan menganugerahkan pantat yang bijak, kepada mereka yang memiliki kuasa, mereka yang memiliki daya, para tokoh bangsa dan pengurus negeri ini
Semoga mereka juga dianugerahi kemampuan menahan mulut, bukan hanya menahan kentut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun