Akhirnya kalau sedang punya stok sabar banyak, saya tuntun dia untuk membaca meskipun satu kata makan waktu lebih dari 5 menit.Â
Kalau sedang terbebani pekerjaan rumah yang lain atau dikejar deadline karena adiknya yang 2 tahun " pup" dengan ikhlas dimana saja, hingga membuat penghuni lain berteriak ,maka sayapun membacakan untuknya kemudian dia tinggal memilih jawaban karena kan cara menjawabnya tinggal tanda ceklis saja.
Tugas inipun setelah saya kumpulkan dengan hati riang karena berkurang beban ternyata diminta dikirim ulang, karena anak saya tidak mencantumkan alasan. Disitu saya ingin nangis dipojokkan membayangkan menuntunnya menulis.
Mengajar anak menulis dan membaca tentu ada ilmunya dan saya ternyata tak bisa. Tiba-tiba saya ingin memeluk Ibu guru saya waktu kelas 1 SD.
Keyakinan saya jika membaca dan menulis sebaiknya dilakukan di kelas 1 SD tiba-tiba luntur. Tahu begini mestinya dia sudah mahir membaca wk wk wk
Tapi ya sudahlah nasi sudah menjadi bubur. Saya harus mengambil konsekuensi dari apa yang saya putuskan. Meskipun nyali langsung ciut melihat anak-anak lain sudah lancar jaya membaca namun saya sok kalem aja.
Kelas 1 SD belum bisa membaca tidak bahaya kok, yang bahaya kalau kesabaran emak atau bapaknya dalam mengajarinya habis.
Meskipun suami menggoda ketika melihat teman-teman sekelasnya sudah pintar menulis sementara tulisan anak saya masih tak jelas bentuk fontnya tapi saya terima dengan lapang dada.
Hanya tugas menggambar saja yang saya bisa jadikan pelipur lara,karena dia bisa dengan mudah melakukannya.Â