Saya adalah orang tua yang sering kali wanti-wanti pada  Guru di TK anak saya mengajar,  untuk tidak menjejalinya pelajaran membaca atau menghitung.
Permintaan saya sempat dibalas oleh kernyitan di dahi Ibu guru, mungkin dia sedikit heran, disaat orang tuanya menetapkan standar agar anak-anaknya selepas lulus dari TK tersebut bisa baca dan menulis,sementara saya malah sebaliknya.
Nah,TK tempat anak saya bersekolah ini memang terkenal mampu mencetak anak-anak yang bisa membaca dan menulis. Sekolah Dasar yang akan dimasuki alumni TK ini konon katanya akan senyum lebar menyambut alumni TK ini.
Banyak yang merekomendasikan TK ini pada orang tua yang anak-anaknya ingin pintar membaca dan menulis saat masuk SD.
Namun Bu guru mengerti keinginan saya. Mereka mengabulkan permintaan saya. Hanya anak saya yang tidak dibekali PR menulis dan membaca.
Kadang saya jadi bahan tertawaan orang tua yang lain. Lah ok anaknya ga pernah mau dikasih PR nulis.Â
"Emang ga pengen pinter?"Â Tanya mereka
Saya hanya tertawa kering tanpa berniat menjelaskan bahwa sepanjang saya baca kurikulum TK, tak ada intruksi yang menyebutkan anak harus bisa membaca dan menulis .Â
Baca juga: Tingkatkan Kemampuan Baca dan Hitung Anak TK di Masa Pandemi melalui Buku Calistung
Bahwa saya tak mau membuat masa belajar anak saya terlalu dini. Kasihan dia ,itu saja yang saya pikirkan
Saya memasukkan TK agar dia bisa bersosialisai. Mengenal teman dan bermain ,hanya itu. Itung-itung pemanasan.
 Biarkan dia belajar membaca di Sekolah Dasar saja. Lah saya emaknya juga belajar menulis dan membaca kelas 1 SD.Â
Belajar membuat pagar, belajar bikin nol, dulu juga kelas 1 SD dan kayaknya guru saya dulu juga fine-fine aja saya masuk sekolah belum baca. So apa masalah nya kalo dia enggak bisa baca?
Sesimpel itu saya berpendapat hingga akhirnya saya harus menerima kenyataan bahwa..tahun ajaran baru dm pembelajaran dilakukan masih dari rumah.
Bagi kakaknya yang sudah ada di jenjang kelas 6 SD tentu tak jadi masalah. Dia sudah bisa membawa diri. Dia sudah tahu jam berapa kelas daring mulai,pelajaran apa saja hari ini dan tugas apa saja yang harus dikerjakan. Semua dia lakukan mandiri.Â
Tapi untuk anak ke dua saya yang masuk kelas 1 SD tahun ini,ternyata tak bisa sesimpel itu.
Iya , memang gurunya membagikan video keren tentangvpembelajaran di setiap mata pelajaran, tapi ada tugas yang harus dia kerjakan.
 Jika hanya sekedar perkenalan saja ya gampang tinggal ambil gambar kumpulkan,lah untuk tugas yang mengharuskan dia mengisi jawaban bagaimana?
Pertama dia belum lancar membaca,ke dua dia belum lihai menulis lah piye iki?
Untuk anak yang huruf b dan d masih tertukar karena katanya mirip, ini sungguh siksaan yang amat pedih.
Akhirnya kalau sedang punya stok sabar banyak, saya tuntun dia untuk membaca meskipun satu kata makan waktu lebih dari 5 menit.Â
Kalau sedang terbebani pekerjaan rumah yang lain atau dikejar deadline karena adiknya yang 2 tahun " pup" dengan ikhlas dimana saja, hingga membuat penghuni lain berteriak ,maka sayapun membacakan untuknya kemudian dia tinggal memilih jawaban karena kan cara menjawabnya tinggal tanda ceklis saja.
Tugas inipun setelah saya kumpulkan dengan hati riang karena berkurang beban ternyata diminta dikirim ulang, karena anak saya tidak mencantumkan alasan. Disitu saya ingin nangis dipojokkan membayangkan menuntunnya menulis.
Mengajar anak menulis dan membaca tentu ada ilmunya dan saya ternyata tak bisa. Tiba-tiba saya ingin memeluk Ibu guru saya waktu kelas 1 SD.
Keyakinan saya jika membaca dan menulis sebaiknya dilakukan di kelas 1 SD tiba-tiba luntur. Tahu begini mestinya dia sudah mahir membaca wk wk wk
Tapi ya sudahlah nasi sudah menjadi bubur. Saya harus mengambil konsekuensi dari apa yang saya putuskan. Meskipun nyali langsung ciut melihat anak-anak lain sudah lancar jaya membaca namun saya sok kalem aja.
Kelas 1 SD belum bisa membaca tidak bahaya kok, yang bahaya kalau kesabaran emak atau bapaknya dalam mengajarinya habis.
Meskipun suami menggoda ketika melihat teman-teman sekelasnya sudah pintar menulis sementara tulisan anak saya masih tak jelas bentuk fontnya tapi saya terima dengan lapang dada.
Hanya tugas menggambar saja yang saya bisa jadikan pelipur lara,karena dia bisa dengan mudah melakukannya.Â
Baca juga: Mayciska, Pelajar Jogja dengan Kemampuan Baca Super Cepat!
Meskipun berat harus stand bye terus mendampinginya saat belajar, tapi ya saya terima konsekuensi pendapat bahwa belajar dan menulis dilakukan pada saat anak masuk kelas 1 SD.
Yang  yang tak pernah terbayang tugas itu kini jatuh pada emak dan Bapaknya,bukan gurunya di sekolah.
Untuk  para orang tua yang bernasib sama semoga kita tetap bersabar,karena hanya itu sepeertinya kunci terbesar dalam mengajar.