Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cerita di Balik Mudik: Bagian 3 (Serial Status Galau Emak-emak Kacau)

18 Juni 2019   13:59 Diperbarui: 18 Juni 2019   14:08 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati Air. Foto: Irma T.H

Bermain di Sungai
Salah satu bagian yang selalu dirindukan saat mudik adalah sungai. Sepulang berziarah ke makam para leluhur kami menemukan sungai. 

Sayang kemarau menyebabkan volume air sungai surut sehingga  badan tak bisa sepenuhnya berendam. Namum bebatuan besar dan kecil terlihat cantik menghiasi sungai. Kalau tak dihentikan,para bocah terus saja asyik berendam dan bermain air. 

Melewati kembali jalan setapak yang merupakan pembatas sawah, harus sedikit berhati- hati karena kalau hilang keseimbangam bisa jadi kaki terperosok ke sawah. Harusnya jangan menggunakan sendal agar mudah melangkah.

Ada yang tahu tanaman apa ini. Foto: Irma T.H
Ada yang tahu tanaman apa ini. Foto: Irma T.H
Jalanan yang kami lewati lebih tak terasa dibandingkan jalur pergi karena banyak pemandangan indah yang memanjakan mata.

Namun tak bisa kami bohongi,bahwa perjalanan ini membuat perut kami lapar lagi. Haduh,dimana kami harus mencari bakso seperti di kota.

Ya,tukang dagang belum banyak yang berani uji nyali di Desa Cipari. Sebagai kampung terujung dekat gunung tentu perlu usaha ekstra untuk sampai di sana. Datang melewati banyak tanjakan dan belokan curam. Pulang harus menahan turunan.

Ikan untuk Makan selanjutnya
Kala kami sedang berencana  ingin mengunyah apa,di kolam ikan yang terletak antara rumah kami dan bibi,nampaklah para pencari ikan sedang melancarkan aksinya.

Alat mereka sungguh sederhana,hanya menggunakan saringan saja. Karena banyak,jadi mudah menyaringnya. Seru juga buat kami penonton melihat mereka berjibaku dengan air dan lumpur.

Para pencari ikan sedang neraksi. Foto: Irma T.H
Para pencari ikan sedang neraksi. Foto: Irma T.H
Kamipun berlonjak girang. Yes, perut kami kembali akan diberilan perbaikan gizi.  Karena sering diambil,maka ikan yang tersisa tinggal ikan kecil. Namun tak mengapa karena ikan- ikan kecil ini sangat gurih jika digoreng.

Selagi menunggu para pemburu ikan,saya mendekati Bibi yang nampak sedang memasak sesuatu. Sebuah wajan besar mengepul asap. Tampak air berwarna coklat.

"Apa tuh Bi?"tanya saya

"Air wedang buat bikin gula,"sambil mengaduk adik bungsu dari Ibu mertua saya itu menjawab.

"Oh,yang dari air lahang itu? Dimasak berapa jam ?"saya penasaran

"Yaaa bisa 2-3 jam lah tergantung banyaknyya lahang yang di didihkan ,nih mau air wedangnya?"

"Wah,kayaknya enak nih,ya mau dong Bi,"jawab saya. Saya memang seseorang yang pantang menolak pemberian wk wk wk.

Bibipun mengambilkan gelas. Segera dituang air wedang ke gelas. Meskipun saya sudah tak kuat ingin menyeruput namun air wedang masih terlalu panas.

Melihat proses pendidihan air wedang. Calon gula merah. Foto: Irma T. H
Melihat proses pendidihan air wedang. Calon gula merah. Foto: Irma T. H
Karena tak sabar,ah saya tiup-tiup deh tuh air wedang,seruput-seruput sedikit nih ,mantap gurih ,manis mirip air bajigur.

Sore sudah menghampiri. Tak lama malampun menggantikan hari. Ikan goreng panas, baru kami nikmati sebagai makan malam. Sesuai perkiraan,nikmatnya sesuai dengan yang dibayangkan. Makannya kembali ramai-ramai.

Apalagi yang nikmat selepas makan selain tidur? Karena kalau perut kenyang entah mengapa mata suka ingin terpejam. Namun jika malam langsung dilewati dengan tidur rasanya kok sayang jauh-jauh pergi ke sini.

Kebetulan rumah panggung yang kami tempati setahun sekali ini biasa ditempati oleh sepupu sesekali. Lumayanlah minimal sebulan sekali meskipun satu atau dua hari di akhir minggu rumah ini berpenghuni.

Nah sepupu ini rupanya sengaka memasang ayunan di luar rumah. Mungkin dia biasa melewati malam sambil merenung di ayunan ini. Bisa juga memandangi bulan dan mengagumi bintang mungkin. Semilir sngin malam membuat mata terkantuk pastinya . Dan suami saya mencoba kehebatan ayunan ini dalam menina bobokan si bungsu. Dan ,yups sepertinya berhasil. Si kecil diantarkan ke kamar sudah dalam keadaan terlelap.

Menina bobokan si kecil dalam ayunan. Foto:Irma T.H
Menina bobokan si kecil dalam ayunan. Foto:Irma T.H
Malam semakin pekat. Suasananya terasa dengan suara binatang malam yang sudah mulai terdengar. Jangkrik ,burung malam dan terkadang anjing.Mereka bersuara seperti simponi yang tak kami dapati di kota. Bisa jadi malam ini tidur kami makin pulas karena mereka.

Yang belum sempat membaca bagian 1 dan bagian 2 boleh deh biar  keseruannya terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun