Mohon tunggu...
Lana Taufiq
Lana Taufiq Mohon Tunggu... -

saya adalah apa adanya saya :-)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ada Sustainable Di Kampung Naga

14 November 2009   10:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:20 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijaksanaan tradisional di Kampung Naga mampu dipertahankan dengan keluguan.

Kampung Naga berada di lembah yang dikelilingi perbukitan. Lokasinya berada 90 km dari kota Bandung ke arah selatan. Posisinya di tepi jalan utama penghubung kotaGarut dan Tasikmalaya di Jawa Barat, tepatnya 26 km dari Garut atau 30 km dari Tasikmalaya. Kekuatan yang dimiliki masyarakatnya dalam mempertahankan tradisi menjadikan kampung yang terdiri dari 111 bangunan ini unik.

Dari tepi jalan raya, untuk mencapai Kampung Naga harus menuruni 400-an anak tangga dari bahan semen dengan sudut kemiringan tercuram 45 derajat, hingga akhirnya mencapai dataran di lembah, di tepi sungai Ciwulan. Tangga ini menjadi satu-satunya jalur masuk paling layak. Selain itu akses keluar masuk kampung bisa juga dari ladang di perbukitan, tapi hanya penduduk setempat yang biasa memanfaatkannya.

Dengan begitu praktis kendaraan bermotor akan sulit mencapai ke dalam perkampungan. Polusi tak ada dan penduduk jadi sehat karena biasa berjalan kaki. Tak terlihat proporsi tubuh para penduduk Kampung Naga yang menimbun lemak.

Sungai Ciwulan yang mengalir di samping pemukiman penduduk berawal dari gunung Cikuray di Garut. Saat kami berkunjung ke Kampung Naga baru lalu terlihat air sungai Cikuray keruh berwarna cokelat.

Kampung Naga berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Area perkampungan menempati lahan seluas 1,5 hektar. Dari 111 bangunan itu terdiri dari 108 rumah, dua rumah tidak ditempati yaitu rumah utama Bumi Agueng dan satu rumah Patamon milik kuncen yang digunakan untuk pertemuan. Bangunan lainya yaitu lumbung padi, balai pertemuan dan masjid.

Jumlah penduduk Kampung Naga ada 306 orang.Agama yang dianut semuanya Islam. Jumlah rumah masih bisa bertambah seiring meningkatnya jumlah penduduk, tapi area 1,5 hektar tak dapat bertambah lagi. Jika nantinya area tak mampu menampung perumahan, dengan kesadaran penduduk harus mencari di luar dengan tetap menjaga tradisi adat istiadat.

Walaupun tak dimasuki listrik rumah-rumah di kampung Naga mampu memberikan kenyamanan pada penghuninya. Jika saja rayap menyerbu rumah-rumah yang didominasi bahan kayu dan bambu itu, tentu saja godaan memakai batu bata tak terbendung. Jika air bersih berhenti mengalir ke Kampung Naga, tradisi tak akan dapat dipertahankan lagi. Tetapi bahan kayu tetap awet dan suplai air bersih mengalir sepanjang tahun.

Seandainya air sebagai sumber utama kehidupan tak mengalir ke Kampung Naga sepanjang tahun. Jika saja tanahnya tak lagi subur menumbuhkan tanaman sumber makanan. Maka kekuatan aturan adat yang selama ini menjaga tradisi tak akan ada artinya jikalau penduduk kampung Naga hidup sengsara.

Hingga kini tradisi kampung terus berlanjut, itu artinya ada sustainable di Kampung Naga yang mampu menunjang keberlanjutan tradisi tetap terjaga. Hutan larangan di bukit barat dan timur yang tak boleh dimasuki, apalagi ditebang pohonnya, menjadi tanki air besar yang memasok kebutuhan air bersih disegala musim.

Tidak ada sanksi fisik bagi pelanggar aturan. Cukup dengan kata pamali (pantang) maka penduduk tak berani melanggarnya. Jika ada yang sedikit menyerempet larangan, penduduk lainnya akan mengucilkan dan menghindari interaksi dengan orang tersebut.

Semua rumah selalu menghadap utara atau selatan. Menghindari panas matahari barat dan timur langsung masuk ke dalam rumah. Rumah-rumah itu berbaris lebih kurang 10 petak. Baris yang sama berhadapan di depannya sehingga membentuk suatu lorong di depan masing-masing rumah. Lebar lorong di masing masing kelompok perumahan bervariasi, tak kurang dari 2 m.

Elevasi di tengah lorong paling rendah. Di kiri kananya tanah sedikit naik dengan perkuatan susunan batu kali. Setelah itu mundur sedikit dari susunan batu kali mulai terdapat umpak sebagai pondasi rumah.

Setiap lorong memanjang ke arah timur dan barat memiliki kemiringan ke arah timur. Lorong ini memiliki dwi fungsi, selain untuk koridor tempat berjalan juga berfungsi sebagai drainase kering. Di saat hujan air dari atap dan permukaan tanah akan turun ke tengah lorong yang elveasinya paling rendah, kemudian mengalir ke arah timurmelintasi lorong-lorong lainnya. Akhirnya air menuju sisi luar kampung dan masuk ke sungai Ciwulan yang menghadangnya. Setelah hujan berhenti permukaan lorong kembali kering tanpa ada genangan air.

Tak ada genangan air, nyamuk pun tak berkembang biak. Kolam ikan di bawah kamar mandi dan WC airnya bersirkulasi. Air dari bukit nonstop dialirkan langsung ke kolam atau kamar mandi dan WC. Di ujung kolam air melimpah untuk turun terus ke sungai Ciwulan.

Kamar mandi dan WC sengaja dibuat terpisah dan berada di luar area pemukiman agar tak menimbulkan polusi. Dengan lokasi yang mengumpul itu penduduk jadi lebih sering bertemu dan berinteraksi untuk meningkatkan keakraban komunitas ( community management). Letaknya berkelompok di sisi utara, selatan dan timur pemukiman. Satu kelompok bisa terdiri dari beberapa kamar mandi dan WC, bentuknya segi empat dengan dinding tapi tanpa atap. Selain itu tempat menumbuk padi dan kandang ternak juga diposisikan di luar area pemukiman.

Lingkungan secara umum terlihat bersih, tak ada sampah bertebaran. Secara berkala sampah yang telah di kumpulkan di bakar di tepi sungai Ciwulan.

Desain rumah dan material

Banyak aturan ketat yang diperuntukan bagi rumah masyarakat Kampung Naga. Bentuk rumah harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Bantalan alas (umpak) dari beton atau batu kali yang menghalangi tiang kayu utama rumah dari bersentuhan langsung dengan tanah, agar rayap tak dapat menyambangi selulosa yang banyak terdapat pada material rumah. Penggunaan kimiawi anti rayap yang bisa jadi racun terhadap manusia dihindari.

Material dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu model sasag. Khusus ayaman bambu pada pintu dapur memiliki banyak lubang yang berfungsi sebagai ventilasi. Lantai dari bambu atau papan. Finishing permukaan dinding tidak boleh di cat, kecuali di kapur. Semua rumah tak berpagar kecuali Bumi Ageung.

Dinding penahan tanah (retaining wall) banyak terdapat di Kampung Naga karena kontur tanahnya tidak datar. Tumpukan batu kali yang di susun tanpa perekat (semen) hingga tinggi 8 m masih kokoh menahan tanah hingga puluhan tahun. Dinding penahan tanah setinggi itu terlihat hampir vertikal karena hanya menerapkan kemiringan sedikit saja.

Material bangunan sebagian besar diperoleh dari kebun penduduk kampung Naga. Ada nasihat turun-temurun dari orang-orang tua kampung Naga untuk mengambil kayu atau bambu. Pohon sebaiknya ditebang di atas jam sembilan pagi. Batang bambu yang patah di bagian atas atau dekat tunasnya tidak boleh di pakai karena nantinya akan cepat rapuh.

Pemilihan bahan harus memperhatikan kelestarian tumbuhan, pohon ditebang sesuai kebutuhan dan kualitas yang tepat untuk menghasilkan keawetan material agar tak sering menebang pohon. Pengetahuan memilih jenis bambu sesuai kebutuhan sudah menjadi kebiasaan. Sebelum di potong bambu diketuk, suara yang nyaring berarti tua. Bambu untuk ayaman bilik bisa menggunakan yang lebih muda, untuk kasau atap harus yang tua.

Bambu yang tumbuh di atas bukit, dimana tanahnya agak berpasir, berbeda karakternya dengan yang tumbuh di lembah. Bambu muda di lembah daunnya lebih rimbun dibanding di Bukit. Tunas muda di lembah sudah cukup untuk dijadikan tali pengikat, kalau di bukit harus dipilih yang lebih tua.

Rumah terdiri dari satu kamar kecil di bagian belakang rumah, luasnya tak lebih dari sepuluh meter persegi. Di depan kamar terdapat dapur yang memiliki dua pintu. Satu pintu menuju luar rumah dan yang lain ke ruang tamu. Di sebelah kamar dan dapur itulah memanjang ruang tamu. Tak ada perabotan seperti meja, kursi dan tempat tidur.

Posisi kamar di belakang itu bertujuan agar saat istirahat penghuni bisa lebih tenang. Sedangkan dapur di posisi depan dimaksudkan agar para ibu-ibu bisa saling berkomunikasi sambil memasak, bahkan saling berbagi jika ada yang memiliki rezeki lebih.

kayu dan bambu lebih tidak kaku serta berbobot ringan sehingga rumah lebih tahan dari goncangan gempa. Penempatan yang saling merapat memberikan kehangatan disaat malam dan saling menahan terpaan angin.

Pembangunan rumah dilaksanakan gotong royong yang didahului upacara adat. Satu rumah diselesaikan tak lebih dari sepuluh hari.

Atap rumah terdiri dari dua lapis, di bawah susunan daun nipah dan di atasnya ditumpuk lapisan ijuk. Henhen, wakil ketua adat (kuncen), mengatakan atap rumah bisa berfungsi hingga 30-40 tahun baru membutuhkan renovasi. Satu tahun sekali perawatan rumah dengan melapisi dinding dengan kapur yang baru dilakukan saat bulan ramadhan.

Mata pencaharian pokok dari pertanian, sampingannya membuat kerajinan tangan. Hasil pertanian diutamakan untuk konsumsi sendiri, selebihnya dijual. Pertanian yang umumnya adalah padi, selain itu peternakan ayam dan kambing juga dilakukan. Kolam ikan mas tersebar di beberapa area sisi luar kelompok perumahan. Dibagian yang datar di area lembah itu untuk menanam padi dan tambak ikan. Sisi bukit selain hutan larangan sebagian juga digunakan penduduk untuk bercocok tanam ragam tanaman lain.

Ada dua lembaga pengatur di Kampung Naga yaitu lembaga adat dan pemerintah. Lembaga adat dipimpin Kuncen, selain itu ada juga Punduh yang bertugas mengayomi masyarakat dan Lebe yang mengurus jenazah dari awal sampai akhir. Lembaga formalpemerintah diwakili RT dan RW yang mengurusi aturan pemerintahan.

Ada dua hutan larangan di sebelah timur dan barat kampung. Hutan di bukit sebelah timur yang batasi oleh sungai Ciwulan tak boleh dimasuki orang. Hutan di bukit sebelah barat merupakan lokasi makam leluhur masyarakat kampung naga, hanya boleh dimasuki para tokoh adat, dan waktunya tertentu saat upacara adat saja.

Di sebelah barat balai pertemuan dan posisinya di atas terdapat bangunan Bumi Ageung. Tidak setiap orang bisa masuk ke Bumi Ageung, hanya pemuka adat disaat upacara adat.

Proyeksi meninjau ke kampung naga beserta rombongan dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) dalam satu rangkaian acara seminar dan studi ekskursi yang bertema green architecture in the tropics. Turut dalam rombongan guru besar dari Fakultas Arsitektur, University of Karlsruhe, Jerman. Juga disertai beberapa mahasiswa University of Karlsruhe yang merupakan anggota pertukaran mahasiswa dengan UKI.

Profesor Uras Siahaan dari UKI yang ikut serta di studi ekskursi ini melihat sustainable di kampung naga cukup bagus. Bentuk dan susunan rumah yang nyaman dan telah teruji nilai adabtasinya dengan alam setempat mampu dipertahankan. Bentuk rumah yang ada saat ini merupakan turunan leluhur yang tentunya sudah melalui proses evolusi sehingga paling cocok dengan lingkungan sekitarnya.

”Tapi sebenarnya masih bisa ditingkatkan”, ungkap Uras. Rancangan sustainable berarti wujud hasil aplikasinya dapar bertahan serta bermanfaat jangka panjang. Efek samping negatif yang ditimbulkan sedikit.

Kawasan atau gedung yang dibangun tidak merusak lingkungan dan tidak merugikan orang disekitarnya maupun orang yang berada jauh darinya. Intinya suasana jadi nyaman dan sehat serta tidak menyerap biaya besar.

Penduduk Kampung Naga hidup cukup bersahaja. Menurut Uras Siahaan sustainable bisa lebih sempurna jika orang-orang yang tinggal di Kampung Naga bisa lebih sejahtera secara ekonomi.

Dengan menangkap masukan dari berbagai pihak bisa dibuat hasil komoditi dari Kampung Naga yang berkualitas dan menguntungkan. Kerajinan tangan yang banyak dibuat bisa jadi dibuat lebih menarik. Bahan baku hasil dari dalam Kampung Naga diberi olahan tingkat lanjut dahulu sebelum dijual ke luar sehingga harganya bisa lebih tinggi.

Uras Siahaan mencontohkan, di wilayah Amerika ada sekelompok masyarakat yang kuat mempertahankan tradisinya seperti di Kampung Naga. Susu dari ternak mereka olah menjadi keju yang natural dan higenis. Keju khas tersebut cukup populer dan digemari para turis.

Sudah terjadi sirkulasi hidup dari manusia ke ikan. Kotoran manusia dimakan ikan dan selanjutnya ikan dimakan manusia. ”Tapi tak terlihat sirkulasi dari manusia ke tumbuhan” ujar Uras. Kotoran manusia bisa dijadikan pupuk tanaman, bahkan bisa menghasilkan gas untuk memasak, bahkan listrik. Tapi kotoran binatang sudah dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman, khususnya dari kambing yang banyak dipelihara penduduk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun