Mohon tunggu...
Nurul Laili
Nurul Laili Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Quitter never winner

From Allah to Allah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Spiritual yang Diabaikan dalam Orientasi Kesuksesan

22 Oktober 2019   23:12 Diperbarui: 19 April 2021   10:50 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan Spiritual yang Diabaikan dalam Orientasi Kesuksesan

Pendahuluan

            Setiap orang tua selalu mendambakan anaknya untuk sukses, baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, orientasi kesuksesan mulai mengabaikan aspek spiritual. Hal ini tercermin dari mayoritas masyarakat yang mulai tidak seimbang dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Ilmu dunia lebih ditekankan, sedangkan ilmu akhirat dikesampingkan. Keberadaan pendidikan agama tidak lagi diutamakan baik dalam lingkungan formal maupun informal. Meski pemerintah telah mengupayakan dengan penetapan KI-1, yaitu aspek spiritual, namun pada kenyataannya tetap diabaikan. Bahkan pemberian nilai pada aspek tersebut terkesan sembarangan. Pendidik hanya terfokus pada nilai akademik pengetahuan saja.

            Orang tua mengemban peran penting dalam pendidikan spiritual anaknya. Namun kabar buruknya, orang tua zaman sekarang hanya mengorientasikan kesuksesan sang anak pada ilmu dunia, seperti matematika, IPA, IPS, dan bahasa. Sedangkan pendidikan spiritual sangat dikesampingkan dan tidak mendapat perhatian. Bahkan les mengaji dan pendidikan agama pun menjadi hal yang tabu dan jarang dilakukan. Diera ini, banyak ditemui anak pandai yang menguasai berbagai hal, namun tidak dapat membaca Al-Qur'an. Banyak anak berintelektual namun tidak tahu cara sholat yang benar. Akibatnya banyak anak sukses tapi lupa dengan tuhan. Dunia begitu memperdaya ketika seseorang tidak dapat mengendalikanya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan spiritual sejak dini baik dalam lingkup formal maupun informal.

            Pendidikan spiritual atau yang sering disebut dengan pendidikan agama dapat diajarkan dengan berbagai jenis belajar menurut materi yang akan disampaikan. Seperti belajar abstarak dalam penanaman akidah, belajar kebiasaan dalam membiasakan sholat, belajar keterampilan mengenai tata rukun haji, dan lain sebagainya. Berdasarkan tinjauan tersebut, maka diperlukan pemahaman yang kompleks oleh pendidik mengenai jenis-jenis belajar. Hal ini diharapkan pendidik mampu memberikan metode serta jenis belajar yang tepat dalam menyampaikan bahan ajar. Sehingga mampu mewujudkan perubahan baik sikap, perilaku, maupun potensi peserta didik menuju kearah yang lebih baik.

Pembahasan

            Belajar merupakan unsur fundamental dalam proses pendidikan, yaitu suatu kegiatan yang berproses untuk memperoleh kepandaian atau ilmu yang dibuktikan dengan perubahan sikap, perilaku dan potensi baik melalui pengalaman atau latihan yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Benyamin dalam buku Psikologi Pendidikan yang dikutip oleh Mustaqim (2001: 36-39) ranah kognitif meliputi pengetahuan, kemampuan penerjemahan, pengolahan ide, teori, serta analisis dan argumentasi. Ranah afektif meliputi sikap dan nilai. Sedangakan ranah psikomotorik meliputi mental, rasa, indra, adaptasi, dan emosional.  Masa belajar adalah sepanjang hidup dari yang tidak disengaja maupun yang terprogram.

            Sain Hanafy (2014: 72-73) menyebutkan bahwa ahli psikologi telah membedakan belajar menjadi beberapa jenis menurut ciri-cirinya masing-masing. Pertama, belajar abstrak (abstract learning). Jenis belajar abstrak adalah jenis belajar yang menitikberatkan pada peranan akal, rasio dan penguasaan prinsip, konsep, dan generalisasi. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah (problem solving). Yang termasuk dalam prinsip adalah penerapan dalil, hukum, dan rumus. Sedangkan yang termasuk dalam konsep meliputi definisi, identifikasi, klasifikasi, dan ciri-ciri khusus. Dan yang terakhir generalisasi berupa menarik kesimpulan yang representatif dan berlaku secara umum atas fakta yang diamati. Belajar abstrak pada dasarnya adalah belajar dengan menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Contoh belajar yang termasuk dalam jenis ini adalah astronomi, kosmografi, kimia, matematika, filsafat, tauhid, serta materi-materi yang membahas mengenai pembelajaran akidah yang memerlukan peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi.

            Kedua, belajar keterampilan (skill learning). Belajar keterampilan sering disebut juga dengan latihan atau training. Belajar keterampilan pada dasarnya adalah suatu proses belajar yang bertujuan untuk memperoleh dan menguasai suatu keterampilan tertentu yang bersifat jasmaniah dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik, yaitu berhubungan dengan urat-urat saraf dan otot-otot (neuromuscular). Dalam belajar jenis ini, proses pelatihan yang intensif dan teratur sangat diperlukan. Yang termasuk dalam belajar jenis ini adalah cabang-cabang olahraga, musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik atau teknik, serta  sebagian materi pembelajaran agama seperti ibadah salat dan haji.

            Ketiga, belajar sosial (social learning). Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah sosial yang disesuaikan terhadap nilai-nilai dan adab sosial dalam kemasyarakan. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial, seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan. Belajar dalam jenis ini dimaksudkan untuk mengatur dorongan hasrat pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proporsional. Yang termasuk dalam belajar jenis ini adalah bahan pelajaran sosial seperti pelajaran agama, PPKn, dan moral, yang meliputi tolerasi, tolong-menolong, serta menyelesaian terhadap suatu konflik baik antar etnis, kelompok, maupun individu.

            Keempat, belajar pemecahan masalah (problem solving). Belajar pemecahan masalah atau yang sering disebut dengan problem solving pada ada dasarnya adalah belajar untuk memperoleh keterampilan, kemampuan, serta kecakapan kognitif untuk memecahkan berbagai suatu permasalahan secara logis dan rasional. Dalam penggunaan jenis belajar ini sering kali digunakan metode-metode ilmiah atau tahapan berpikir secara kritis dan sistematis. Oleh karenanya dibutuhkan kemampuan individu dalam menguasai berbagai konsep, prinsip, generalisasi, serta penalaran yang kritis untuk memperoleh problem solving yang baik dan relevan. Untuk jenis ini, hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah, terutama pembelajaran eksakta yang membutuhkan percobaan dan penelitian. Maka dari itu guru yang mengajar eksakta, seperti matematika dan IPA sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah seperti diatas.

            Kelima, belajar rasional. Belajar rasional atau yang sering disebut dengan rational learning yaitu belajar dengan menggunakan suatu kemampuan berpikir secara logis atau sesuai dengan akal sehat. Tujuannya yaitu untuk memperoleh berragam kecakapan yang menggunakan prinsip serta konsep. Jenis belajar ini berkaitan erat dengan jenis belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, individu diharapkan mempunyai suatu kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan sebuah pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis. Bidang-bidang studi yang dapat digunakan sebagai sarana belajar rasional hampir sama dengan bidang-bidang studi untuk belajar pemecahan masalah, seperti IPA dan IPS.

            Keenam, belajar kebiasaan (habitual learning). Kebiasaan diartikan sebagai sesuatu yang biasa dikerjakan atau dilakukan sehingga menimbulkan pengulangan. Belajar kebiasaan atau yang sering disebut dengan habitual learning yaitu suatu proses pembentukan kebiasaan baru untuk perbaikan kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan dapat dilakukan melalui sebuah perintah, keteladanan, serta pengalaman khusus, juga dapat pula menggunakan hukum dan ganjaran yang sifatnya memaksa (mengikat). Tujuan belajar jenis ini adalah memperoleh sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat, positif, serta selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Belajar kebiasaan selalu identik dengan keselarasan dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religius maupun tradisional dan kultural. Meskipun jenis belajar ini lebih tepat dilaksanakan dalam konteks pendidikan informal, namun tidak menutup kemungkinan pada pendidikan formal, seperti dalam pembelajaran agama dan PPKn. Belajar kebiasaan pada lingkup formal juga dapat dilihat pada penetapan aturan sekolah yang mengikat dan menuntut anak didiknya untuk membiasakan diri dengan aturan dan nilai norma yang berlaku dalam sekolah tersebut.

            Ketujuh, belajar apresiasi (appreciation learning). Apresiasi adalah penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu baik seni, budaya maupun yang lainnya. Belajar apresiasi pada dasarnya ialah belajar untuk mempertimbangkan nilai atau arti penting suatu objek yang mana diwujudkan dalam ekspresi penghargaan. Tujuannya agar individu mendapatkan dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (effective skills) sebagai kemampuan menghargai dan mempertimbangkan nilai penting objek. Misalnya yaitu apresiasi sastra, apresiasi musik, apresiasi kerajinan, dan apresiasi seni lukis. Dalam mengapresiasi mutu suatu karya sastra seorang individu perlu mengetahui "hakikat keindahan" (estetika) di samping mengetahui hal--hal lain, seperti bentuk ungkapan, isi ungkapan, bahasa ungkapan, dan nilai ekspresinya. Bidang studi agama juga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi individu, misalnya dalam hal seni baca tulis Al-Quran.

            Terakhir, belajar pengetahuan atau yang sering disebut dengan studi. Pengetahuan adalah susuatu yang diketahui baik berkenaan dengan mata pelajaran di sekolah maupun umum. Pada dasarnya belajar pengetahuan adalah belajar untuk mendapatkan sejumlah pemahaman, pengertian, informasi, dan sebagainya. Belajar pengetahuan juga bisa diartikan sebagai suatu program belajar terencana untuk menguasai suatu materi pelajaran dengan melibatkan suatu kegiatan investigasi, penelitian, dan eksperimen. Tujuan belajar pengetahuan yaitu agar individu mendapatkan atau menambah suatu informasi dan pemahaman terhadap suatu pengetahuan tertentu, yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya.  Misalnya yaitu dengan menggunakan sebuah alat laboratorium dan penelitian lapangan. Belajar jenis ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran di sekolah formal, seperti biologi, kimia, sejarah, ekonomi, dan lain sebagainya.

            Selain jenis belajar yang telah dipaparkan diatas, berdasarkan proses belajar, Prof. Dr. Nasution membagi jenis belajar menjadi lima. Pertama, belajar berdasarkan pengamatan (sensory type of learning). Jenis belajar ini adalah belajar yang didasarkan pada pengamatan sensoris terhadap objek--objek dunia sekitar. meliputi kegiatan melihat, mendengar, meraba, mengecap, dan sebagainya. Belajar jenis ini sangat bergantung pada alat indra, yaitu mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, kulit untuk meraba, lidah untuk mengecap, dan hidung untuk mencium. Contohnya, mula-mula seorang anak hanya mengenal ibunya, lalu berkat pengamatan lingkungan sekitar, kemudian anak mulai mengenal anggota keluarga, tetangga, alat--alat rumah tangga, dan sebagainya. Demikian pula belajar taraf tinggi, tidak terlepas dari faktor pengamatan, sekalipun sering juga dibantu dengan alat--alat, seperti mikroskop untuk melihat bakteri, teleskop, dan sebagainya.

            Kedua, belajar berdasarkan gerak (motor type of learning). Jenis belajar ini hampir sama dengan jenis belajar keterampilan, yaitu belajar yang didapat dari gerakan-gerakan motorik, berupa pelatihan atau yang lainnya. Belajar jenis ini pada dasarnya adalah suatu proses belajar yang bertujuan untuk memperoleh dan menguasai suatu keterampilan tertentu yang bersifat jasmaniah dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik, yaitu yang berhubungan dengan urat-urat saraf dan otot-otot (neuromuscular), termasuk kecepatan dan kecakapan.

            Ketiga, belajar berdasarkan hafalan (momorize type of learning). Jenis belajar ini adalah belajar yang didasarkan pada kemampuan menghafal, yang tentunya sangat berkaitan erat dengan daya ingat. Belajar jenis ini pada dasarnya berkaitan erat dengan sistem indra, karena menghafal bisa melewati berbagai media, seperti suara, tulisan, rasa, kejadian, dan yang lainnya. Maka dari itu, jenis belajar ini membutuhkan konsentrasi yang kuat dan daya ingat yang lekat.

            Keempat, belajar berdasarkan pemecahan masalah (problem solving type of learning). Jenis belajar ini sama seperti jenis belajar problem solving yang telah dijelaskan sebelumnya. Hanya saja disini Dr, Nasution lebih memberi penekanan pada metode ilmiah yang digunakan untuk memecahkan permasalahan didalam materi pelajaran seperti sejarah, biologi, ilmu alam, bahasa, dan ilmu pasti.

            Terakhir, belajar berdasarkan emosi (emotional type of learning). Belajar jenis ini  adalah belajar yang didasarkan pada kemampuan emotional, meliputi aspek-aspek kepribadian. Seperti halnya, ketekunan, ketelitian, kebersihan, sikap, minat, dan lain sebagainnya. Belajar emosional berkaitan erat dengan pemasalahan mental, tingkat kepercayaan diri, komunikasi, dan hubungan sosial dengan orang lain. Yang mana itu semua sangat mempengaruhi relasi dalam berbagai segi kehidupan, baik antar individu maupun kelompok. Oleh karenanya dibutuhkan jenis belajar ini, guna dapat mengasah empati, motivasi, instospeksi, serta mengelola dan mengepresikan emosi.

Penutup

            Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan unsur fundamental dalam sebuah pendidikan, yang mana dalam prosesnya akan menghasilkan perubahan baik sikap, perilaku, maupun potensi. Ranah belajar dibagi menjadi tiga, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

            Berdasarkan cirinya, ahli psikologi membagi jenis belajar menjadi delapan, meliputi belajar abstrak, belajar keterampilan, belajar sosial, belajar pemecahan masalah, belajar rasional, belajar kebiasaan, belajar apresiasi, dan belajar pengetahuan. Sedangkan menurut Dr. Nasution berdasarkan prosesnya, jenis belajar dibagi menjadi lima, yaitu belajar berdasarkan pengamatan, belajar berdasarkan gerak, belajar berdasarkan hafalan, belajar berdasarkan pemecahan masalah, dan belajar berdasarkan emosi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hanafy, Mohammad Sain. (2014). Konsep Belajar dan Pembelajaran. Jurnal Lentera Pendidikan, 17 (1), 66-79.

Mustaqim. 2001. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Pelajar.

Sobur, Alex. 2016. Psikologi Umum. Jakarta: Pustaka Setia. 

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tohirin. 2008. Psikologi pembelajaran pendidikan agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi): Sumbangan Psikologi Pembelajaran terhadap Peningkatan Kompetensi Guru Pendidkan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun