Menikah adalah perjalanan panjang maka sebelum memasuki gerbang pernikahan beberapa hal perlu disiapkan dengan matang. Bukan hanya perihal acara pernikahan yang disiapkan tetapi tentang diri dan pribadi kedua calon mempelai. Beberapa hal yang harus disiapkan diantaranya:
Matang secara usia
               Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 batas minimal usia pernikahan bagi laki-laki dan perempuan 19 tahun. Beratnya visi dan tanggungjawab yang dikandung dalam sebuah pernikahan, maka dewasa merupakan salah satu item yang memberi pengaruh penting dalam kelanggengan rumah tangga di masa mendatang.
   Syarat kedewasaam secara usia menjadi semakin penting karena berdasarkan studi yang ada menunjukkan bahwa perkawinan yang dilakukan di usia dini rentan terjadi perceraian. Hal ini disebabkan karena kesiapan mental pasangan yang masih belia belum cukup untuk mengarungi kehidupan rumah tangga.
Siap mental
               Kematangan metal seseorang tak kalah penting dengan kematangan usia. Banyak orang yang matang secara usia namun mentalnya belum siap menjalin kehidupan rumah tangga. Contoh kasusnya suami yang tidak siap mental dalam menikah akan menuntut istrinya untuk mengikuti apapun kemauannya tanpa mau melihat bagaimana kondisi istrinya. Di kasus lain seorang suami yang leebih mementingkan kepentingan ibu dan saudaranya sendiri daripada kepentingan istrinya. Padahal istrinya sudah meninggalkan keluarganya demi mengabdi penuh pada suaminya. Belum lagi jika terjadi perselisihan antara ibu suami dengan istri kemudian suami menuntut sang istri untuk mengalah tanpa melihat siapa yang benar dan siapa yang salah.
               Kondisi seperti ini menunjukkan bawa sang suami hakikatnya belum matang secara mental untuk membina rumah tangga. Adanya kesiapan mental diharapkan akan ada kesadaran penuh dari pihak suami bahwa setelah menikah dia bukan lagi anak-anak yang bergantung pada orangtua. Dia memiliki tanggungjawab besar perihal hidup anak istrinya. Artinya anak dan istri adalah anggota keluarganya yang punya hak mendapatkan perlindungan sepenuhnya dari dirinya baik secara fisik mau[un psikis.
               Pada kasus lain seorang istri yang belum siap mental menikah dengan seorang suami yang ekonominya belum mapan. Kemudian ia mendapati kesusahan dari segi ekonomi karena penghasilan suaminya yang pas-pasan. Akhirnya ia mengadukan masalah tersebut pada orangtuanya. Alhasil orangtuanya tidak terima anaknya hidup melarat bersama suaminya. Lalu si orangtua ikut campur urusan rumah tangga anaknya.
               Kondisi ini menunjukkan bahwa si istri belum siap mental dalam membangun rumah tangga karena hakikatnya setelah menikah istri menjadi tanggungjawab penuh suaminya. Baktinya juga menjadi hak penuh suaminya. Ia juga berkewajiban menjaga kehormatan suaminya. Alangkah baiknya jika ia tidak mengadukan kelemahan suaminya pada orangtua kandungnya.
Siap finansial
               Kesiapan finansial ini terkhusus bagi calon suami yang setelah menikah akan dibebani tanggung jawab menghidupi istrinya. Mencukupi sandang, pangan, papan sesuai kemampuannya. Siap finansial bukan berarti harus mapan. Ini yang perlu digarisbawahi. Rezeki memang sudah ditakar oleh Sang Pemberi Rezeki, namun perlu adanya ikhtiar untuk menjemputnya. Setidaknya seorang suami memiliki pekerjaan yang bisa dijadikan tumpuan dalam menjemput rezeki Allah.