Mohon tunggu...
Lafi Munira
Lafi Munira Mohon Tunggu... -

introvert-moody|sangat menyukai hujan | sangat menyukai anak-anak | pecinta kucing | penggemar musik | kolektor buku |pecinta puisi, bahasa-bahasa, psikologi, sastra, filsafat, bintang, dan langit malam hari| menyukai aroma udara pagi hari dan langit teduh di pagi hari | penyuka langit biru dan awan-awan putih | suka mengumpulkan pasir pantai | lebih suka menulis daripada bicara | sangat suka memandangi sawah-sawah hijau dan damainya kota yogya | menyukai senyuman | menyukai filosofi pasir dan filosofi udara | suka berfikir, memperhatikan hal yang detail, | humanitarian wanna be |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjaga Psikologis Anak: Menjadikan Anak terdidik dengan bahagia.

15 Oktober 2012   06:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siang ini, saya mencoba, menuangkan pemikiran-pemikiran yang berkeliaran di dalam kepala saya tentang anak. Kali ini tidak memakai referensi dari manapun, hanya berdasar pengalaman saya, dan apa yang saya amati di sekeliling saya selama ini, dimanapun dan kapanpun.

Ketika saya menulis ini, sembari merefleksi diri, mengingatkan diri sendiri, apakah kelak di suatu masa jika Tuhan memberikan saya kesempatan untuk berjodoh dengan anak saya, saya bisa seideal apa yang ada dalam fikiran saya ^^.

Mari kita awali dengan satu kata : MENIKAH, sebenarnya apa tujuan kita menikah?, apa karena cinta?, apa karena harta?, apa hanya karena chemistry?, sebenarnya untuk apa kita menikah?, apa hanya untuk melegalisasikan hubungan dengan yang disukai, apa hanya untuk memiliki yang disukai, atau hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis?, atau menikah hanya cuma sebagai formalitas?.

Saya teringat pesan ummi disuatu hari dalam lingkaran yang hangat beliau berkata: “saat ijab kabul, banyak malaikat berdatangan untuk mendoakan pasangan tersebut, mengaminkan doa yang baik-baik dari pasangan tersebut dengan satu syarat: NIAT, ketika niat untuk menikah kita baik tanpa embel-embel duniawi maka serta merta malaikat mengaminkannya, sesungguhnya pada hari ijab kabul itu Allah menurunkan berkahnya kepada pasangan tersebut.” Jadi untuk apakah kita menikah?

Saya, adalah anak yang dibesarkan di rumah yang seperti kuburan, sepi, senyap, dan saya tidak merasa hangat, saya tiap hari mampu menatapi wajah kedua orangtua saya, namun entah mengapa saya lebih senang bercakap kepada diri saya sendiri, terkadang ayah saya marah-marah dengan keras, pernah juga saya dipukul olehnya, dan sering juga saya mengamati kedua orangtua saya bertengkar, hingga akhirnya mereka bercerai, lalu keduanya menikah lagi, dan nyatanya di pernikahan mereka yang kedua hanya bisa menghasilkan anak lagi dan lagi, dan saya tidak mendapatkan perasaan harmoni yang menentramkan. Jadi saya selalu bertanya kepada diri saya sendiri, Sebenarnya untuk apakah MENIKAH?, jika pada akhirnya keluar kalimat seperti ini “saya fikir saya sudah tidak bisa cocok lagi dengan kamu, saya tidak tahan dengan kamu, dan mari kita bercerai”, saya seringkali memperhatikan sekeliling saya, dari cerita teman. cerita sahabat, apapun, sehingga saya banyak berfikir tentang Pernikahan ini.

Setelah bahasan menikah yang complicated tadi, mari kita membahas tentang satu kata berikutnya: ANAK. Bagi mereka yang menikah dan diberikan kesempatan untuk memiliki anak, harusnya banyak-banyak bersyukur. Karena tidak semua pasangan yang menikah bisa memiliki kesempatan untuk mempunyai keturunan. Karena masa kecil dan remaja saya dilewati dengan banyak kenangan buruk, jadi saya banyak belajar tentang psikologi dan tumbuh kembang anak, saya tidak ingin apabila saya memiliki anak kelak, mereka merasakan sakit yang saya rasakan, luka yang dibawa kemana-mana, mungkin semua anak broken home seperti saya akan membawa luka sepanjang hidupnya. Dan banyak dari mereka menjalani hidup dengan berantakan, hanya sedikit yang menjalani hidup dengan baik dan bertahan hidup dengan baik.

Ketika keduaorangtua bertengkar, pernahkah memikirkan bagaimana perasaan anak-anak yang mendengarkan kata-kata kasar, bantingan pintu, teriakan histeris, caci maki, dsb. Secara langsung, ketika orangtua berperilaku kasar dan keras di rumah, maka anaknya pun akan tumbuh menjadi keras dan kasar, dan anak itu akan membawa kebiasaan itu sampai mereka remaja, dewasa, dst. sebuah siklus yang berputar begitu-begitu saja, kecuali anak tersebut menyadari ada yang salah, dan berusaha menjadi manusia yang baik dengan belajar dari kenangan buruknya.

Jangan membiasakan anak-anak hidup dengan “kenyamanan dan kemewahan”, karena itu akan menyulitkan hidup mereka di masa depan. Kenapa? karena dari kecil hidupnya sudah terpola bak tuan putri, maka ketika di masa depan anak itu mendapatkan kesulitan, maka anak itu pun akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan yang sulit. Contohnya: Jangan terlalu sering mengajak anak jalan-jalan ke mall, makan fast food, belanja baju ini itu, dsb. Memang betul itu adalah hak masing-masing orang yang hidup dengan uang banyak, namun secara langsung hal tersebut semacam mendidik anak menjadi seorang yang konsumtif sejak kecil.

Ajarkan anak kita hal-hal yang baik, bisa dengan mencontohkan berbuat baik kepada pengamen di jalan, membuang sampah ditempatnya, memberikan senyuman terbaik kepada semua anak jalanan yang ditemui di jalan, memberikan makanan kepada tetangga, bantulah anak-anak kita menjadi pribadi yang berbahagia ketika bisa memberikan bantuan kepada orang lain dengan tulus, sehingga di masa depan, anak tersebut bisa menjadi manusia yang baik dan mampu menolong sesamanya, bermanfaat untuk orang banyak. Ceritakan anak-anak kita tentang kisah inspiratif, tentang indahnya Indonesia, tentang penderitaan orang miskin yang kelaparan, sehingga kelak anak-anak tersebut bisa lebih menghargai hidup mereka dengan penuh kesyukuran.

Peluk, cium, dan banyak-banyaklah menyentuh tubuh anak-anak, membelai rambut mereka, sesungguhnya hal sesederhana itu bisa membuat hati mereka merasa nyaman dan merasa berarti sebagai seorang mahluk Tuhan. Jangan biarkan anak kita ketakutan dengan orangtuanya, dan membuat jarak sedemikian rupa hingga banyak hal yang dirahasiakan anak-anak kepada kita.. Usahakan ketika ayah atau ibu sedang marah kepada anak, jangan memukul, dan bicara kata-kata makian, karena itu bisa menimbulkan luka psikis pada anak. Sesungguhnya anak itu seperti tumbuhan, yang apabila kita merawat dengan baik maka akan tumbuh dengan baik, dan sebaliknya jika kita tidak merawat dengan baik maka tumbuhan tersebut akan layu dan kemudian mati, begitulah psikologis anak.

Mari kita membiasakan brainstorming kepada anak, dengan menanyakan kepada anak tentang lingkungan sekitarnya, tentang teman-temannya, lebih banyak diskusi dengan anak bisa membuat mereka percaya diri nantinya. Sebaliknya jika rumah kita sunyi senyap, maka anak-anak pun akan mengalami kesulitan komunikasi di masa remaja dan dewasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun