Mohon tunggu...
Kyota Hamzah
Kyota Hamzah Mohon Tunggu... Freelancer - penikmat sejarah yang kebetulan menulis

Penulis puisi, cerita sejarah dan hal-hal menarik soal sejarah. Kadang menulis fenomena yang terjadi di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Melawan Sang Iblis

18 Agustus 2019   01:52 Diperbarui: 18 Agustus 2019   02:25 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Untuk bisa bertarung dengan iblis
Kau harus menjadi iblis.

Untuk bisa setara dengan iblis
Kau harus menjadi malaikat

Untuk bisa mengalahkan iblis
Kau harus menjadi manusia.

Karena tuhan bersama manusia yang percaya pada-Nya.

Surabaya, 14 november 2017
Kyotahamzah

Salah satu sifat tercela dari sang iblis adalah rasa kebencian yang mendalam, sifat yang mengantarkan dirinya menjadi makhluk terkutuk dari segala makhluk yang ada di jagad ilahi. Dan salah satu pintu yang membuka rasa benci adalah amarah yang tak terkendali. Dalam penciptaan tiga makhluk surga, hanya manusia yang mampu mengimbangi kedua sifat penghuni surga yang lain, yaitu sifat setan dan malaikat.
Bagaimana bisa begitu ? Karena kala kita mendekati sifat yang serupa dengan setan, misalkan marah, maka kita tak ubahnya seperti setan yang ingin membalas perbuatan buruk yang dialaminya dengan hukuman yang melampaui batas, sama seperti setan namun masih berwujud manusia.
Namun saat kita mulai sadar, maka kita mencoba bertaubat dengan memperbaiki keadaan semampu kita dan ketika semua telah terlanjur terjadi, maka kita berusaha berserah diri pada-Nya memohon ampun dan petunjuk. kita berserah diri untuk meminta petunjuk dalam menyelesaikan sebuah perkara.


Saat seorang anak adam meminta maaf, maka sejatinya dia tengah meminta "secerca cahaya" pada diri-Nya untuk menerangi kelamnya hidup dan menuntun ke jalan yang lurus. Dan kita tahu, iblis menjadi makhluk yang dilaknat karena kesombongannya pada adam.
Maka tak heran jika kita sadar akan "potensi" kita, maka iblis berusaha menjatuhkan dengan menjadikan mereka serupa dengan dirinya dan akan takluk bila manusia berusaha kembali ke wujud fitrahnya.


Puisi ini sebenarnya berasal dari wejangan guru saya soal kondisi saat ini yang kian lama kita mulai kehilangan ruh sejati kita, ruh manusia. Banyak kasus kejahatan yang muncul karena "adam" dalam diri kita mulai berganti dengan sang "iblis"
Pada tahap awal, pintu nafsu manusia yang pertama kali keluar adalah amarah, dan amarah adalah sifat dasar iblis yang sejatinya api. Kita akan dihadapkan dengan kenyataan "api melawan api", ambisi melawan ambisi lain. Secara tak sadar kita telah menjelma menjadi "iblis" dalam wujud manusia.


Dalam lingkaran ini kita akan merasa memiliki andil besar atas tekad dan rasa bangga yang tinggi dalam pencapaian selama ini. Dan "api" itu akan terus membara bila diawali dari proses perjuangan panjang. Hal ini bagus, kita bisa menghargai sebuah proses perjuangan sebuah pengorbanan. Akan tetapi bila kita lengah, "benih-benih" kesombongan akan tumbuh sebagai sang iblis. Sejatinya iblis (dahulu bernama azazil) adalah mentor dari namus (jibril), dia adalah makhluk pertama yang memiliki akal dan semangat yang tak pernah padam. Tetapi kala semangat yang berlebihan justru menjadi bumerang baginya.


Saat adam diangkat sebagai khalifah di bumi, dia merasa tersaingi. Semangat pada diri sendiri yang berlebihan berubah menjadi rasa fasis dan sombong, padahal adam dijadikan khalifah di atas bumi, bukan atas semua dunia. Sehingga laknat tuhan turun padanya. Bila manusia memiliki sifat di atas maka sejatinya dia melawan diri sendiri. Memang api bisa melawan api hanya saja itu tak mampu mengakhiri konflik. Oleh sebab itu tahap selanjutnya adalah menjadi "malaikat" yang berasal dari terangnya api.


Bila ada dua sumber api, maka salah satunya harus diredupkan dahulu terdekat dan menyisakan satu sumber. Satu sumber api tersebut pasti memancarkan cahaya sebagai penanda yang lain. Sang "terang" tahu jika dirinya akan menjadi korban dari sang "api" namun dia ikhlas mengorbankan diri demi menyelamatkan yang lain. Itulah sebabnya, untuk bisa setara dengan iblis, kita harus menjadi malaikat. Karena malaikat dan iblis adalah satu kesatuan. Ikhlas dan rela berkorban adalah sifat dasar sang malaikat. Bila satu membara maka satu harus menenangkan dengan memberi petunjuk. Petunjuk itulah yang menjadi renungan bagi kita untuk kembali menjadi manusia seutuhnya kembali, manusia yang sempurna (insan kamil) sebagaimana adam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun