Dalam beberapa tahun terakhir, konsep restorative justice atau keadilan restoratif semakin populer di Indonesia, terutama sebagai alternatif dalam menyelesaikan perkara pidana. Sebagai mahasiswa hukum yang tertarik pada ilmu penologi, saya melihat bahwa pendekatan ini membuka paradigma baru dalam pemidanaan---yang tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian korban dan memperbaiki hubungan sosial. Namun, muncul pertanyaan yang tak bisa dihindari: apakah restorative justice benar-benar solusi yang ideal dalam konteks penegakan hukum dan penanganan pidana? Ataukah ini hanya kompromi yang harus diambil oleh sistem hukum kita yang masih menghadapi banyak keterbatasan?
Dalam artikel ini, saya akan mengulas pandangan saya mengenai restorative justice dari sudut ilmu penologi, lengkap dengan dasar hukumnya, kelebihan, tantangan, dan implikasinya terhadap masa depan pemidanaan di Indonesia.
Keberadaan dasar hukum menjadi fondasi penting untuk meyakinkan bahwa restorative justice bukan sekadar konsep idealistis, melainkan sudah diakui secara resmi oleh sistem hukum Indonesia. Beberapa regulasi yang menjadi payung hukum bagi restorative justice antara lain:
-
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), yang menekankan pentingnya pendekatan keadilan restoratif dalam menangani perkara anak. Hal ini menunjukkan bahwa negara sudah mengakui bahwa pendekatan ini efektif dan manusiawi dalam konteks yang sangat sensitif.
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi dalam Perkara Perdata dan Perkara Anak di Pengadilan, yang membuka ruang mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, termasuk perkara pidana tertentu.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan peluang bagi penyelesaian perkara di luar pengadilan (diversi) terutama untuk kasus-kasus ringan, yang sejalan dengan prinsip restorative justice.
Pengakuan hukum ini menjadi landasan kuat agar restorative justice dapat dijalankan secara sistematis dan terukur, bukan hanya sebatas wacana.
Restorative Justice dalam Perspektif Penologi: Solusi atau Kompromi?
Sebagai mahasiswa hukum yang mendalami penologi, saya memahami bahwa penanganan pidana harus mempertimbangkan berbagai tujuan: pembalasan, rehabilitasi, perlindungan masyarakat, dan reintegrasi sosial. Dalam konteks ini, restorative justice menurut saya bukan hanya sekadar kompromi, melainkan juga solusi yang sangat relevan dengan tujuan pemidanaan modern.
Restorative Justice sebagai Solusi
 Restorative justice membawa banyak manfaat yang sejalan dengan prinsip penologi modern: