Mohon tunggu...
Eni Kus
Eni Kus Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

suka menari bali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hijrah untuk Hargai Perbedaan

14 September 2018   10:08 Diperbarui: 14 September 2018   10:29 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar tahun 2009 dan 2010 adalah puncak perkembangan sosial media di Indonesia . Sekitar 5-6 tahun tertinggal dari Amerika Serikat (USA) dan beberapa negara lain di dunia. Tapi karena jumlah penduduk Indonesia banyak dan masyarakat kita suka dengan hal baru, maka banyak dari kita tertarik. Tidak memakan waktu terlalu lama menjadi salah satu alat komunikasi yang disukai masyarakat.

Jika kitalihatdata, maka pada tahun 2009 pengguna FB di Indonesia mencapai 68 juta orang. Jumlah itu berkembang pesat dan mencapai 2016 dengan angk sekitar 90 juta-an mengguna FB.

Sayangnya perkembangan itu tak dilengkapi dengan perkembangan pengetahuan tentang bagaimana menggunakan sosial media dengan baik. Masyarakat banyak yang buta literasi digital tetapi memaksa diri atau dipaksa linkungan untuk akrab dengan sosial media. Ini agak mengubah budaya masyarakat. Dari budaya bertemu atau silaturahmi bergeser ke budaya 'bertemu' melalui media dalam hal ini media sosial.

Budaya bermedia sosial tanpa benar-benar dipahami oleh masyarakat. Orang saling mengucapkan salam kepada orang lain hanya melalui media. Baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Sifat menyapa / silaturahmi melalui media adalah kondisi dimana antar pihak tidak bertemu secara fisik. Itu berdampak besar terutama dalam perkembangan kebangsaan.

Kita lantas menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014 dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2016 dan 2017. Pada Pilpres 2014 beberapa pihak yang bertarung menggunakan sosial media sebagai sarana kampanye. Para pendukung memuja tokoh yang disukainya. Tokoh juga mensosialisasikan pekerjaan-pekerjaan yang sudah diraihnya selama ini.

Runyamnya adalah lawan politik dan pendukungnya memakai sarana sosial media sebagai alat untuk melawan. Mereka melawan dengan cara menjelek-jelekan lawan politik dan pendukungnya. Karena keterbatasan pengetahuan tentang literasi digital mereka memakainya dengan cara mencaci maki juga.

Dalam kondisi itu masyarakat secara tak sengaja terpecah menjadi dua. Kubu A dan Kubu B.  Gelombang dukungan dan memuja tak terbendung. Sebaliknya, gelombang antipati dan pembenci juga menjadi gelombang yang maha dahsyat. Sosial media menjadi ranah pertempuran yang tak terelakkan.

Kondisi lebih parah ketika Pilkada 2016 dimana Jakarta yang seharusnya menjadi model demokrasi Indonesia, berubah menjadi kontestasi yang sangat buruk antara dua dan tiga kelompok  yang maju dalam kontestasi. Kampanye yang diselingi factor agama sebagai sentimentasi (suka atautidak suka) menjadi magnet yang sangat kuat bagi pendukung salah satu calon.

Fenomena perpecahan tak terelakkan karena dua pihak sama-sama-sama bertarung dengan tingkat kebencian yang kuat. Mereka saling memaki dan membenci. Melontarkan kebencian setiap saat tanpa jeda. Beberapa tokoh negara sempat merasa prihatin dengan kondisi ini dan kemudian menyerukan mereka tidak saling menghujat karena pada hakekatnya mereka sudah diikat sebagai satu bangsa; satu persaudaraan kuat sebagai warga Indonesia. Pun dalam menghadapi kontestasi Pilpres 2019, kekawatiran perpecahan itu masih ada.

Makna Hijrah dalam Muharram sebenarnya bisa kita jadikan momentum untuk mengubah sikap. Sikap permusuhan , caci maki seharusnya bisa kita ubah menjadi saling menghargai perbedaan. Hijrah ; mengubah pandangan kita.

Kita bisa bayangkan perpecahan akan makin merajalela jika perbedaan menjadi alasan utama untuk saling membenci. Karena sejatinya perbedaanlah yang mengikat kita menajdi sebuah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun