Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tak Perlu Pintar Untuk Menjadi Orang Paling Dekat Dengan Pejabat

21 Juni 2012   04:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 7335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam lingkaran kekuasaan politik, keberadaan seorang sekretaris pribadi (sekpri), asisten pribadi (aspri), atau ajudan sangat penting dan menentukan. Mereka memerankan tugas sebagai pembisik utama (bhitonah) dalam istilah agama. Seseorang yang ingin berhubungan dengan sang Pejabat, atau berharaf syafaat dari pejabat itu, dekat-dekatlah dengan para bhitonah (pembisik) itu.

Mereka para Bhitonah yang selalu nempel dan tak pernah lepas dari aktifitas bos nya, menjadi orang paling pertama yang dimintai tolong dan ditugaskan untuk menunjang dan memperlancar peran dan fungsi seseorang dalam menjalankan perannya sebagai pejabat. Seorang Sekpri mengatur bagaimana alur koordinasi, konsultasi dan rencana kegiatan sang pejabat. dia juga mengolah bagaimana semua kebutuhan logistik pimpinannya dapat dipenuhi. Entah untuk kebutuhan pribadinya, kedinasannya, hingga urusan bersentuhan dengan masyarakatnya.

Sementara seorang Ajudan mempersiapkan semua hal yang langsung menempel dengan bosnya, persiapan pakaian apa yang mesti digunakan, menjaga sepatu bosnya tetap mengkilat, hingga mengatur teknis dilapangan bagaimana sang pimpinan menjalankan kegiatannya. mengecek kesiapan acara di lapangan, menelpon pejabat birokrasi yang harus mendampinginya, termasuk dalam hal menerima atau tidaknya rakyat yang ingin bertemu dengan sang pejabat.

Mereka para Bhitonah itu sering diberikan mandat khusus untuk menjadi seseorang yang juga bertanggungjawab mengamankan semua rahasia khusus pimpinanya. Entah dalam hal keuangan sang pejabat, penerimaan "setoran", hingga pemenuhan segala kebutuhan "pribadi" sang pejabat.  Mereka merupakan orang yang paling tahu luar dalam rahasia boss nya.

Saking dekatnya, terkadang sang Ajudan menjadi pihak yang ikut bermain dalam wilayah-wilayah yang diluar tupoksinya. Karena merasa memegang semua rahasia sang Boss, dia terkadang memiliki keberanian lebih untuk ikut mengatur penentuan formasi jabatan saat akan dilakukan mutasi dan rotasi pejabat. Ikut memasukan orang-orang yang memiliki hubungan dan komunikasi dengan dirinya. Termasuk mungkin memasukan nama yang sudah melakukan transaksi tertentu dengan dirinya. Meskipuns ecara aturan normatif kepegawaian dan secara etika kepantasan belum layak dan belum pantas.

Mereka juga bisa ikut bermain dalam wilayah penentuan pemenang proyek, ikut menitipkan salah seorang pemborong pada OPD terkait agar diberikan pekerjaan proyek, dengan komitmen tertentu diantara sang Ajudan dengan pemborong itu.  Sehingga tidaklah heran sang Bhitonah tersebut memiliki sedikit banyak pengaruh dan kekuasaan sebagaimana dimiliki oleh sang Boss, karena pejabat birokrasi merasa takut dan khawatir dilaporkan dan dibisikan sesuatu yang jelek tentang dirinya, sehingga terancam posisinya.

Dalam kenyataan itu, asal si Pejabat sudah "tertawan" dengan rahasianya, para Bhitonah itu sering terlihat over acting. Mereka tak terlihat pintar secara keilmuan atau pengalaman kepemerintahan. Tapi urusannya mereka berada pada posisi yang sangat dipercaya oleh boss nya. Tak perlu orang mempermasalahkan bagaimana kualitas otaknya, moralitasnya, dan latar belakang kehidupannya. Pokoknya tatkala dalam Pilkada dia menunjukan diri seolah-olah orang yang ikut mendukungnya, dan dianggap mampu membantu si boss menjalankan kepemimpinannya, dengan segala rahasia dan rapat mulutnya. Maka dia akan kuat bertahan dan didengar segala bisikannya. Tapi tentu, itu hanya berlaku bagi level pejabat yang secara kadar keilmuan juga tak mementingkan sisi pintar dan moral.

Disiniliah salah satu letak kerawanan model otonomi daerah dimana di tingkat Kabupaten Kota muncul seolah raja-raja kecil dengan segala kekuasaannya. Dan posisi para bhitonah itu juga seolah-olah berperan sebagai para Bupati/Walikota/Wakil kecil dari sang Bupati/Walikota/Wakilnya yang asli.....

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun