Mohon tunggu...
kurniati ningsih
kurniati ningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - alamat parit jelutung

kurniati ningsih pulau mas 21 juni 2002

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Sosiologi Dilihat dari kasus Mantan Dirut dan Kabag Karimun yang Merugikan Negara Rp 4,9 Miliar

12 April 2021   20:23 Diperbarui: 12 April 2021   20:23 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Korupsi, yang kata Latinnya, corruptio dari kata kerja corrumpere  yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Korupsi merupakan penyalahgunaan kewenangan, jabatan atau amanah secara relawan hukum untuk memperleh keuntungan atau manfaat memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugiakan kepentingan umum, keuangan dan perekonomian negara.

Telaah sosiologis fenomena korupsi disebabkan faktor sosial budaya dan faktor lemahnya penegakan hukum sehinga dibutuhkan Upaya pemberantasan korupsi perspektif hukukm Islam, meliputi penegakan supremasi hukum, perbaikan sistem upah, dekonstruksi budaya yang melestarikan korupsi dan pembuktian terbalik.

Menurut Kartono, korupsi merupakan tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna memperoleh keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. 

Sementara menurut Wertheim, korupsi berawal dari balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seseorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya atau hingga kepada kelompoknya. Secara garis besar, korupsi merupakan tindakan yang mementingkan kepentingan pribadi dengan cara ilegal sehingga bersifat merugikan kepentingan umum.

Disini kita lihat dari kasus Mantan Dirut dan Kabag karimun yang merugikan negara Rp 4,9 Miliar, Kejaksaan Negeri Karimun melimpahkan perkara dugaan korupsi PDAM Tirta Karimun yang menyeret mantan Direktur Utama Indra Santo dan Kepala Bagian Keuangan Joni Setiawan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) di Tanjungpinang, Kepala Seksi Intelijen Kejari Karimun Susanto Martua mengatakan, kedua terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.948.908.775.

"Kedua terdakwa telah kita limpahkan kemarin ke Pengadilan Tipidkor Tanjungpinang. Hasil perhitungan BPKP kerugian negara mencapai Rp4,9 miliar," kata Martua Ia mengatakan, kedua terdakwa didakwakan pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dan pasal 3 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Ada beberapa sebab terjadinya korupsi. Menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di Indonesia adalah pertama kelemahan moral, kedua tekanan ekonomi, ketiga hambatan struktur administrasi, dan keempat hambatan struktur sosial. Sebab lainnya yang sudah menjadi pengetahuan umum adalah: perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna, administrasi yang lamban serta tidak luwes, tradisi untuk menambah penghasilan, anggapan "sudah biasa" terhadap tindakan korupsi di mana contohnya seperti pembiasaan budaya suap-menyuap, dan hukuman yang cenderung ringan dan tidak sesuai dengan besaran yang telah dikorupsi.

Jika menurut pendapat sosiolog legendaris, seperti Ibn Khaldun (1332-1406), sebab utama korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah. Untuk memenuhi belanja kemewahan itulah kelompok yang memerintah terpikat dengan urusan-urusan korupsi. Sebab-sebab lain merupakan efek lanjutan yang disebabkan oleh korupsi selanjutnya, merupakan reaksi berantai yang disebabkan oleh korupsi. 

Korupsi kelompok penguasa menyebabkan kesulitan-kesulitan ekonomi, dan kesulitan ini pada gilirannya menjangkit korupsi yang lebih lanjut.
Pertalian korupsi dan kriminalitas merupakan suatu fenomena yang dikenal luas. Namun, bentuk-bentuk pertalian itu berbeda-beda menurut derajat korupsinya. Ketika korupsi berkembang makin parah, bentuk-bentuk ini makin berlipat ganda. Demikianlah, kasus-kasus yang menyeret para elit politik saat ini sudah semakin lumrah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun