Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Sembarang Cinta

11 November 2017   08:00 Diperbarui: 11 November 2017   08:07 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hilda memandangi wajah Yus lekat-lekat. Sambil memegang erat tangan kiri Yus yang kasar. Mendengar lantunan ayat-ayat Allah yang dibacakan Yus menjadi penawar rintihannya. Terlihat ada sesuatu yang sangat penting ingin ia utarakan. Namun sakitnya penyakit yang dideritanya mengalahkan hasratnya untuk ingin bercerita banyak hal pada suaminya itu. Nyeri terasa sangat tajam pada bagian panggul tidak terhindarkan lagi, terdengar rintihannya disetiap helaan nafasnya.

Ia tidak menyangka bagaimana mungkin pemuda berusia 27 tahun menerima dirinya apa adanya. Padahal ia sudah berusia 39 tahun belum lagi seorang janda. Dua tahun yang lalu dia ditinggal pergi oleh suaminya. Lantaran penyakit yang dideritanya, kanker serviks. Dokter pun memvonisnya tidak akan bisa memiliki anak lagi.

Sepeninggal Karman, menyisahkan trauma yang mendalam bagi Hilda. Laki-laki yang menemaninya selama 14 tahun menceraikannya dengan alasan hubungan rumah tangganya tidak harmonis lagi. Padahal Hilda semula beranggapan kalau Karman yang paham ilmu agama tidak akan meninggalkannya dalam kondisi seperti itu. Bahkan akan menemaninya hingga sampai akhir hayatnya. Sayangnya, entah bisikan apa yang membuat Karman pergi, melepaskan ikatan suci yang mereka ikrarkan.

Saat ia sudah merasa jenuh akan kondisinya. Sudah merasa putus asa dengan kehidupannya. Saat itu pula Tuhan mendatangkan Yus dalam hidupnya. Yang hanya seorang pekerja serabutan di pelabuhan. Banyak desas-desus terdengar di telinganya kalau Yus hanya merasa iba melihatnya sehingga ia mau menikahinya. Ada pula yang berspekulasi kalau Yus hanya ingin memiliki hartanya. Tapi itu tidak mungkin, Yus orangnya bukan tipikal seperti itu. Malahan pengakuan Yus di hadapannya kalau pernikahannya semata-mata murni karena Allah. Tidak memandang apakah ia janda atau mengidap penyakit kanker serviks.

"Bagaimana mungkin kamu mau menikah denganku. Saya seorang janda, berpenyakitan. Belum lagi usia kita selisih 12 tahun. Di luar sana masih banyak perempuan lain yang berhak mendapatkan cintamu. Pikirkan semuanya Yus! Ini menyangkut masa depan kamu."

"Ini sudah keputusanku Mbak. Sampai kapan pun aku tidak akan menarik kembali ucapanku, sungguh aku  ingin mempersunting, Mbak. Terserah apa kata orang-orang tentang kita. Mbak adalah pilihanku. Aku mencintai Mbak bukan karena parasmu yang ayu, bukan karena  berharta. Semata-mata cinta itu ada karena Allah, aku melihat di matamu ada jalan bagiku untuk bisa dekat dengan-Nya. Aku ingin kita sama-sama meraih ridho Allah..."

Belum juga mereka mengecap manisnya bulan madu. Dua hari setelah melangsungkan pernikahan. Hilda jatuh sakit. Penyakitnya kembali kumat bahkan makin parah. Keluarganya semula ingin merawatnya dirumah sakit, namun ia meminta untuk dirawat di kediamannya saja.

Minggu pertama  sanak familinya satu persatu menjenguknya begitu pun dengan rekan-rekannya sesama guru. Minggu kedua kondisinya kembali mendingan, begitu pun di minggu ketiga. Sayangnya di minggu ke empat kondisinya malah makin terpuruk. Yus sebenarnya ingin menghubungi keluarga Hilda, namun Hilda melarangnya. Ia tidak ingin menyusahkan orang banyak.

Sudah beberapa minggu Yus tidak masuk kerja. Ia enggan meninggalkan istrinya. Tanpa ada rasa jenuh, ia setia menemani istrinya yang terbaring lemah. Hilda merasakan betul akan kesungguhan cinta Yus padanya. Mulai dari menyuapinya hingga memasangkan jilbab tak luput dari perhatian Yus.

"Walaupun Mbak sakit, aku ingin melihat Mbak selalu terlihat cantik," ucap Yus tempo hari sambil mengusap wajah Hilda yang pucat.

Ada rasa canggung dalam dirinya. Sudah sebulan lebih usia pernikahannya, kebiasaannya memanggil istrinya dengan sebutan "Mbak" tidak bisa dihilangkan. Mungkin karena selisih umur mereka yang 12 tahun. Tambah canggungnya lagi karena memang Hilda adalah mantan gurunya waktu SMA dulu. Bahkan Hilda adalah wali kelas Yus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun