Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anwari dan Batu-batu yang Hidup

15 Januari 2018   09:47 Diperbarui: 15 Januari 2018   09:58 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anwari pun mengusung seribu batu putih dari Bangkalan menuju Omah Komunitas di Malang. " Kami membeli seribu batu seharga tujuh ratus ribu rupiah. Lalu mengangkut ke Malang dengan truk. Biayanya satu juta dua ratus ribu rupiah". Proses latihan secara intens diadakan selama dua belas hari di sekretariat Teater Komunitas dan lapangan sepak bola, tak jauh dari Omah Komunitas."Proses latihan dilakukan malam hari, sementara pagi hingga sore saya mengamati kebiasaan-kebiasaan  yang dilakukan para aktor. Kemudian saya menangkap perilaku para aktor yang dipengaruhi oleh kultur, geografi. Saya menganalisa momentum apakah yang mempengaruhi mereka selama ini. Kebiasaan-kebiasaan itu lalu dibawa ke realitas ketiga yakni panggung pertunjukan," jelas Anwari.

Lebih jauh Anwari mengurai tentang proses menentukan tempat pentas di daerah bukit penambangan batu putih di Jaddih, Bangkalan. "Dalam konsep saya, ingin menghadirkan realita kehidupan penambang. Di ruang penambang ada ruang pertunjukan yang menunjukkan pekerjaan dan aktivitas mereka. Setiap aktivitas dan ruang melahirkan art. Lalu kita coba menampilkan ruang-ruang yang punya kemungkinan menjadi art".

Pentas di penambangan batu putih Jeddih Bangkalan dihelat pada hari Rabu,1 Juni 2016. Anwari dan kawan-kawan tampil mulai jam empat sore. "Para penambang batu putih sangat antusias dengan kehadiran kami. Mereka butuh hiburan, kita butuh kajian. Saat ada yang bertanya pentas apa itu? Kami menyebutnya dengan ludruk 2016," jelas Anwari dengan tersenyum. Bagi masyarakat di Bangkalan, seni tradisi ludruk sangat dikenal dan membuat masyarakat hadir untuk menyaksikan. Menurut penuturan Anwari respon masyarakat pada pentas Mini-mini #3 Batu sangat baik, mereka datang dan duduk santai di lokasi penambangan batu putih. Sementara penonton dari komunitas teater terlihat sangat serius. Dukungan dari Bapak Mustofa, pemilik penambangan batu putih Jeddih, sangat membantu dalam proses pentas. Pak Mustofa meminjamkan bego, menyediakan batu-batu putih untuk properti pentas juga menjadi mediator antara Anwari dan para "bajingan", sebutan untuk preman di penambangan batu putih Jeddih, Bangkalan.

Epilog

 Pentas "Mini-Mini #3 Batu" dengan sutradara Anwari di Dewan Kesenian Kota Malang, 4 Juni 2016 menarik. Anwari (24), alumnus Sendratasik Universitas Negeri Surabaya, berhasil menyuguhkan sepotong kehidupan masyarakat Madura, dalam hal ini penambang batu putih di Jeddih Bangkalan, dengan pendekatan teater. Bagi Anwari, teater adalah kehidupan sehari-hari yang dijalaninya di Dusun Beloar Desa Nyapar Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep. Anwari membutuhkan ruang dan waktu untuk mengeksplorasi lebih intens metode latihan dan penyutradaraan yang dilakoninya: realitas pertama, keduadan lourhei.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun