JULI tahun lalu saya diundang Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta sebagai salah satu narasumber pada acara Pra Temu Teater 2016. Pertemuan diadakan Rabu, 20 Juli 2016 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta. Ada 25 orang yang diundang. Mereka adalah seniman teater, pengamat teater, kritikus teater, dosen teater, pengelola ruang seni, jurnalis, manajer festival seni, perupa. Peserta berasal dari Bandung, Jakarta, Lombok, Solo, Padang Panjang, Medan, Jogjakarta, Kalimantan, Malang, Lampung dan Makassar.
Peserta dibagi dalam empat kelompok diskusi: data dan distribusi pengetahuan, kurasi dan jejaring, penonton dan wajah publik teater dan adopsi industri. Saya berada di kelompok satu membahas data dan dan distribusi pengetahuan bersama Arthur S Nalan (ISBI Bandung), Nirwan Dewanto (Salihara, Jakarta), Madin Tyasawan (dosen teater, Jakarta), Yudhi Sunarto (Universitas Indonesia, Jakarta), Yustiansyah Lesmana (Teater Gantha, Jakarta), Ricky. Kami di kelompok satu menyadari bahwa salah satu titik lemah teater Indonesia adalah pemetaan data teater dan distribusi pengetahuan teater secara merata. Teater Indonesia harus memiliki pusat data teater dan museum teater di masa yang akan datang. Salah satu usulan kami saat itu adalah mendorong terwujudnya penulisan buku teater, tentang biografi tokoh teater, sejarah teater, kamus teater, direktori grup teater, pembuatan aplikasi tentang teater dalam teknologi komunikasi yang tersedia dewasa ini. Dan hampir setahun kemudian apa yang kami diskusikan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta terwujud lewat terbitnya buku Ketika Memilih Bertahan (Teater IDEOT: Dulu, kini dan nanti)karya Moehammad Sinwan.
Â
AKHIRNYA,    DATANG JUGA "PINTU YANG TERBUKA"                                                                                                                                                                                                                                                                          Saya sangat berbahagia dengan terbitnya buku Ketika Memilih Bertahan (Teater IDEOT: Dulu, kini dan nanti)karya Moehammad Sinwan. Dalam buku yang diterbitkan Dewan Kesenian Jawa Timur ini saya dapat membaca lima tulisan Moehammad Sinwan sebagai penulis, pendiri, sutradara Teater IDEOT dalam Bab Realita dan Pemikiran. Kelima tulisan tersebut adalah: Seniman Harus Tetap Berpijak pada Akal-Budi dan Memiliki Otoritas Diri, Ketika Kelompok Teater Harus Bertahan; Teater, Pers dan Masyarakat; Merenungkan Absurditas Kehidupan Teater Kita dan Stagnasi dalam Sarasehan Teater Kita.
Tiga tulisan Moehammad Sinwan dapat kita baca juga di Bunga Rampai Bab Prolog dan Prolog (tiga tulisan). Teater Ideot akan tetap memilih untuk bertahan, diantara arus pergeseran nilai, munculnya berbagai fenomena seni, kebudayaan dan kehidupan, serta karut marutnya dialektika atau perdebatan berbagai pandangan, konsep dan filosofi, yang mewarnai setiap decade zaman yang terjadi. (hal.30) Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Lekboss, panggilan akrab Moehammad Sinwan, juga mengundang penulis lain dalam buku ini. Meimura (Teater Ragil Surabaya, Halim HD (networker kebudayaan, Solo), Muhammad Nashir (Inspirator dan Perintis Kampoeng Boedaja, Jl.Sriwijaya Kota Malang), Abdul Malik (penulis seni). Buku ini juga memuat tulisan, statemen, foto dan profil pendek para alumnus: Tjahjono Widijanto, Yonathan A.Pahlevi, Seno Joko Suyono, Adhi Kristijono, Cak Ju, Ria Enes, Wukir Suryadi, Dwi Lindawati, Dedy Obenk, Nurul Khuriyah, Nyonyo Esha, Agus Fauzi Rhomadhon, Siti Fatimatuz Zahro, Yanti Chung, Hasan Basri Maulana F, Averroes Fardhan Maulana, Adhi Tiada Tara, Agus Babe, Mpu Yoga.
Dalam buku setebal 300 halaman ini, 9 tulisan diantaranya pernah dimuat di Harian Pagi Malang Post, baik di rubrik Sastra dan Budaya maupun berita liputan.
 Â
Saya memaknai terbitnya buku Ketika Memilih Bertahan (Teater IDEOT: Dulu, kini dan nanti)karya Moehammad Sinwan bukan hanya sebagai sejarah teater Ideot di Kota Malang 32 tahun lampau, namun dapat menjadi bahan penelusuran dinamika seni budaya di Kota Malang. Teater IDEOT menjadi saksi kepemimpinan Walikota Malang, dari dr.H.Tom Uripan N, SH; H.M.Soesamto, Kol.Inf H.Suyitno, Drs.Peni Suparto, MAP;hingga Ir.H.Mochamad Anton. Saya pribadi berharap terbitnya buku  ini dapat menjadi pemantik bagi peneliti, kritikus, komunitas teater, dewan kesenian,  maesenas, seniman teater, penerbit di Malang untuk menerbitkan buku-buku Teater Slendro (Yuwono dkk), Melarat (DR Hazim Amir dkk), Angan-angan (Agus Winarno, Yoyok Prasetyo, Jhony Suhermanto, Teguh Bintoro, Adi Ngriyip, Pangat, Menyok, Minto dkk), Gagab (Yusuf Munthaha,Lukman, Tombro, Jengis,  Iman Suwongso, Demsi Danial, dkk), dll.
Disamping buku Ketika Memilih Bertahan (Teater IDEOT: Dulu, kini dan nanti)karya Moehammad Sinwan, buku Tatiek Maliyati WS, Ibu Para Aktor, penulis Gandung Bondowoso, Seno Joko Suyono, dkk, penerbit Program Studi Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta, 2014, dapat menambah referensi bagi penelaah sejarah teater di Malang.