Mohon tunggu...
Kupret El-kazhiem
Kupret El-kazhiem Mohon Tunggu... -

Pelarian, Pengangguran, Soliter, Serabutan, Penduduk Bumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Homoseksual Bukanlah Penyakit dan Ancaman Kemanusiaan

11 Februari 2016   13:44 Diperbarui: 11 Februari 2016   15:54 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber: https://kupretist.wordpress.com/2016/02/02/homoseksual-bukanlah-penyakit-dan-ancaman-umat-manusia/"][/caption]Media massa semakin, baik cetak maupun online, semakin gencar menghakimi LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Media menjadi hakim dalam membangun opini publik. Dalam proses menjadi hakim ini, dramatisasi dan personalisasi dilakukan untuk menjauhkan atau menyimpang dari pokok persoalan. Bumbu-bumbu di seputar kasus kadang jauh lebih penting dari fakta-fakta hukum yang ada.

Tentu saja kebenaran hukum dan kebenaran jurnalistik berbeda, namun berlebihan dalam saling mengadu opini narasumber yang mengomentari sebuah persoalan hanya akan membawa publik pada realitas psikologis yang sudah dikonstruksi, alih-alih dari realitas sosiologis. Konsekuensinya, terjadi pembentukan opini yang tidak seimbang.

Masih ingat kasus pelaku pedofilia yang melibatkan sekolah internasional prestisius di Jakarta? Berdasarkan upaya korek-korek media (atau bahasa umumnya trial by the press) maka timbul penggiringan opini yang ujung-ujungnya adalah masyarakat kita menjadi telanjur menstigmatisasi bahwa LGBT merupakan suatu penyakit berbahaya dan wabah yang dapat menimbulkan kejahatan seksual. Dalil dari pengetahuan medis, psikis, dan segala macamnya—termasuk dalil agama, ramai-ramai menjustifikasi mereka.

Persoalan LGBT setiap kali selalu berkutat pada pertanyaan apakah itu salah atau benar. Mungkin saudara, atau salah satu anggota keluarga kita terlahir berbeda. Tidak ada yang salah dengan itu. Yang salah adalah, jika kita menyikapi hal tersebut dengan tidak bijaksana yang menjadikan kehidupan mereka, orang-orang yang kita sayangi dalam tekanan yang lebih besar lagi. LGBT bukanlah penyakit. Terserah Anda homoseksual atau heteroseksual. Tidak ada yang disebut penyimpangan dalam urusan orientasi seksual, yang ada ialah variasi dari yang disebut sebagai normal, semuanya normal.

Genetis atau Lingkungan

Salah satu perdebatan isu LGBT soal ‘genetis atau lingkungan’, berbagai pihak yang pro-kontra memberikan argumentasinya. Kelompok yang menolak meyakini LGBT bukan genetis tapi karena lingkungan/pergaulan, menganggap homoseksual merupakan penyakit dan harus ditolak/diubah. Sedangkan sebagian kelompok pendukung LGBT meyakini bahwa LGBT itu genetis, tak mungkin orientasi seksual bisa berubah-ubah, maka harus dihormati dan dihargai karena mereka lahir dengan kondisi demikian.

Namun demikian, kalau LGBT itu genetis, apakah kemudian tak boleh ‘memilih’ sebagai heteroseksual atau sebaliknya? Apakah penentuan seksualitas manusia harus berbasis genetis? Kemudian kalau LGBT bukan genetis, apakah kemudian tidak berhak menentukan mau jadi LGBT atau tidak?

Kalau, katakanlah, bila kebebasan beragama merupakan hak setiap individu, mengapa soal seksualitas justru tampak tidak ada kebebasan akan hal tersebut?

Sebelum membicarakan ini, kita perlu mengetahui bahwa, dalam animal kingdom, homoseksualitas adalah hal yang common. Kuda, domba, singa, lumba-lumba, dan banyak sekali hewan yang berperilaku homoseksual.

Banyak penelitian menemukan bukti perbedaan baik anatomis atau fungsional antara otak gay dan otak pria non-gay. Banyak juga riset yang menemukan bahwa gen ikut berperan dalam menentukan orientasi gender, secara tidak langsung menghasilkan perbedaan otak gay.

Salah satu riset awal, oleh Dick Swaab menemukan bahwa bagian dari hipotalamus, yaitu suprachiasmatic nuclei (SCN) gay dua kali lebih besar dari laki-laki hetero. Belakangan, perbedaan SCN pada otak gay ini terbukti disebabkan oleh perbedaan dalam reaksi testosteron terhadap otak yang terus berkembang. Riset lain menunjukkan bahwa commisura anterior, kumpulan ‘kabel extra cepat’ yang menghubungkan 2 belah otak, pada gay didapatkan lebih besar. Struktur commisura anterior pada gay lebih mirip yang ada perempuan heteroseksual, terlibat dalam membentuk orientasi gender, kognitif dan bahasa. Tahun lalu, Ivana Savic dari Swedia melaporkan bahwa ukuran 2 belahan otak yang tidak sama, yang ada pada laki-laki heteroseksual, tidak tampak pada otak gay. Ini juga sesuai dengan temuan bahwa gay, seperti perempuan heteroseksual (lesbian), mempunyai kemampuan lisan lebih baik ketimbang laki-laki heteroseksual. Bahkan dengan pemindaian MRI fungsional, Savic menunjukkan bahwa otak gay secara fungsional lebih menyerupai otak perempuan heteroseksual. Riset lain dengan PET-scan menemukan konektivitas amigdala otak gay yang juga lebih menyerupai otak perempuan heteroseksual ketimbang laki-laki heteroseksual. Savic juga melaporkan pola aktivasi yang berbeda pada otak gay dalam merespons pheromon yang dihasilkan di dalam keringat pria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun