Kali kompasianer disuguhkan bangunan bangunan bersejarah di daerah sekitar Jalan Mangkubumi Yogyakarta , bersama Dagadu Walking Tour.  Acara ini bertujuan bersama warga  jogja maupun di luar jogja untuk berkesempatan bersama sama dengan founder dan pengelola Dagadu lebih dekat dan mengenal tentang jogjakarta sekaligus menutup akhir tahun 2022.
Acara walking tour dibagi menjadi 2 hari (31 Desember 2022 Jam 07.00-09.30 sebagai goodbye tahun 2022) dengan route gedung atau bangunan sekitar jalan mangkubumi-tugu-pasar kranggan. Sesi kedua tanggal 1 Januari 2023 (welcome tahun baru 2023 (route sekitar malioboro-alun alun utara).
Deretan ruko di sepanjang jalan Mangkubumi merupakan tinggalan bagunan belanda dengan ciri atap bangunannya bersambung dan bangunannya tinggi dengan arsitek kokoh serta unik.
 Termasuk gedung Redaksi Koran Kedaulatan Rakyat (KR).
TUGU PAL PUTIH (golong gilig)
Tugu golong gilig merupakam simboliisme "manunggaling kawulo lan gusti" yang mermakna menyatunya antara pimpinan di jogja (raja) dengan rakyatnya. Kemudian Tugu ini juga merupakan Sumbu Filosofi dari Gunung merapi-Tugu Pal Putih-Kraton Jogja-Panggung Krapyak-Laut kidul (Parangtritis/kusumo) berupa haris imajiner. Tanaman disepanjang jalan Mangkubumi dan Malioboro ditanami pohon Asam Jawa.
Tentang sejarah tugu pal putih bisa di buka di InstagramÂ
HOTEL PHOENIX
Bangunan The Phoenix Hotel pada mulanya merupakan tempat tinggal milik Mr. Kwik Djoen Eng, seorang pedagang keturunan Tionghoa dari Semarang. Rumah tersebut dibangun pada 1918. Mr. Kwik Djoen Eng mengalami kebangkrutan saat terjadi resesi ekonomi pada 1930-an. Ia kemudian menjual rumahnya kepada orang Belanda bernama DNE Franckle. Selanjutnya rumah tersebut oleh DNE Franckle dijadikan hotel bernama SPLENDID. Sumber
Pada masa pendudukan Jepang, hotel tersebut dikuasai oleh Jepang dan berganti nama menjadi Hotel Yamato. Setelah Jepang mengalami kekalahan pada 1945, hotel ini dikembalikan kepada pemiliknya. Pada 1946- 1949, bangunan ini digunakan untuk Kantor Konsulat Cina. Pada 1951-1987 bangunan berganti nama menjadi Hotel Merdeka. Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno bahkan sempat berkantor sementara di Hotel Merdeka ini pada 1951, pada saat Ibu Kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Bangunan hotel ini berarsitektur Indis yang bercampur Jawa. Pada bagian belakang bangunan sudah terjadi penambahan. Pada 1993 berganti nama menjadi "Phoenix Heritage Hotel". Pada 14 Mei 2004, nama Hotel Phoenix Heritage diubah menjadi Grand Mercure hingga 29 Maret 2009. Nama Hotel Grand Mercure kembali lagi menjadi The Phoenix Yogyakarta pada 30 Maret 2009.
The Phoenix Hotel Yogyakarta berada di Jalan Jenderal Sudirman No. 9-11, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta. Hotel ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor : PM.89/PW.007/MKP/2011.
RUMAH MODISTE DI PONCOWINATAN
Keberadaan klenteng ini memunjukkan bahwa kehidupan warga di Jogja sebagai Multikultur dan merupakan bagian dari sejarah Yogyakarta.
Bangunan klenteng hampir 100% masih dari kayu dan lengkap fasilitasnya untuk beribadah bagi warga keturunan Tionghoa serta terawat dengan baik.
Beberapa ruangan untuk berdoa :
Hal yang menarik yaitu bisa langsung bertemu dengan pengelola klenteng sehingga bisa mendapatkan info atau bisa bertanya tentang klenteng maupun ramalan shio masing2 pengunjung, klenteng baru dipersiapkan untuk menghadapi perayaan Tahun Baru Imlek.
Klenteng terbuka untuk umum (pas tidak ada acara ibadah khusus), halaman depan pada saat hari libur pagi digunakan untuk senam taichi, sedangkan pada hari tidak libur digunakan untuk parkir warga yang berbelanja di Pasar Kranggan.
PASAR KRANGGAN
Kata "Kranggan" berasal dari nama salah satu pejabat Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa Hindia Belanda, yakni Raden Tumenggung Rangga Prawirasantika. Ia menginisiasi berdirinya pasar ini, sehingga namanya digunakan, yakni dari kataÂ
Keberadaan pasar ini sebenarnya telah terdeteksi pada abad ke-19, dimana pasar ini diperuntukkan bagi etnis Tionghoa di Yogyakarta. Wijkensteelsel, Peraturan pemerintah Hindia Belanda yang mengatur tata ruang kota membagi wilayah etnis Tionghoa berada di Kampung Ketandan dan Poncowinatan (belakang pasar Kranggan saat ini).
Bangunan pasar Kranggan mengalami beberapa kali pemugaran, pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1975 dan selesai pada 1978, kemudian direnovasi kembali pada 2013
 Tour ditutup dengan sharing moment dari peserta dan panitia maupun founder Dagadu, peserta lebih akrab lagi karena panitia bagi bagi souvenir kepada peserta dengan menjawab quiz .
#kapankejogjalagi merupakan hastag dagadu supaya siapapun yang pernah datang ke jogja bisa kembali lagi dengan mengunjungi gerai Dagadu : di jalan Mangkubumi, Plaza Malioboro, Pojok Alun alun utara dan Jalan Gedongkuning.Â
Inovasi dan kreativitas anak muda untuk mengangkat citra Yogyakarta melalui Brand Dagadu.
Matur nuwun panitia dagadu walking tour, semoga tahun depan bisa lebih asyik lagi program programnya. Semoga tambah sukses dan bermanfaat.