Mohon tunggu...
Faris Abiyyu Karim
Faris Abiyyu Karim Mohon Tunggu... -

Assalamualaikum. My name's Faris Abiyyu Karim. I study at State University of Jakarta. Thanks for your attention.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pro dan Kontra Kurikulum 2013

21 Agustus 2014   11:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:59 20216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menurut pengertiannya, Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi.

Kurikulum 2013 menyandang harapan tinggi untuk mampu membentuk karakter (identitas) bangsa Indonesia dan menyelesaikan masalah-masalah dalam dunia  pendidikan Indonesia. Sewajarnya, kurikulum baru yang sedang dalam masa sosialisasi ini, menerima sambutan pro dan kontra dari masyarakat. Pertanyaan mendasar yang timbul dari benak masyarakat: apakah kurikulum 2013 mampu membawa perubahan dan solusi bagi system pendidikan kita, atau malah turut menimbulkan permasalahan baru yang menambah peliknya dunia pendidikan Indonesia?

Reaksi penulis ketika mendengar info tentang Kurikulum 2013 ini melalui pesawat televise adalah kebingungan. Bagaimana tidak di kurikulum ini tidak ada lagi skor dengan angka, tetapi dengan beberapa huruf yang diwakili untuk mengisi angka- angka. Seperti contoh, Skor “A” setara dengan nilai 3.67 – 4.00 dengan batas maksimal 5.00. Tentu ini akan membuat para guru serta wali murid yang belum tahu akan kebingungan.

Banyak yang menilai adanya ketergesa – gesaan dalam pembuatan Kurikulum 2013 ini. Serta akibat yang diberikan ketidak merataan dan terlalu singkat. Uji public  berlangsung hanya sekian bulan, tanpa sosialisasi yang menyeluruh, sehingga tidak semua pihak merasa diikutkan didalamnya. Penulis sendiri baru mendapat informasi lebih detail tentang struktur kurikulum tersebut setelah uji public selesai dilaksanakan. Guru-guru yang berada di daerah terpencil kemungkinan malah  baru beradaptasi dengan KTSP, dan kini mendadak mereka harus beradaptasi lagi dengan rancangan kurikulum yang baru.

Selain perubahan dari segi menilai tadi. Ada juga beberapa yang berubah dari segi pemberian Mata pelajaran. Perubahan-perubahan yang biasa ditemukan pada kurikulum terbaru ini antara lain dihapuskannya atau diintegrasikannya mata pelajaran tertentu dengan alasan mengurangi beban siswa dan memusatkan pada target pendidikan. Misalnya  pelajaran IPA yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika pada jenjang SD, dan pelajaran TIK yang difungsikan menjadi sarana  pembelajaran untuk semua mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA. Pelajaran Bahasa daerah juga mengalami nasib yang sama pada kelompok muatan lokal, digantikan dengan materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya. Pelajaran Bahasa Inggris rencananya tidak lagi diajarkan di SD dengan alasan memantapkan penguasaan bahasa nasional siswa sekolah dasar.

Tentu ada sebagian pihak (guru) yang terima oleh kebijakan Kurikulum 2013. Tapi kebanyakan guru yang menentang sekali kebijakan kurikulum ini. Seperti kita ketahui, untuk dapat mengantongi sertifikat professional, seorang guru dituntut untuk mengajar dalam jumlah jam tertentu. Guru tentu merasa keberatan jika jam pelajarannya dikurangi. Belum lagi permasalahan dengan guru yang mata pelajarannya dihapus sama sekali. Mau dibawa kemana sekian guru yang tidak memiliki jam mengajar lagi? Bagaimana pula nasib ribuan guru bahasa inggris yang sudah bertahun-tahun mengabdikan ilmunya disekolah dasar? Belakangan muncul beberapa demonstrasi dari guru-guru yang merasa dirugikan oleh konten kurikulum 2013.

Di sisi lain, siswa maupun siswi tampaknya acuh tak acuh dengan perubahan kurikulum yang akan mereka hadapi. Karena memang, lazimnya dalam dunia pendidikan kita siswa maupun siswi cenderung dijadikan objek yang diarahkan perilakunya mengikuti kemauan guru atau para pengambil kebijakan.

Mungkin, kebijakan ini dibuat untuk perbakalan siswa maupun siswi di masa depan nanti yang dapat meneruskan perjuangan para pendahulunya.Sehingga Sumber Daya Manusia akan meningkat tajam. Tapi, apakah pelajaran Bahasa Inggris untuk SD harus dihapuskan? Padahal menurut penulis seharusnya pelajaran yang berbasis internasional itu harus ditanamkan sejak anak menginjak bangku Sekolah Dasar. Pemerintah juga harus pintar mengatur agar Bahasa Indonesia juga tidak tertimpa dengan Bahasa Asing yang dipelajari oleh siswa maupun siswi.

Faris Abiyyu Karim

Pend. Teknik Mesin

Kelompok 25

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun