Mohon tunggu...
Paulus Ibrahim Kumentas
Paulus Ibrahim Kumentas Mohon Tunggu... Guru - Suara dari Ujung Celebes

Curhat seorang suami, ayah, pengacara, guru, hamba Tuhan, agen asuransi jiwa, dan rakyat Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lampiran Perpres dan Cap Tikus

2 Maret 2021   23:59 Diperbarui: 3 Maret 2021   00:26 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan adanya industry cap Tikus dan langkanya cap tikus di warung kecil, otomatis cap tikus tidak lagi menjadi barang murah yang bisa dibeli seenaknya.  Pasar cap tikus akan dipersempit, tanpa mengurangi kesejahteraan petani saguer yang tetap bisa menjual hasil kebunnya dengan harga tinggi di pabrik cap tikus.  Cap Tikus hanya bisa diperoleh di toko-toko miras resmi atau klub malam yang membayar pajak tinggi kepada pemerintah.

Bila cap tikus sudah menjadi komoditi industry, maka penegakan hukum untuk penyalahgunaan cap tikus harus dilakukan dengan keras.   Jangan ada lagi kompromi.  Semua pihak yang menyalahgunakan cap tikus, baik itu pembeli, penjual, bahkan sampai produsen yang terlibat secara illegal harus dihukum berat.

Bila akses untuk mendapat cap tikus bisa dipersempit, maka penyalahgunaan miras/ cap tikus tentu akan jauh berkurang, dan angka kriminalitas, laka lantas, bahkan angka kehancuran rumah tangga juga akan berkurang.

Bagaimanapun juga keputusan Presiden Joko Widodo tetap harus ditaati.  Saya mengerti bahwa Presiden harus mengutamakan kestabilan politik dalam negeri di saat-saat seperti ini.  Jangan sampai hanya gara -- gara 6 halaman lampiran, beliau harus sibuk mengurus serangan serangan yang mendatangi kepemimpinannya.

Tapi kan boleh juga kalau saya berandai -- andai,

Andai ada industry cap tikus di Sulawesi Utara.......

Andai Cap Tikus harganya mahal.......................

Andai lampiran itu tidak dicabut............................

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun