Prakata Penulis
Konten videoku "Selepas Subuh" yang tayang di youtube, awalnya menarik banyak peminat, namun seiring berjalannya waktu, percaya atau tidak konten video lambat laun akan melelahkan ketika ditonton.Â
Semua akan menyeimbang, merambat ke sesuatu yang lebih pelan, tenang, tidak mendikte dan lebih bermakna. Dan buku adalah simbol slow content yang lebih personal. Akhirnya aku alihkan Selepas Subuh menjadi tulisan berseri kategori diary.
Konsep tulisan "Selepas Subuh" di sini bukan sekedar penanda waktu, melainkan soal pertumbuhan dan harapan. Waktu subuh menjadi pengingat akan pentingnya jeda, sebuah kesempatan untuk menata kembali niat dan energi di esok hari.Â
Selepas Subuh adalah ajakan untuk sejenak menarik diri dari keramaian, menelisik ke dalam diri, dan menemukan makna mendalam di setiap tindakan dan pengalaman. Semua yang kualami setiap hari, kutulis, kuceritakan, dan kurefleksikan ke dalam kehidupan.
Rasanya setelah beberapa konsep tulisan Bukan Sekadar Absen kuunggah, Selepas Subuh kuproduksi kembali sebagai penyeimbang. Mari kita bertumbuh dengan penuh harapan. Selamat membaca.
Ketika "Terima Kasih" Hanya Tinggal Kenangan di Balik Meja PenjualÂ
Kini dunia pasar semakin canggih, di mana setiap transaksi berpacu dengan waktu dan setiap klik di layar adalah potensi cuan, ada satu fenomena yang mulai menggelitik dalam benak saya : para penjual yang lupa mengucapkan terima kasih.Â
Menurut riset komunikasi yang pernah saya baca, ucapan terima kasih itu bukan sekadar formalitas. Itu adalah jembatan emosional. Di dunia barat, ada konsep yang disebut "customer delight" atau "customer satisfaction". Ucapan terima kasih, meski sepele, adalah salah satu elemen penting dalam menciptakan rasa puas bahkan senang pada pelanggan.Â
Ini bukan soal harga murah atau kualitas jempolan. Ini soal bagaimana kita diperlakukan. Setiap hari, saya mengamati seorang bapak-bapak loper koran di pinggir jalan. Setiap ada yang beli, meskipun cuma 1 eksemplar, dia selalu bilang, "Terima kasih, ya, Mas. Semoga rezekinya lancar!" Saya perhatikan, pembeli yang tadinya kusut tertelan macetnya jalan, langsung tersenyum simpul. Begitulah cara kerjanya.Â
Komunikasi interpersonal dalam jual beli itu jauh lebih dari sekadar transaksi uang dan barang. Ada energi positif yang berpindah. Ada respek yang dibangun.
Fenomena hilangnya ucapan terima kasih ini, kalau kita telusuri lebih jauh, seperti cerminan dari kehidupan kita yang makin serba praktis, serba cepat, dan serba "instan". Kita makin sering lupa esensi dari sebuah interaksi. Kita terlalu fokus pada hasil akhir, pada profit, pada omzet, sampai melupakan proses, melupakan rasa.