Mohon tunggu...
kucing berkumis
kucing berkumis Mohon Tunggu... -

Saya adalah kucing berkumis. Dan ini adalah tentang memori.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gundahan Sepercik

23 Juni 2015   23:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Selalu ada ruang di antara keadaan tidur dan terjaga.

Ruang yang kosong, menunggu diisi oleh kenangan-kenangan lama.

 

Merangsek di dalam hitamnya asap-asap keraguan, merda itu datang dengan membawa sejuta harapan yang telah terkubur dalam. Kemudian, satu lalu ribuan kata tertanam dan tertancap tegas di dalam lubuk-lubuk pikiran . Apakah yang akan terjadi? Apakah yang bisa terjadi? Kegaduhan yang serupa selalu terjadi, selalu menanti untuk mengusik hati.

Niscaya hari ini. Melekat di dalam pikiran bahwa kekuatan diri hanyalah sebesar dua jari. Jempol dan telunjuk. Kalikan dua menjadi empat, untuk kedua tangan. Lantas apa yang bisa kulakukan dengan kehebatan yang bahkan memiliki ukuran lebih kecil dari kenangan seorang anak tentang ayunan pertamanya? Menjawab hal ini dilakukan sembari melaksanakan apa yang (harus) dilaksanakan. Kemudian ditakuti pula hati ini dengan keraguan bahwa suatu saat nanti akan mati. Mati pemikiran dan mati keinginan: Dua mati yang kini paling ana takuti. Diberi tenggat waktu lalu berlari. Mengebut mengibas kabut. Ragu lalu berlalu. Sejam adalah enampuluh detik yang mencekam dan takkan pernah kulupakan. Mungkin ini yang pertama bagiku tuan, tetapi barangkali kali ini tidak ada yang bisa heningkan hamba punya teriakan.

Lalu apalagi? Tidak ada.

Hebatnya, pengalaman ini, yang mengerikan, selalu terjadi di tengah malam. Menjelang memasuki alam bawah sadar, limbus antara terjaga dan terlelap. Di situ berputar segala realita berbalut memori terburuk anda. Bagaimana rasanya terjebak di sini? Yang pasti ini tidak ingin saya alami lagi. Sedih sendiri dan kesepian menawan. Ingin teriak karena kutahu dengan bisikan takkan ada yang peduli air meriak. Ingin cerita tetapi kupahami apa yang hendak diceritakan tak lebih dari kepalusan bagi anda semata. Ingin berujar tetapi tak ada yang keluar selain kalimat kurang ajar. Lalu apalagi? Tidak ada.

Perasaah gundah bercampur darah, takkan mampu semua orang mengintip ke dalam. Kecuali jika berniat hendak menyelam, ingat hati ini dangkal hati-hati kontusio serebral. Apalagi yang bisa kutawarkan kepada anda? Tidak ada lagi bukan? Kata demi kata yang keluar mengalir seperti air Mahakam di delta sebelum bertemu dengan lautan lepas: mengalir deras kemudian hilang dan menyatu dengan yang tersisa, tak teringat. Apa yang kuputuskan tak lebih dari menorehkan dalam bentuk tulisan. Tulisan sederhana tanpa ada yang bisa mencerna. Tak mengapa, karena bukan untuk anda tapi untuk saya. Agar saya tetap menjadi manusia semenjana dengan otak yang biasa.

Tenggelam lebih dalam. Kedalam ketiadaan. Ana tahu ini akan berakhir, dalam waktu dekat syahdan. Tuan dan nyonya yang meneriaki takkan ada yang tidak akan menghakimi. Jadi kupilih untuk hadapi sendiri. Lantas bisakah atau tidaknya bertahan akan nanti dijawab pada waktunya, oleh Tuhan.

Biarkan pikiran mengalir, karena ia bukanlah buah pelir.

 

23:56

Jakarta, 23 Juni 2015

Sedang menunggu sahur ditemani teman lama, si Insomnia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun